ENAM

2.5K 208 16
                                    

Tidak ada yang lebih baik, dua-duanya sama-sama buruk. Jadi maafkan saya, Pak, saya tidak berhasil meyakinkan diri saya untuk menolak tawaran Bapak.

Kalimat Freya yang penuh ironi, pada malam itu langsung Arsen hadiahi dengan ciuman panjang, yang membawa mereka pada percintaan berikutnya.

Arsen tidak mengerti bagaiaman dia sanggup menjadikan Freya simpanan. Tapi ketertarikannya pada Freya tidak bisa diabaikannya begitu saja. Bukannya dia tidak mencoba, namun Freya terus bermain-main dalam benaknya dan hampir membuatnya merasa gila.

Sebelum menikah Arsen terkenal sebagai player. Arsen tidak akan menyangkal itu. Karena Arsen selalu gagal melihat daya tarik pada wanita yang telah dia dapatkan. Tapi pada Freya berbeda, semakin Freya pasrah, semakin Arsen ingin merengkuhnya.
Mungkin karena selama tiga tahun hidup dengan Vlora yang pada dasarnya mandiri, dingin. Kemudian di hadapkan dengan Freya yang nampak kuat tapi sebenarnya rapuh. Arsen merasa fungsinya sebagai lelaki ada bukan hanya untuk melindungi, tapi juga untuk dilayani.

Sambil berlalu, Arsen menaruh kotak kertas kecil berisi sandwich dan secangkir capucino di meja kerja Freya yang tengah berdiri menyambutnya. Tidak berkata apa-apa, Arsen hanya mengedipkan sebelah matanya.

Tidak mengerti kenapa, Arsen merasa harinya semakin berwarna. Arsen suka melihat wanita itu tersipu namun berusaha keras bersikap biasa ketika Arsen menggodanya.
Tidak lama setelah ia duduk dikursi, ada ketukan di pintu sebelum Freya masuk membawakan kopi. Arsen tersenyum, seperti remaja yang baru kasmaran. Menatap Freya lekat ketika wanita itu membacakan jadwalnya.

“Dan setelah makan siang ada rapat dengan tim A mengenai proposal yang akan dipresentasikan pada Pak Mentri.” Freya mengangkat pandangan, dan baru sadar Arsen menatapnya lekat dengan senyum diseluruh wajah, jadi salah tingkah.
“Ada yang salah, Pak?”

Arsen menggelangkan kepala. “Kamu udah makan sandwich-nya?”

“Belum, saya sudah sarapan tadi.”

Arsen mengerucutkan bibirnya kecewa. “Besok-besok jangan sarapan di rumah. Saya akan bawakan kamu sarapan setiap hari.”

“Bapak! Ini kantor!” Freya menekan suaranya rendah, seolah takut ada yang mencuri dengar percakapan mereka.

“Ya, terus?”

“Kita harus bersikap biasa aja. Gimana kalau ada yang lihat?!” suara Freya semakin rendah, membuat Arsen mendengus tawa.

Bagaimana mungkin ada yang tau? Lantai ini hanya di huni oleh Arsen dan papanya. Dengan ruangan berbeda. OB hampir selalu ada di pantry. Mbak Nana juga jarang sekali datang kesini. Apa lagi Dygta, aspri papa yang sekarang bisa dibilang pengangguran karena papa sudah jarang berkegiatan. Arsen sedang berpikir untuk mengambil Dygta jadi asprinya saja, dari pada terus makan gaji buta.

“Nggak ada yang akan lihat!” Arsen kedepan, meraih tangan Freya yang bebas dari tab jadwalnya.

“Bapak!” Freya menarik tangannya panik. “Ini kantor, Pak!”

Arsen gemas sekali melihat Freya takut-takut seperti itu. Entah kenapa ketakukan Freya justru menantang adrinalin Arsen. Dia berdiri, perlahan menghampiri Freya yang justru malah menjauh mundur.

“Memangnya kenapa kalau ini kantor?”

“Kita harus profesional dong, Pak! Kita harus konsentrasi sama kerjaan masing-masing!” Freya melirik pergelangan tangannya. “Satu jam lagi ada pertemuan dengan para kontraktor, dan Bapak belum memeriksa kembali berkas-berkas yang saya sudah siapkan.”

“Tapi saya nggak bisa konsentrasi, gimana dong?” Arsen tidak jadi mendekati Freya, dia malah kepintu untuk menguncinya. “Kamu mau bantu saya biar lebih konsentrasi?” berbalik, Arsen langsung menghampiri dan merangkul pinggang Freya yang belum siap dengan serangan mendadak itu.

FREYA (Simpanan Sang CEO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang