"Kemana kau akan pergi?"
Laki-laki bermata biru itu merotasikan bola matanya, "aku hanya ingin berjalan-jalan." Dia menatap jengah kearah laki-laki dihadapannya. Laki-laki yang saat ini tengah mengenakan kemeja berwarna putih, dengan celana berwarna hitam dan sepatu yang juga berwarna hitam. Juga kacamata yang bertengger di atas hidung mancungnya, melengkapi penampilannya pagi ini.
"Kau berniat kabur?"
"Kita akan segera meninggalkan kota ini, jangan berani-beraninya kau kabur, William."
"Tch" William mendecih kesal, meskipun begitu dia tidak mengindahkan ucapan yang diucapkan oleh sang laki-laki berkemeja putih.
"Jangan bertingkah kekanak-kanakan, William. Kabur dan kembali sesukamu, apakah kau berpikir bahwa dunia selalu berpusat kepadamu? Sehingga kau bertingkah semaumu."
Alis William menukik tajam, "Diam, dan urus saja urusanmu sendiri." William menatap tajam laki-laki dihadapannya, kemudian berbalik meninggalkan laki-laki itu.
William meninggalkan tempat itu dengan perasaan yang buruk, terlihat dari pandangannya yang menajam. Seakan mengatakan bahwa, 'jika kau menggangguku, aku akan membunuhmu.'
Dia berjalan tanpa tujuan, niat awalnya untuk sekedar berjalan-jalan menjadi hancur karena suasana hatinya yang berantakan. Dia mengedarkan pandangannya, mengamati dengan seksama, apakah ada hal yang menarik ataukah tidak.
"Jika tidak mempunyai uang kenapa membelinya, Nona? Apakah anda berpikir bahwa saya akan memberikannya gratis, jika saya tahu bahwa anda tidak memiliki uang?"
"?"
William mengangkat kedua alisnya, kemudian mengalihkan perhatiannya kearah suara tersebut berasal. Ah, tenyata ada seorang gadis yang sedang bertengkar dengan seorang penjual taiyaki.
William memperhatikan kedua orang itu lamat-lamat, pemandangan yang cukup menarik baginya. Dan juga, entah kenapa gadis itu terlihat familiar baginya.
"Maaf? Saya mempunyai uang, saya hanya lupa membawanya. Jika saya mau, saya bahkan bisa membeli seluruh dagangan anda, beserta harga diri anda."
Oh? William tersenyum sinis, dia kira bahwa gadis itu tidak akan berbicara seperti itu. William mengira bahwa gadis itu akan lebih memilih untuk meminta maaf, menarik juga.
Sayang sekali, dia tidak bisa melihat wajah sang gadis. William ingin melihat ekspresi apa yang ditunjukkan oleh sang gadis, saat berbicara seperti tadi.
"Apa? dasar j*lang tidak tahu diri, membayar dua buah makanan ini saja kau tidak bisa, bagaimana caranya kau mau membayar harga diriku?"
William diam, dia ingin tahu bagaimana jawaban gadis itu. Apakah dia akan meminta maaf atau malah membalas seperti tadi?
"Hei brengsek, penjual jelek. Apakah pendengaranmu terganggu? Ah jika benar aku tidak heran karena kau sudah tua, ataukah kau bodoh? Aku juga tidak heran kalau begitu, karena tampang mu adalah tampang orang bodoh."
William terkekeh kecil, penjual jelek? Pendengaran terganggu? Sudah tua? Tampang orang bodoh? William jadi penasaran, bagaimana dengan harga diri sang penjual, saat tahu bahwa dia sedang dihina habis-habisan oleh seorang gadis kecil.
"Bukankah sejak awal aku sudah mengatakan kepada mu, sialan? Aku tidak membawa dompetku, tapi kau yang bodoh malah mengatakan bahwa aku tidak mempunyai uang. Saat aku bilang aku bisa membeli semua daganganmu bahkan harga dirimu, aku tidak berbohong, karena aku memang kaya. Dan kau malah mengataiku j*lang? Hey brengsek, berani-beraninya orang seperti mu mengataiku seperti itu."
PLAKK!
"Oh?" William membulatkan mulutnya, dia dapat melihat bahwa tangan gadis itu mengepal erat.
"Jika dia menampar balik penjual itu, aku akan membantunya." William bergumam lirih, anggap saja sebagai ucapan terimakasih karena gadis itu telah menghiburnya. Tapi jika gadis itu hanya diam, dan tidak membalasnya, William akan mengurungkan niatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's My Enemy
RomanceDelletha Austin, seorang gadis yang masih terbelenggu dengan dendam masa lalunya. Dendam yang selama ini bersarang di hatinya, membuatnya menghabiskan waktunya bertahun-tahun hanya untuk mencari sebuah organisasi elit yang selama ini menjadi momok b...