Wulandari terlihat mengenakan selendang emas pemberian Prabaswara untuk melengkapi penampilannya. Prabaswara tak henti menatap Wulandari dengan hati berbunga-bunga karena Wulandari langsung memakai selendang yang ia beli kemarin.
"Mengapa kau menatapku seperti itu? Apakah ada yang aneh dari penampilanku?"
"Tidak ada yang aneh, justru kau terlihat... cantik," gumam Prabaswara, tak henti mengulum senyum.
Jantungnya selalu berdebar tiap melihat paras dan senyum Wulandari. Ia belum pernah merasakan seperti ini sebelum mengenal Wulandari.
Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta?
"Terima kasih. Kau yang memilihkan selendang ini untukku."
Prabaswara mengakui gadis pilihan eyangnya yang kini menjadi istrinya itu memang sangat cantik walaupun berasal dari kadhaton kecil yang ia dengar nyaris runtuh akibat bencana. Di suatu waktu saat mengagumi kecantikan Wulandari, Prabaswara merasa tak pantas bersanding dengannya. Ia merasa ketampanannya belum sebanding untuk bersanding dengan putri seayu Wulandari. Masih banyak pangeran yang jauh lebih tampan darinya, termasuk kakaknya sendiri.
Mungkin karena itulah Wulandari belum pernah memujinya tampan meskipun beberapa kali ia memuji kecantikan Wulandari?
Ingin sekali ia menanyakan langsung pada Wulandari 'apakah aku tampan?', tapi hal itu akan menimbulkan jarak di antara mereka. Kedekatan yang ia berusaha jalin beberapa hari ini akan sia-sia hanya dengan satu pertanyaan konyol.
Prabaswara juga tidak berharap pujiannya terbalaskan. Memang dirinya memiliki banyak kekurangan seperti yang dilontarkan para penghuni istana selama ini. Sebentar lagi Wulandari pasti akan tahu dia juga bodoh.
"Ada apa? Mengapa kau melamun?"
"Ti... tidak apa-apa." Prabaswara kembali tersenyum. Jangan sampai Wulandari mengetahui isi pikirannya.
"Apa yang akan kau lakukan hari ini?" Prabaswara langsung mengganti topik.
"Aku ingin mencari buku di perpustakaan."
"Baiklah. Tapi sepertinya aku tidak bisa menemanimu. Aku diminta Eyang ikut ke pengrajin mebel untuk melihat desain bangku panjang yang kuinginkan. Apa kau berani pergi sendiri?"
"Tidak masalah."
"Baiklah. Aku keluar dulu, Dinda."
"Tunggu sebentar, Kanda. Sepertinya kau melupakan sesuatu."
Prabaswara membalikkan badan. Dia bingung, apa yang terlupakan?
"Kau tidak memakai mahkotamu? Bukankah kau akan menemui Eyang juga? Apakah Eyang tidak marah jika kau tidak memakainya?"
"Haha... kau benar. Eyang bisa marah jika aku tidak memakai mahkota ketika bertemu beliau."
"Biar kupasangkan, karena waktu itu kau sudah memasangkan tiaraku."
Mereka berdiri berhadapan dengan jarak sangat dekat. Prabaswara sedikit menunduk untuk memudahkan Wulandari memasang mahkota. Jantung Prabaswara kembali berdegup kencang, meskipun Wulandari tidak sedang menatapnya.
"Nah, kau terlihat tampan."
Tam... pan? Jantung Prabaswara bagai ingin lompat dari tempatnya.
"Tampan? Kau tidak sedang bercanda, bukan?"
"Apa aku terlihat bercanda?" Wulandari bertanya balik.
Ekspresi Prabaswara sekarang pasti terlihat konyol hanya karena sebuah pujian. Tidak disangka Wulandari akan memujinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prabaswara [Complete√] ~ TERBIT
RomancePrabaswara adalah pangeran Kadhaton Tirta Wungu yang kehadirannya antara ada dan tiada. Prabaswara kerap mendapat perlakuan buruk dari keluarganya. Ia sangat takut tak ada putri yang mencintainya karena status dan kondisinya. Wulandari adalah putri...