Night in Yunmeng

942 64 3
                                    

Some things are better left unsaid

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Some things are better left unsaid. But there are also some things that are better being shared with someone.

-------------------

Hutan itu sunyi, sepi, dan dingin. Aura kelam akan mendekapmu begitu erat sampai kau terlelap. Beberapa orang pergi ke hutan untuk mencari akhir dari penderitaan, namun ada beberapa juga yang hanya mencari ketenangan.

Wei WuXian, remaja berusia sebelas tahun yang tak pernah merasakan seperti apa itu bahagia sejak kecil. Remaja bertubuh penuh luka cambuk itu menggigil kedinginan. Angin malam dengan kejamnya menusuk setiap luka yang masih basah dan menganga itu.

"A-Die ... A-Niang ...."

Mulutnya tak henti menggumamkan nama-nama yang begitu dekat dengan hatinya, seolah itu adalah mantra yang mendatangkan keberuntungan. Menghangatkan hatinya sekaligus menyayat luka baru.

Ditinggalkan di jalanan kota Yiling saat berusia empat tahun, Wei WuXian pikir dengan Jiang FengMian-sahabat ayahnya-membawanya pulang ke sebuah rumah luas nan indah adalah sebuah keberuntungan. Dia pikir hidup yang lebih baik akan segera menyapa.

Namun, ia salah. Rumah itu bukan rumah. Wei WuXian kecil kedinginan menggigil tanpa kasih sayang. Dari sekian banyak yang bisa ia dapatkan, diberi atap untuk bernaung dan makan saja dia sudah sangat bersyukur. Apalagi diizinkan belajar kultivasi dan enam bidang seni, dia lebih dari bersyukur.

Siapa sangka, rasa syukur itu membawanya pada lubang kesengsaraan yang seolah tiada akhir. Rasanya ... bisakah dia pergi saja dari dunia menyeramkan ini?

"Orang yang terluka seharusnya istirahat di atas kasur hangat, bukan berjalan sendirian di dalam hutan yang dingin."

Sebuah suara dingin menepuk kesadarannya. Lamunan tentang hidupnya yang buruk menguap. Matanya liar mencari siapa yang telah berbicara.

"Jangan takut," sesosok gadis terpaut usia beberapa tahun darinya melompat dari atas pohon.

Begitu siluet itu berwujud dengan jelas di hadapannya, dia bisa melihat mata berwarna biru setenang samudera dan sekelam lautan. Kulit pucat seputih salju. Bibir tipis yang berwarna merah muda. Rambut sepinggang bagaikan sutra yang indah dan lembut. Tubuh yang ramping dan pakaian berwarna biru gelap begitu pas. Seolah perpaduan yang sempurna.

"Adik kecil," gadis remaja itu membungkuk, "siapa namamu?" tanyanya dengan lembut.

Sebuah senyuman ragu menghiasi wajah Wei WuXian. "Tuan muda ini memberi salam, Nona Muda. Saya Wei Ying, courtesy WuXian."

"No envy?"

Wei WuXian mengangguk kecil. Senyuman yang tadinya ragu berubah ramah setelah melihat senyuman kecil di wajah nona muda yang baru saja bertemu dengannya.

D A I S YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang