Rachel POV
"Hari ini appa akan pergi untuk perjalanan bisnis ke Jepang selama lima hari. Appa akan pulang hari Rabu malam"
"Mwo?! Tapi kan.." kata-kata yang ingin aku ucapkan serasa tercekat di tenggorokan. Aku tahu memang sudah menjadi tugasnya sebagai pemilik perusahaan untuk mengurusi tentang kerja sama yang akan dilakukan dengan perusahaan lain.
Tapi kenapa harus hari ini?? Arghh.. Hari ini aku harus pergi ke sekolah untuk gladi bersih. Aku jadi tidak bisa ikut mengantar appa ke bandara kan. Dan lima hari? Lima hari itu hampir satu minggu. Lima hari itu lama. Yah, mekipun aku jarang bertemu appa karena ia selalu pulang malam, tapi setiap akhir pekan kami selalu menghabiskan waktu bersama. Apalagi minggu lalu appa juga tidak bisa berada di rumah karena harus mengurus kepentingan perusahaan.
"Hhh.." aku menghela napas pasrah. Selera makanku juga tiba-tiba hilang. Pancake dengan lelehan cokelat yang selalu menjadi favoritku itu sudah tidak menarik lagi. Aku meletakkan garpu dan pisau yang kupegang di samping piring.
"Aku sudah selesai" ucapku lalu bangkit berdiri dari kursi.
"Oh, Rachel.. Ayolah.. Appamu hanya pergi lima hari. Jangan seperti itu. Setidaknya habiskan dulu sarapanmu agar kau punya tenaga untuk nanti" kata eomma membujukku agar tetap makan. Tapi aku tidak menghiraukannya. Ya, katakan saja aku tidak tahu diri karena merajuk untuk hal yang tidak penting. Tapi tentu wajar saja kan kalau aku ingin menghabiskan waktu dengan appa juga. Dan sebenarnya aku juga berharap agar appa bisa berada di rumah saat aku pulang membawa penghargaan menang, atau mungkin kalau aku hanya pulang dengan perasaan sedih dan kecewa karena kalah. Ok, aku tau ini terdengar berlebihan. Tapi aku memang sedang bersungguh-sungguh sekarang!
Sekarang baru jam enam lebih. Gladi bersih dimulai pukul 7, tapi aku berniat untuk pergi ke sekolah sekarang juga, sebelum lelaki tetangga sebelah datang ke sini.
Aku meraih tasku--yang berisi baju ganti dan handuk-- dan juga botol minumanku. "Aku pergi sekarang"
Aku berjalan mendekat ke arah appa dan memeluknya erat. "Appa harus berjanji akan membelikan gelang yang sudah kuincar dari dua tahun lalu!" ucapku menyuruh dan dengan diiringi sedikit kekehan. Ya, aku memang tidak pernah bisa benar-benar marah dengan appa dan eomma. Semua usahaku untuk merajuk akan selalu gagal total dan pada akhirnya akan diakhiri dengan tertawa.
"Tentu saja appa akan membelikannya untukmu sayang. Dan appa juga berjanji waktu satu minggu setelah appa pulang adalah waktu untuk kita berkumpul bersama-sama" ucap appa sambil mengelus rambutku yang kubiarkan tidak diikat.
Aku mengeratkan pelukanku lagi sebelum pada akhirnya appa mengecup puncak kepalaku sayang. Aku jadi ingin menangis. Huaa.. Air mataku sudah berada di ujung tanduk! Tapi aku tidak mau menangis sekarang. Dan entah benar atau tidak, aku mendengar eomma sempat menahan tawanya tadi.
Aku mendengus dan melepaskan pelukan appa. Saat aku menoleh ke arah eomma, memang benar ternyata! Ia sedang menutup mulutnya rapat-rapat supaya tidak mengeluarkan suara tawa. Huh! Memangnya ini lucu? Niatku yang awalnya tadi ingin memeluk eomma juga sebelum pergi ke sekolah kutunda. Aku berjalan melewati eomma menuju ke pintu depan.
"Hei.. Apa eomma tidak dipeluk juga? Kau tidak pamit pada eomma, hm?" ucapnya lagi dengan nada jenaka.
"Huh!" apa yang kulalukan tidak sesuai yang kukatakan. Buktinya kaki ini berjalan membawaku menuju ke tempat eomma duduk dan memeluknya.
"Mian, eomma hanya bercanda. Habiskanlah dulu sarapanmu sebelum kau pergi, atau kau akan menyesal!" kata eomma. Hah? Menyesal? Apa maksudnya?
Aku melepas pelukanku. Alisku menyerit tanda tidak mengerti. "Apa maksud eomma?" tanyaku dan hanya dibalas dengan senyum menyeringai misterius eomma. Ck! Main tebak-tebakan, eoh?
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Show You That I Can!
FanfictionBagaimana kalau kita menyukai seseorang, tapi karena kita tidak berani menyatakan perasaan, kita lebih milih untuk bertingkah menjengkelkan pada orang yang kita sukai agar bisa selalu dekat dengannya? Dan apa yang terjadi kalau orang yang kita suka...