13. Baik Buruknya Manusia

300 64 22
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"Gue orangnya jarang ngomong, tapi gue mau cerita sama lo, tentang gimana gue bisa berteman sama Maheesa."

Namanya Aksa. Pemuda yang Juan jumpai itu dulunya teman dekat Maheesa Partha, sekaligus orang yang sempat disukai Narenjani Geeta.

Aksa mengajak Juan ke suatu tempat. Sebuah jalan buntu di mana ada tiang lampu yang menjadi satu-satunya pencahayaan di sana. Tempat itu temaram, berhiaskan tong sampah yang cukup berserakan.

Kemudian, Aksa menunjuk ke arah dinding yang penuh coretan graffiti, hasil dari bentuk vandalisme para remaja yang kerap meresahkan, tepat di sana ada banyak barang-barang bekas yang dibuang dengan sengaja. Tertumpuk dan mengotori tempat itu.

"Di sana, untuk pertama kalinya Maheesa nemuin gue dalam keadaan babak belur."

Seakan diajak kembali ke masa lalu, Juan diperlihatkan pada kilas balik ketika kejadian tersebut terjadi. Semua itu berputar layaknya film hitam putih di layar tancap yang besar.

"Saat itu, tepat tahun 2019, gue masih sering ikut tawuran."

Mendapati reaksi Juan yang ternganga, Aksa menanggapinya dengan tertawa, "Iya-iya, gue tahu kalau itu adalah hal yang nggak ada gunanya dan jelas melanggar HAM. Sebenarnya itu terjadi karena faktor lingkungan juga, gue dulu berteman sama anak-anak yang terang-terangan sering mabuk, minum obat-obatan terlarang, bahkan seks bagi mereka adalah hal yang biasa. Tapi seburuk-buruknya kelakuan gue, nggak pernah sekalipun narkoba masuk ke tubuh gue. Sering hampir kebablasan sih. Untungnya gue masih bisa nolak."

Juan memilih jadi pendengar yang baik dan membiarkan Aksa melanjutkan ceritanya. Perlahan, potongan demi potongan gambar tersusun di otak Juan.

"Lo tahu bahwa keberuntungan nggak akan selalu berpihak, kan? Akhirnya gue kena luka sabetan di bagian perut dan beberapa luka tumpul di punggung karena lengah. Teman-teman yang gue anggap sebagai keluarga justru tinggalin gue di saat gue lemah. Mungkin gue pikir, gue bakal mati malam itu juga, mengingat jalan ini jarang dilewati sama orang. Tapi rupanya Tuhan masih bantu gue lewat seseorang yang nggak segan menelusuri suara rintihan tanpa rasa takut dan menemukan gue terduduk sambil memegangi perut dengan darah yang merembes. Orang itu, Maheesa."

Maheesa menghentikan motornya. Instingnya memang tak pernah salah, buktinya suara rintihan yang ia dengar tadi berasal dari seorang manusia yang membutuhkan pertolongan. Langsung saja pemuda itu menghampiri Aksa.

"Lo nggak apa-apa?"

Betapa terkejutnya Maheesa ketika melihat cairan merah mengotori tangan Aksa yang berusaha menahan pendarahan di perutnya. Keringat dingin membasahi dahi, kedua alisnya bertemu menahan rasa sakit.

Dengan cepat Maheesa merobek kaosnya dan melilitkannya pada perut Aksa dengan kencang. Beberapa saat masih bisa tertahan. Tapi ia harus segera membawa Aksa ke rumah sakit bagaimanapun caranya.

Kau Rumahku, JuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang