Tragedi Kecoa

35 10 1
                                    

Pukul 7.40, Arya masih belum datang juga. Padahal perkuliahan pertama itu ada di jam 8 pagi, dan keduanya harus tepat waktu. 

Berulangkali Nara mengecek keluar pintu pagar, melihat arah jalan utama, namun tidak ada tanda-tanda Arya muncul dari sana. Kembali lagi ke kursi dan mengecek ponselnya. Berharap ada pesan dari pemuda itu.

"Belum pergi?" Tanya Tani yang menenteng plastik sampah. 

Melihat itu Nara berdiri untuk membantu. Tani tersenyum saat mendapati perlakuan itu.

"Belum, Bu." Jawab Nara tanpa melihat Tani. "Biar Nara yang buangin."

"Makasih ya." Nara mengangguk. "Nanti kalau Arya udah datang, hati-hati kalian di jalannya. Ibu mau nyuci dulu."

Seperginya Tani ke dalam rumah, Nara mengangkat plastik sampah itu menuju tempat pembuangan yang tidak jauh dari rumah. 

Setelah selesai, Nara mencuci tangan dan kembali menunggu Arya. Tak berselang lama Arya datang dan parkir di depan gerbang rumahnya.

"Arya, kamu ke mana aja? Udah jam 7.58."

Arya tersenyum, ia membuka helm dan turun dari motornya. "Maaf ya? Aku kesiangan bangunnya." Ujarnya.

"Ya ampun Arya kamu kenapa lagi?" Tanya Nara ketika melihat kening Arya diberi plaster dan kening di bagian lain memar.

Tidak menjawab, Arya memilih untuk menarik Nara ke dalam pelukannya. Gadis itu terhenyak kaget namun tak menolak. Di pelukan itu, Arya menangis tanpa suara. 

Makin erat ia memeluk Nara karena ia percaya Nara dapat menyembuhkan luka di hatinya. Nara tertegun ketika mendengar isakan Arya. Perlahan Nara mengelus punggung Arya, menepuk-nepuk untuk menenangkan pemuda itu. 

Nara memberi ruang untuk Arya meluapkan segalanya dan menunggu pemuda itu bercerita tentang apa yang terjadi padanya.

"Jangan pernah ninggalin aku, Nara." Aku sendirian di sini. Lirih Arya.

"Aku gak akan ke mana-mana Arya, aku bakal selalu ada di samping kamu." Jawab Nara dengan tulus.

"Makasih." Arya mengeratkan pelukannya, mencium kening Nara sekilas, lalu kembali memeluk gadis itu.

.........

"Arya!" 

Nara mencekal tangan pemuda itu. Arya menoleh dengan pandangan tanya. 

"Kamu belum cerita soal nangis tadi di depan rumah aku dan luka-luka di wajah kamu."

"Aku gapapa kok, cuman pengen meluk kamu aja sambil nangis." Senyumnya merekah meyakinkan bahwa ia baik-baik saja.

"Arya, jangan bohong." 

Nara menatap Arya dalam, mencari kebohongan di mata pemuda itu. Arya pun tersenyum, mengusap pipi Nara dan menarik kepala gadis itu untuk mencium keningnya.

"Aku cuman gak mau kehilangan kamu, Nara. Kamu berharga banget buat aku." Ujarnya ketika melepas ciumannya di kening Nara. "Semalam aku mimpi, kalau kamu bakal pergi dari aku, makanya aku nangis. Maaf lebay, aku cowok yang mudah tersentuh." Kekehnya.

"Arya.." Nara menghela napas pelan. "Aku kira ada apa." Arya hanya membalas dengan senyuman. "Terus itu kenapa?" Tunjuk Nara pada kening Arya.

"Ini? Aku semalem kepentok bak mandi. Biasalah aku kalau mandi suka joged gini." 

Arya melakukan pargoy di depan Nara. Orang-orang di sekitar mereka menggeleng dan menertawai Arya.

"Arya udah ih! Malu!" Kekeh Nara.

BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang