11 : Mie instan

13K 182 1
                                    

Abra menggendong Anin dengan bridal style dengan Anin yang hanya menggunakan kemeja hitam milik Abra yang kebesaran dan menjadi Kemeja oversize saat digunakan oleh gadis, eh ralat, wanita muda itu. Abra mendudukan Anin di kursi pantry yang menghadap ke arah dapur. Setelah menunjukan letak dimana Mama Karin menyimpan mie instannya, Anin duduk dan memperhatikan suaminya yang kini sedang berlagak seperti chef ternama. Dua mangkuk mie instan dengan telur setengah matang sudah tersaji di hadapan sepasang suami istri itu, Abra senang melihat senyuman bahagia istrinya.

"Bahagia itu sederhana ya mas?" tanya Anin seraya menyambut mangkuk mie instannya dengan penuh senyum, 

"Iya, olahraga sama kamu terus isi tenaga lagi pake mie instan, abis itu mulai lagi sama kamu" bisik Abra mesum seraya menjilat kuping milik istrinya. 

"Ih mesum!"ujar Anin sembari memukul bahu Abraham. Laki-laki itu hanya tertawa ringan melihat respon sang istri yang menggemaskan. "itu mah ga sederhana Mas!" Seru Anin seraya menggigit tangan Abra. 

"Mas nahan bertahun-tahun loh, Sayang" Ujar Abra seraya memilin puting Anin dari luar kemejanya. Anin menahan nafas dan berusaha agar tidak mendesah disana. Kemudian keduanya menghabiskan mie instannya sampai habis tak bersisa.

"Dulu, mas suka bikinin aku mie instan gini juga" ujar Anin seraya meminum air mineral di hadapannya.

"Tapi, dulu mas cuma anggap kamu anak kecil yang berstatus adiknya sahabat mas" jawab Abraham yang kemudian meneguk air dari gelas yang baru saja Anin simpan. "Kalau sekarang beda, anak kecilnya sudah jadi istri Mas, istri cantik yang paling Mas sayangi" lanjut Abraham seraya tersenyum tulus ka arah Anin. Saat sedang asyik mengobrol berdua, tiba-tiba saja papa Derrel berjalan ke arah dapur.

"Aduh, kirain siapa yang rame-rame di dapur, taunya pengantin baru yang baru keluar kamar nih, gimana aman kan?" tanya Derrel seraya terkekeh, sepasang suami istri itu melihat kaget kearah Derrel.

"Gimana udah di dobrak?" tanya Harridh pada Abra, Abra hanya menggaruk tengkuknya karena diserbu pertanyaan-pertanyaan yang random dari mertua dan sahabatnya yang kini sudah berstatus kakak iparnya.

"Ini nih yang dari tadi sore mama cariin baru keluar jam segini, mana tadi suara uhh ahh nya kedengeran lagi pas Algi lewat" seru Algi seraya menghampir Adik dan iparnya.

Anin melotot menatap ke arah suaminya yang kini mukanya merah padam. Anin hendak membawa dua mangkuk kosong ke wastafel pencucian piring, namun tangannya di tahan oleh Abra dan akhirnya Abra mengambil alih cucian piring olehnya. 

"Padahal sama aku aja Mas" ujar Anin seraya mengambil tissu dan mengelap bibirnya yang berkilau akibat meminum kuah mie instan sampai habis tanpa sisa setetespun.

"sama Mas aja, kasian kamu cape. Katanya masih sakit" ujar Abra jail, sorakan dari arah dapur membuat penghuni lain keluar dari kamarnya, termasuk mama.

"Abra mah kaya papa tau Nin, gaboleh istrinya cape" ujar Karin seraya berdiri di sebelah Derrel

"Kak Harridh mah boro-boro Ma, Nin, yang ada kakak tetep masak sendiri meskipun udah cape di kerjain dia" ujar Susan, istri Harridh, seraya menatap sebal ke arah suaminya yang kini sedang tersenyum ke arahnya.

"Emang gitu, biasanya kalo bukan anak kandung suka beda gitu" ujar Anandita mengompori

"Algi sama Aridh kan papah temuin di sebrang rumah" ujar Derrel jail, mereka bercengkrama sebelum tidur. Abra merasakan kehangatan lain di dalam rumah ini, ramai, berbanding terbalik dengan di rumah orang tuanya yang justru terasa sangat sepi.

"Abra mah keren nahannya bertahun-tahun padahal yang deketin dia cantik-cantik loh de" ujar Harridh,

"terus maksud abang, aku ga cantik gitu?" protes Anin cepat.

"Cantik sayang, kamu cantik banget! kamu paling cantik sayang, gada lagi cuma kamu, kamu yang menang!" jawab Abra cepat, Anin menatap kearah abangnya seraya mengejek.

"Tapi emang beneran de, circle nya Abra itu baik-baik. Abang juga ketularan baiknya sama Abra. Makanya Abang yang paling pertama setuju sama rencana perjodohan kamu" ujar Harridh lagi, "Gue nitip si bungsu ya pak Dosen" ujar harridh seraya menepuk bahu Abra pelan.

"Gue pasti jagain si bungsu lo kok, pak Dirut" jawab Abra seraya balik menepuk bahu kakak iparnya itu.

"Mama, masa Anin kecil-kecil lehernya udah merah-merah tuh Ma!" Seru Anandita jail, Anin yang mengingat tentang pergumulan panas tadi segera berlari menuju suaminya dan bersembunyi di baliknya.

"Mas kakak tuh" adunya seraya memeluk Abra dari belakang,

"katanya sakit, kok lari-lari, sayang?" Tanya Abra,

"Kakaknya tuh mas, masa kakak godain aku sih" adunya lagi. 

Seluruh anggota keluarga Derrel tertawa melihat tingkah anak kecilnya itu.

Melihat Anan dan suaminya yang masuk kamar seraya mesra-mesaraan, "Mama cariin Algi jodoh!" Seru Algi seraya menjatuhkan kepalanya ke meja makan.

"Sabrina tuh bang!" seru Anin, "Sabrina kan suka sama abang dari aku SMA" sambung Anin lagi. Algi menatap ke arah Anin, lelaki itu tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, bagaimana bisa? Seorang Sabrina Lunathea menyukainya sejak SMA dan tidak pernah ia rasakan keberadaannya? 

"Do'ain ya Ma, semoga Algi berjodoh sama sahabatnya Anin" ujar Algi dengan nada penuh harapan, 

"Mana mau Sabrina sama cowok petakilan, manja kaya kamu" jawab Derrel. 

"Ah, papa mah, mematahkan semangat anaknya ah!" Seru Algi sebal.

"Udah ayo pada masuk kamar, udah malem juga. Duluan siapa nih nanti yang gol" seru Karin heboh,

"Duluan kita dong" ujar Harridh seraya merengkuh istrinya yang sedang hamil dari samping,

"Ah, itu mah pasangan lama, gak di ajak!" seru Anan dari balik pintu kamarnya.

"Berisik, mulai aja sana ritualnya!" seru Harridh seraya membawa istrinya berjalan menuju kamarnya.

"Mama, Papa! Algi tidur sama kalian!" seru Algi yang hendak bangkit dari duduknya, namun kemudian di tahan oleh Derrel, 

"Gak bisa!" seru lelaki paruh baya itu, 

"Kita mau mesra-mesraan, dah jomblo!" ejek Derrel yang kemudian menyusul istrinya yang sudah terlebih dulu memasuki kamar utama.

"Sayang ayo kita jangan mau kalah" ujar Abra seraya membawa istrinya dalam gendongannya.

"Ayo lari mas!!" teriak Anin dan diiringi tawa keluarganya.

"Aaaaaaaa, mama papa kenapa Algi jomblo?" teriak Algi dari dapur.

Kini Anin dan Abra sudah berada di kamar Anin lagi. Abra membaringkan Anin di ranjangnya dan ia ikut berbaring setelah melepaskan kaos tipis yang menutupi badannya tak lupa ia pun menanggalkan kemeja hitam yang di pakai Anin. 

"Peluk!" ujar Anin seraya merentangkan tangannya. 

"Selamat malam dan selamat tidur, Mas" ujar Anin seraya mulai memejamkan mata indahnya. 

"Selamat malam dan selamat tidur, sayang" balas Abraham yang kemudian mengecup singkat dahi sang istri. 

Malam itu, Anin tidur berbantalkan tangan kokoh Abra serta mendapat pelukan hangat dari suaminya itu. Mereka saling memberi kenyamanan dalam pelukan itu. Abra tersenyum dalam tidurnya, begitupun Anin yang tersenyum saat mendapat pelukan hangat dan nyaman itu.

Meskipun pernikahan itu berawal dari sebuah perjodohan. Namun, baik Abraham ataupun Anin, keduanya sama-sama menerima dengan hati yang lapang. Keduanya sama-sama berniat kalau pernikahan itu hanya satu kali seumur hidup dan akan menjadi ibadah yang panjang bagi keduany. Kini, Syurga Anin sudah berada pada Abraham, bukan lagi pada sang mama. Anin sudah menerima dan ingin mulai menjalankan semuanya dengan ikhlas dan juga hati yang senang. Agar, pernikahannya bisa menjadi suatu yang membahagiakan, selamanya.

Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang