Chapter 4; Cahaya Biru

140 18 2
                                    

Holaaa~'

Aku berharap aku bisa konsisten menulis sampai akhir bulan Agustus sebelum aktivitas kuliah kembali normal🙌

Selamat membaca🤍

.

.

.

.

.

.

Tidak ada kegiatan menginap, tidak ada porsi lebih japchae.

Jisung merinding selama perjalanannya menuju sekolah, membayangkan apa yang harus ia katakan pada Chenle sedang dalam kepalanya hanyalah cangkang kosong. Sebelum berangkat, ibunya berkata bahwa Chenle menyusulnya semalam, tetapi Jisung sudah menutup akses; pria itu membatalkan kegiatan mereka secara sepihak. Maka beliau menjelaskan dengan berat hati pada sang teman jika Jisung tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Tanpa mendengar lanjutan cerita ibu, Jisung sudah tahu respons apa yang akan diberikan oleh Chenle. Pria itu marah. Tentu saja.

Siapa yang mau ditinggal sendirian di arcade tanpa alasan yang jelas, lebih-lebih menghapus acara tersisa. Jika Jisung mendapatkan perlakuan serupa, ia mungkin akan mendiamkan Chenle sekurang-kurangnya tiga hari.

Saat Jisung membuka pintu kelas, pemandangan akan sosok Chenle yang tengah mencatat menyambutnya. Pria itu tidak memberikan perhatian, tengah mendengarkan musik, juga menjadi alasan ia tidak mendengar suara derit pintu.

Jisung lantas melangkah dengan hati-hati. Dirinya mengenakan pakaian favoritnya sepanjang musim panas kemarin, Chenle pasti mengetahuinya. Seperti yang Jisung duga, begitu ia melewati mejanya, sang teman langsung menarik penyumbat telinga dan menahan lengannya. Tanpa ba-bi-bu, Chenle menyeret Jisung dengan kekuatannya untuk duduk di kursi kosong di hadapannya.

Mind to explain about last night?” Chenle menutup buku dan memberikan atensi penuh.

Jisung menarik lengannya dari cengkeraman pria itu. Bentuk penolakan, tetapi terlalu takut untuk berterus terang. Jadi, ia hanya menatap Chenle dengan sorot memelas. Kode tersirat padanya bahwa ia tidak bisa menjelaskan apa pun, setidaknya untuk saat ini.

Chenle menyadari kodenya lalu menghela napas. “Kau tahu aku menyusulmu keluar, ‘kan? Dan kau tidak ada di mana pun. Aku pergi ke rumahmu, mengayuh sepeda seperti orang gila, dan coba tebak apa yang aku dapatkan? Kau tidak mengizinkanku masuk!”

Denise, gadis di samping Chenle, langsung menoleh. Akan tetapi, Chenle terlalu kesal untuk peduli. “Aku ingin memukul wajahmu, sungguh.”

“Aku tahu, aku bersalah di sini,” Jisung menatapnya. Puppy eyes. “Tapi aku belum bisa menjelaskannya padamu. Situasinya sulit.”

Chenle ingin mengatakan sesuatu yang lebih tajam dan kasar untuk memuaskan hatinya yang membludak dalam protes. Jisung bertingkah aneh, tetapi dia tidak mempercayainya sebagai teman untuk berbagi. Memikirkan kembali usahanya semalam untuk memperjuangkan rencana mereka membuat Chenle tanpa sadar mengepalkan tangan. Ia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 07.55 AM, lima menit lagi menuju kelas. Teman-teman yang lain pun telah tiba di kelas. Chenle tidak bisa membuat keributan sekarang. Oleh karena itu, tanpa menatap Jisung, pria itu lantas berbicara dengan keras.

Get out of my face.”

~*~*~

Jisung tidak berharap banyak akan reaksi Chenle terhadap alasannya. Ia sendiri tahu bahwa itu terdengar konyol, jadi dirinya lebih bersyukur akan fakta bahwa Chenle tidak memukulnya.

ALPHA - Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang