Suara tawa yang terlalu keras. Mengusik tidur Ara yang begitu pulas.
Dengan sisa-sisa kecantikan. Ara mengedip-ngedipkan mata. Matanya semakin melek saat kursi di depan nya tidak ada penghuni.
Punggung nya menegak. Menoleh kekiri, kanan, kedepan dan kebelakang. Kosong. Teman-teman nya sudah nggak ada di kelas.
Ara merinding sendiri jadinya. Jelas-jelas suara tawa tadi tepat di dekat telinga nya.
"Ahahahaha."
Suara tawa keras itu muncul lagi. Tapi suara itu berasal dari luar.
Memandang jendela yang terbuka. Ara berdiri mendekat dan mengintip ke arah luar. Dari jarak yang tidak jauh dari pandangan nya. Ara melihat Gempi, Lili, dan Citra tertawa bersama dengan jalan mundur ke belakang.
Mungkin karena jarak nya masih 50 meter. Ketiga nya sadar sedang di perhatikan.
Dari gerakan bibir Lili. Sepertinya Citra dan Gempi mendapat perintah. Keduanya langsung mengubah posisi berdiri. Gempi di depan, Citra di tengah, lalu Lili di barisan belakang.
3 detik kemudian, mereka kompak goyang bebek ngambang.
Harusnya Ara tetawa dengan tingkah teman laknatnya. Tapi karena ketiganya sedang mengejek. Dia jadi emosi. "Woii!" teriak Ara. Gempi, Lili, dan Citra malah terkekeh disana. Belum puas membuat Ara naik darah. Ketiganya kompak menjulurkan lidah, mengejek gadis itu.
"Gue kejar! mampus lo pada." Kelang 5 detik, ketiga nya lari terbirit-birit.
Heran nya. Bukan nya menyusul ketiga teman nya. Ara malah nyaman berdiri tegak dengan menatap punggung teman nya yang mulai menjauh. "Kampret. Janjinya ke kantin bareng. Gue nya malah di tinggal."
"Ini seragam baru kamu, Ra." kata seseorang yang familiar di telinga Ara.
Ara menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. "Ya?" sahutnya dengan wajah linglung. Padahal cuma di tinggal pergi ke kantin. Tapi wajahnya lesu kayak di tinggal mati laki.
Nanta duduk di kursi kosong di sebelah Ara.
Melihat gestur tubuh Nanta yang duduk di kursi Gempi. Ara ikutan duduk. Agar terlihat sopan.Nanta menompang kepalanya dengan tangan di atas meja mencuri perhatian Ara karena tangan cowok itu berada di atas meja nya.
"Bisa munduran nggak, bang?" Pinta Ara yang sesak nafas duduk terlalu dekat dengan Nanta.
"Nggak bisa. Sama kayak perasaan abang ke kamu. Abang nggak bisa mundur karena udah nyaman."
"Ck. Malah gombal."
Nanta menoel hidung Ara. "Abang serius. Bukan gombal."
Ara memutar bola mata. "Hmm. Iyain aja deh."
"Kan! Mulai.. abang nggak mau ya berantem sama kamu."
"Siapa yang mau berantem?"
"Dari gaya kamu ngomong. Itu tuh ngajak gelud."
Bibir Ara maju ke depan. "Ishh. Suudzon mulu sama anak orang."
"Bukan suudzon. Tapi peka."
Muka Ara langsung julid. "Iya deh, si paling peka." tapi beraninya nyindir dalam hati.
"Ngomong-ngomong. Kamu ganti seragam nya di toiletkan?"
Pertanyaan macam apa itu? Ya jelaslah. "Iyaa. Kalau ganti disini--
"Nggak boleh." sergah Nanta cepat.
Memalingkan muka. Ara bergumam. "Siapa juga yang mau ganti baju di kelas."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ultimate Happines
Genç KurguPacaran harus minta persetujuan. Sudah minta persetujuan di suruh nolak. Pacaran tanpa persetujuan disuruh putus. Di kisah hidup orang lain, ada abang yang tukang ngatur dan nggak ngebolehin adiknya pacaran. Di kehidupan Ara ada kelima sahabatnya...