Fergio berjalan keluar dari ruang gym menuju balkon, diikuti oleh Mark di belakangnya. Kali ini, atas desakan dari sang adik, Fergio pun memutuskan untuk menceritakannya.
Mark dan Fergio berdiri saling berhadapan. Kali ini, Mark terlihat lebih mendominasi. Ia menunggu kakaknya membuka suara. Sedangkan Fergio mulai menarik napas. "Dia anak dari pembunuh ayah!" tuturnya to the point.
Mark mengerutkan kening. "Karena itu kau menikahinya?" Mark terlihat mengigit kedua bibirnya, mencoba untuk menahan emosi. "Kak, apa kau sudah gila? Dia tidak bersalah!" sungut Mark.
"Kau bilang aku sudah gila?" Fergio terkekeh. Ia tidak percaya jika Mark justru akan membela gadis itu. Ia pikir Mark akan sama marahnya saat mengetahui kenyataan tersebut. Ternyata pria itu salah.
"Kau berniat balas dendam pada gadis yang tidak tahu apa-apa? Apa kau tidak memikirkan bagaimana perasaan dia?"
"Justru karena dia tidak mengetahui apa-apa, aku akan membuatnya menderita! Aku akan membuat dia terus berpikir kenapa takdir hidupnya sangat buruk! DIA HARUS MERASAKAN APA YANG AKU RASAKAN!" Emosi Fergio membludak. Tangannya mengepal erat menampilkan urat-urat yang mulai menegang di permukaan kulitnya.
"Merasakan rasanya kehilangan kedua orang tua? Itu maksudmu? Lalu apa untungnya bagimu?"
"Suatu saat ketika dia tahu jika penderitaan dirinya berasal dari kedua orang tuanya, dia pasti akan membenci mereka. Kita lihat dari sudut pandang lansia itu, bukankah dibenci orang yang paling kita cintai itu sangat menyakitkan?"
"Kau bukan hanya menyakiti kedua orang tuanya, tapi kau juga akan menyakiti gadis itu. Apa kau tidak memikirkan itu? Kau tidak boleh menyalahkan dia atas kesalahan orang tuanya!" sungut Mark.
"Aku tidak peduli! Ingat Mark, mereka yang telah membuatku seperti ini. Jika aku harus membunuh mereka pun, aku tidak akan segan-segan untuk melakukannya," tegas Fergio. Pria itu pun berjalan masuk dan meninggalkan adiknya.
Mark hanya mematung mendengar penuturan kakaknya. Ia memang terkejut mendengar bahwa Kylie adalah anak dari pembunuh ayahnya, tapi ia lebih terkejut karena ambisi kakaknya yang tidak masuk akal.
Dari dulu Fergio berjanji untuk mencari keluarga pembunuh ayah mereka, tapi Mark tidak menyangka jika ambisinya akan segila ini.
Mark tidak menyangka jika balas dendam yang Fergio maksud akan melibatkan orang lain yang kemungkinan tidak mengetahui tragedi itu.
Mark berjalan kembali memasuki ruang gym, ia melanjutkan aktivitas yang sebelumnya tertunda. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu ruangan.
Mark mendapati Kylie tengah berdiri di ambang pintu dengan senyuman manis di bibirnya. Mark kembali teringat rencana kakaknya, ia tidak tega melihat gadis itu terluka, haruskah ia menceritakan rencana kakaknya kepada Kylie? Tapi itu sama saja ia mengkhianati kakaknya sendiri.
"Mark, bolehkah aku masuk?" Suara Kylie membuyarkan lamunan Mark.
"Ah maaf, Kylie. Kemarilah!" tutur Mark.
Kylie berjalan mendekati Mark dengan senyum yang belum pudar di wajahnya.
"Ada apa, Kylie?"
"Tidak ada, aku hanya ingin berkeliling rumah ini." Kylie melemparkan seulas senyuman.
"Mau kutemani?"
Kylie melirik barbel di tangan Mark. "Tapi kau sedang berolahraga, Mark."
"Tidak masalah aku sudah selesai," kilah Mark.
"Benarkah?"
"Ya! Aku akan mandi terlebih dahulu, tubuhku terasa lengket." Mark terkekeh kemudian menaruh kembali barbel yang belum sempat ia gunakan, kembali ke tempatnya.
Kylie mengangguk. "Aku akan menunggumu di balkon."
🍁🍁🍁
Setelah selesai mandi, Mark menghampiri Kylie lalu mereka pun mulai mengeksplor mansion ini.
Mark bukan hanya menunjukkan isi rumah itu. Namun ia juga menjelaskan dengan sangat detail apa saja yang ada di rumah besar ini.
"Rumah ini memiliki sepuluh kamar tidur, beberapa dapur yang jarang terpakai, bar, empat jalur bowling, salon, gym, teater 30 kursi, trek lari dan garasi bawah tanah untuk 60 mobil, dengan dua turntable otomatis." Penjelasan Mark mampu membuat Kylie membelalakkan mata. Ia sudah mengeksplor rumah ini sebelumnya tapi ia belum menemukan semua itu.
"Bukan hanya itu, semua pintu di rumah ini sudah dilengkapi dengan teknologi tinggi, kakak selalu menginginkan sesuatu yang spektakuler."
Kylie mengangguk, satu fakta baru mengenai suaminya telah ia dapatkan.
"Lantas mengapa Tuan Osvaldo membangun rumah di atas bukit? Bukankah itu akan mengeluarkan dana yang sangat besar?" tanya Kylie.
"Kakak sangat suka menikmati sunrise di atas pegunungan, sama sepertimu yang begitu suka melihat sunset. Lagi pula, rumah ini tidak dibangun sendiri. Kakak memaksa penghuni sebelumnya untuk menjual rumah ini kepadanya. Setelah itu kami sedikit merenovasinya." Mark terkekeh seraya melirik Kylie.
Kylie hanya mengangguk paham. Sepertinya dana bukanlah sebuah masalah untuk memenuhi keinginan mereka. Tapi haruskah ia memaksa seseorang untuk menjual rumah yang masih ditempati? Keterlaluan.
"Kakak adalah orang yang ambisius, dia selalu bilang bahwa peluang itu seperti sunrise. Jika kau menunggu terlalu lama, kau akan melewatkannya," tutur Mark
"Ya! Dia benar, tapi sunset selalu lebih bijak dari pada sunrise."
"Kenapa?"
"Karena matahari tenggelam selalu memberi pengalaman di setiap harinya. Tak hanya itu, sunset juga menjadi bukti bahwa apa pun yang terjadi selalu dapat berakhir dengan indah," ujar Kylie.
Di sela-sela langkahnya, Mark melirik ke arah gadis itu, Mark sadar jika filosofi yang Kylie berikan merupakan pengibaratan kehidupan Kylie senditi. Ya, dia sedang menguatkan dirinya sendiri dan yakin jika kehidupannya akan berakhir dengan indah.
"Tentu saja, dan menurutku selama matahari terbit, kehidupan seseorang masih bisa berubah jauh lebih baik," tutur Mark.
"Ya," tutur Kylie dengan seulas senyum di wajahnya.
Kali ini Mark menghentikan langkahnya dan berdiri menghadap Kylie. "Mungkin keduanya memang berbeda. Namun, tujuan kalian menyukai salah satunya tetaplah sama, yaitu menanti dan menikmati keindahannya."
Kylie balas menatap Mark, seolah mengerti apa yang pria itu bicarakan. Gadis itu kemudian berucap pelan. "Tapi Sunrise dan Sunset tidak akan pernah bisa bersama."
Kylie kembali melanjutkan langkahnya. "Aku baru menyadari bahwa di mansion ini sangat banyak pelayan, dan bodyguard." Gadis itu mengalihkan pembicaraan. Mereka kembali membahas rumah yang saat ini mereka jelajahi.
Hari sudah mulai petang tujuan terakhir mereka adalah rooftop. Mereka memilih menghabiskan waktu di sana untuk menikmati senja bersama.
"Mansion ini lebih luas dari yang aku kira. Kalian hanya tinggal berdua di rumah semewah ini?" tanya Kylie.
"Ya!" balas Mark singkat, pria itu menatap matahari yang perlahan mulai tenggelam.
"Kudengar orang tua kalian telah lama meninggal?" Kylie bertanya hanya untuk memastikan.
"Kau tahu dari Esther?"
"Iya, dan aku turut berduka cita."
Mark mengangguk, tersenyum kemudian mengacak rambut Kylie. Membuat gadis itu menatap intens ke dalam mata silver Mark. Sebuah getaran ia rasakan di dalam hatinya.
Perasaan apa ini?
🍁🍁Bersambung🍁🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
Unhappy Queen [ 18+ END ]
Romans[Berlatar di Amerika] Pertemuan tanpa sengaja yang mengantarkan Kylie Stephanie Caldwell pada sebuah kesengsaraan. Penculikan yang terjadi, membuatnya jatuh pada sosok pria dingin yang tak mempunyai hati. Kylie memang dilepaskan. Namun, bukan berart...