Seorang pria tua dan gadis tuli

24 3 0
                                    

Sebuah pemandangan mengerikan menyambut mereka saat sampai di rumah, kondisi rumah sudah sangat berantakan dan hampir rubuh. Yanto yang melihat pemandangan itu langsung terduduk lesu, otot-ototnya tidak kuat untuk menahannya berdiri.

"Kek!" Indigo dengan sigap tetap berjaga di sampingnya.

"Amhiraa!" panggil Jingga sambil berlari menuju rumah.

"Angga!" Toska menarik Jingga agar tidak mendekati rumah itu, siapapun yang berada di sana pasti sudah tidak dalam keadaan baik-baik saja.

"Khakak?! Adhek?!" Jingga panik, dia kembali bertingkah di luar kendali, tangannya mulai menarik rambutnya berkali-kali.

"Angga! Hentikan!" Toska menahan tangan Jingga agar tidak menyakiti dirinya sendiri.

Maron yang melihat adiknya kesakitan langsung ikut menenangkan Jingga. "Angga, ini kami... Tidak apa-apa, aku yakin mereka baik-baik saja, tenanglah..."

Air matanya keluar dari kelopak matanya, nafasnya terengah-engah dan dia terlihat panik bercampur bingung.

"Tenang... Tenang... Ada kami, oke?" Maron memegang wajah Jingga yang membuatnya sedikit merasa tenang, perlahan Jingga mulai mengangguk.

Maron mulai melihat sekeliling mencoba menemukan sosok yang setidaknya tidak terlihat berantakan ataupun satupun luka di tubuhnya. "Oke, mereka pasti tidak jauh dari sini–"

"AAAAKH!" Amira berteriak dari kejauhan, dibelakangnya terdapat Kemuning dan Violet yang juga terdiam dengan mata terbelalak.

Mereka baru saja tiba dari bank sampah untuk menukarkan sampah daur ulang menjadi uang, lembaran kertas yang dibawa Amira berjatuhan di atas tanah ketika melihat rumahnya sudah berantakan.

"Kek?! Kakek?!" suara Indigo saat memanggil Yanto terdengar menakutkan, nadanya terdengar khawatir dan tangannya tak berhenti menggoyangkan tubuh keriput kakek itu.

"AAAAAKH!" Amira langsung berlari menuju kakeknya yang masih diam terduduk di atas tanah.

Azul membaringkan tubuh kakek Yanto dengan perlahan, matanya sudah tertutup dan Azul mulai memeriksa detak jantungnya. "Ambulans..."

"Apa yang terjadi?" tanya Maron merasa tidak enak.

"AMBULANS! DETAK JANTUNGNYA MELEMAH! CEPAT!!"

###

Amira terisak di samping ruang UGD, dua gadis dengan setia duduk di sampingnya dan berusaha menguatkannya.

"[Kami akan tetap disini, tenang saja...]"

"[Kami akan pastikan semuanya akan baik-baik saja.]"

Ingatan tentang perilaku baik Yanto seperti seorang ayah bagi mereka, perbuatan orang kurang ngajar yang sudah menghancurkan rumah Yanto dan Amira pastinya berhubungan langsung dengan para preman di pasar.

"Bagaimana rencananya?" tanya Toska.

"Kita kembali dan berpencar, beberapa ke pasar dan ke rumah para tetangga, jika semuanya memang berhubungan dengan preman itu, kita langsung serbu markasnya." Azul menjelaskan dengan suara pelan.

"Bagaimana senjata kita?" tanya Maron.

"Kalian kuat kan? Serang saja pake tangan kosong." Azul terdengar ikut emosi.

"Tak ada jaminan kalau mereka memang punya senjata." Toska sepertinya sependapat dengan Maron. "Akan bahaya kita langsung menyergap tanpa membawa senjata cadangan."

"Kita hanya punya senjata tajam kecil, Kemuning punya tongkatnya, aku dan Azul punya kerambit, sisanya gunakan tangan kosong?" ucap Azul.

"Aku terpikir ide untuk mencuri bahan di rumah sakit," saran Indigo. "Mungkin kak Azul paham beberapa bahan yang bisa digunakan untuk obat penenang."

RUN AWAY : TeenagersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang