Happy Reading!
Altar pengantin menjadi pusat gravitasi seluruh pasang mata di ballroom. Atensi mereka tidaklah terpusat pada pasangan pengantin baru melainkan sosok anak adam yang dengan berani melamar gadis pujaanya di depan umum.
Kedua pipi si gadis memerah entah lantaran tersipu atau menahan malu. "Sasuke hentikan," lirihnya.
Sasuke melirik singkat, merogoh kantong celananya lantas mengeluarkan isi dari dalam kotak persegi kecil berwarna navy yang ia beli mendadak ketika Sakura didandani.
"Aku sudah melamarmu di depan Hinata," Sasuke berujar lirih, tubuhnya menghadap sempurna ke arah Sakura, mengangkat jemari kiri si gadis setinggi pinggang kemudian menyematkan emas kuning di jemari manisnya. "Bersedia menikah denganku lusa?"
"Matamu lusa," kesal Sakura.
Kini pikiran positif dan negatifnya saling tumpang tindih. Pandangannya menelisik netra hitam didepannya, terlalu gelap, pekat, dan buram hingga tak terbaca secuilpun.
Pria didepannya ini kenapa gampang sekali mengajak menikah seorang gadis. Kenapa tidak gugup, kenapa tidak gemetar, kenapa bicaranya tidak belepotan padahal di depan banyak orang.
"Sakura ..." Pandangan Sasuke menyipit. "Kau tidak berniat menolakku didepan banyak orang bukan?"
"Kau serius ... mau denganku?"
"Jangan tanya lagi," Sasuke mencondongkan tubuh mencium sekilas pipi kiri si gadis. "Terima kasih, ayo pulang."
Hal ini agaknya membuat para tamu undangan menahan napas dan pengantin pria mendengus keras. Demi Tuhan, ini acara pernikahannya kenapa jadi ajang lamaran dadakan si bayi babon sih.
Kelopak mata Sakura berkedip lambat. Apa-apaan ini, kenapa kepalanya mendadak pusing, kenapa gemuruh tepuk tangan terdengar riuh, kenapa Sasuke menyeretnya lagi. Ya Tuhan terlalu banyak kenapa dikepalanya sekarang.
"Ya Tuhan bocah itu," gerutu Madara.
"Kenapa dengan Sasuke, dia sudah bersikap seperti pria sejati," Kaguya melirik sinis. "Memangnya dirimu yang baru melamarku setelah tujuh tahun pacaran dan hendak dijodohkan."
Bibir Madara tertutup rapat tak berniat membalas. Ingat pasal satu ayat satu, Sasuke selalu benar di mata isterinya. Tubuh tegap sedikit kakunya teralihkan pada dua anak adam yang melangkah mendekat.
"Kenapa tidak bilang jika ingin melamar Sakura-chan nak, mama kan bisa membuat acara khusus untuk kalian," dagu Mikoto terangkat ke arah Itachi. "Lihat wajah kakakmu itu, tak enak dilihat rasanya."
Sasuke melirik singkat ke arah kakaknya. "Akan ku bayar kompensasi nanti."
"Sombong," cibir Madara.
"Jika kau lupa sebagian besar adalah turunanmu," tukas Kaguya.
"Bela saja terus cucumu itu."
"Ayah ibu sudah jangan bertengkar," Netra hitam Mikoto mengiba ke arah ayah mertuanya. "Tolong maafkan Sasuke-kun ayah, dia-"
"Tidak perlu minta maaf menantuku, apa yang dilakukan cucuku sudah benar kau tidak perlu mendengar gerutuan pria tua ini."
Madara mendengus pelan. Meskipun dulu ia selalu membanggakan dan memamerkan cucu bungsunya didepan rekan kerjanya, nyatanya semakin kesini tahta tertinggi di hati sang isteri atas namanya sudah lengser tak tersisa sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vibrasi
Teen FictionGetaran yang ia rasakan kali ini sungguh melampau batas, terasa asing, mendebarkan dan menyenangkan. Disclaimer @Masashi Kishimoto