Suasana taman mulai dipadati dengan pengunjung. Beberapa pedagang ada yang mulai menggulug barang dagangannya dan ada juga yang baru membukanya. Ada yang memilih berjualan di siang hari, ada juga yang berjualan di malam hari. Jika malam hari, tempat ini kadang di penuhi dengan muda-mudi yang asik berpacaran. Ada juga keluarga yang mungkin baru memiliki kesempatan keluar setelah seharian bekerja.
Pria itu berdiri di tengah orang yang lalu-lalang. Sedang sudut matanya sibuk mencari si pria kecil itu. "Dimana pria kecil itu," gumamnya.
Menyerah. Arland memilih duduk di bangku tempat dimana ia bertemu dengan pria kecil itu. Langit sudah semakin sore. Waktunya untuk kembali pulang mengingat ia memiliki agenda selepas maghrib bersama santri dan pengurus pondok. Sebelum memutuskan pulang, Arland mengambil beberapa gambar dengan kamera miliknya. Tawa dari anak-anak yang asik bermain dengan keluarga mereka berhasil Arland abadikan. Ia akan menyimpannya lagi nanti.
"Itu dia! Hei, Hei. Pria kecil!" Arland memanggil.
Tidak jauh darinya, pria kecil itu berdiri dengan keranjang roti yang masih terlihat penuh.
"Hei, pria kecil!"
Beberapa kali panggilan Arland tidak pria kecil itu dengar. Dengan kesal Arland berjalan ke arahnya yang sibuk menawarkan roti kepada para pengunjung.
"Hei, pria kecil!"
Pria keci itu menengadah. Tepat dibelakangnya Arland berdiri dengan napas terengah-engah. Sudut matanya memicing dengan, wajahnya nampak kesal. Sedang pria kecil itu menatap Arland dengan bingung "Paman," ucapnya pelan.
Pria itu tidak berkata apa-apa selain duduk di tepi jalan dan menepuk pembatas jalan agar pria kecil itu ikut duduk.
"Ada apa paman?"
"Roti kemarin lebih. Saya mau membayarnya."
"Paman, aku melebihkannya untukmu. Tidak perlu di bayar."
"Hei, kenapa kau begitu keras kepala."
Pria kecil itu lantas tersenyum hangat. Senyumnya itu, begitu tulus. Arland bahkan lupa kapan terakhir kali ia tersenyum setulus itu. Mata pria itu memicing, tangannya asik menyodorkan uang pada pria kecil.
"Paman begitu baik. Kemarin aku ingin membelikan ibu kaus kaki karena kaus kakinya sudah berlubang. Roti masih sangat banyak dan paman membelinya semua. Dengan uang paman, aku bisa membelikannya. Roti itu sebagai bentuk terimah kasihku karena paman sudah mau membeli semua roti ibu, " jelas pria kecil itu.
Mendengarnya. Arland tersenyum, pria kecil rupanya adalah anak yang begitu mencintai ibunya.
"Hah, kau mengingatkanku pada ibuku. Menyebalkan."
"Paman lucu."
"Apanya? Apa aku mengingatkanmu pada Ayahmu juga?" protes Arland. Matanya kembali memicing. Namun kali ini senyum pria kecil terlihat berubah.
Arland kembali mencomot roti. Ia memkannya dengan mata memicing melihat perubahan raut wajah pria kecil.
"Tidak paman."
"Lalu?"
"Harusnya paman sedih. Kenapa mengingat ibu paman, bisa jadi menyebalkan?"
"Itu karena aku sudah tidak punya ibu."
"Maaf paman, aku tidak bermaksud," ucapnya sopan.
Arland lantas menoleh dan mendapati wajah pria kecil yang juga menatapnya.
"Apa Ayahmu juga sudah meninggal?" ujar Arland kembali lagi ia mencomot roti milik pria kecil.
"Aku kurang tau. Mungkin sudah," ucap pria kecil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Gus (TAMAT 🕊️)
RomanceGus Arland adalah seorang cucu kiyai, penerus pesantren yang sangat di hormati. Namun, di balik itu ia memiliki masa lalu yang cukup kelam. Masa lalu Gus Arland ini membuatnya tidak bisa menjalani hidup. Sekitar 10 tahun yang lalu, ia menjalin hubun...