13. Titik Terang

161 23 35
                                    

💙Selamat Membaca💙

Aji, Keshwari dan Andaru sudah duduk bersama di ruang tamu rumah itu. Namun tidak satu pun dari mereka yang memulai obrolan. Daru masih sakit jadi memilih diam, tetapi sesungguhnya dia ingin melihat reaksi dari Ibu dan guru bahasa Inggrisnya itu. Ada sebuah perasaan yang sulit dia jelaskan kepada lelaki dewasa itu. Walau berkali-kali hatinya mengatakan jika itu mustahil. Sedangkan Aji, jantungnya tiba-tiba berdebar seperti orang yang habis minum obat tetapi belum makan  membuatnya susah untuk sekedar berbicara. Beda lagi dengan  Keshwari, wanita merasa seperti menelan biji Kedondong yang membuat tenggorokannya terasa sakit bahkan untuk sekedar mengeluarkan suara. Ditambah lidahnya mendadak kelu seakan melengkapi untuk membuatnya tetap diam.

Beberapa saat dalam kebisuan, akhirnya Keshwari membuka obrolan, "Pak Aji, mau minum apa?" tanya wanita itu setelah berhasil  mengumpulkan kekuatan.

"Oh, tidak usah repot-repot, Bu. Saya hanya mengantar Daru saja." Sangaji menjawab dengan suara sedikit terbata.

"Tidak apa-apa, Pak. Saya buatkan dulu sebentar."

Kemudian Keshwari beranjak ke dapur untuk membuatkan Aji minuman. Sesampainya di sana, wanita itu memegang dadanya yang sedari tadi berdetak tidak karuan. Benarkah apa yang dia lihat? Lelaki itu kembali muncul dan kini menjadi seorang guru? Rasanya sulit untuk percaya. Bagaimana bisa dia menjadi se'alim' itu? Apakah dia sudah meninggalkan sisi lain yang kelam dari hidupnya dahulu? Atau ini sosok Sangaji yang lain hanya wajahnya saja yang sama?

Setelah bertahun-tahun tidak melihat dan bertemu, sejatinya Keshwari tidak  terlalu ingat bagaimana detail wajah Sangaji. Selama ini dalam bayangannya Daru hanya mirip saja dengan lelaki itu. Namun saat bertemu tadi ternyata Daru seperti cetak biru dari lelaki itu. Ah, mengapa bisa?

Menyudahi lamunan, Keshwari segera kembali ke ruang tamu. Namun rupanya Daru sudah tidak ada di sana hanya ada Aji yang sedang memperhatikan keadaan rumahnya. Hal itu membuat Keshwari bingung dan tanpa sadar reflek bertanya.

"Daru ke mana, ya?"

"Saya suruh istirahat di kamar." Aji pun spontan menjawab.

"Ouh." Keshwa  menanggapi jawaban dari Aji, lalu Ibu dari Andaru itu meletakkan gelas di meja kemudian duduk di sofa yang paling jauh dari tempat Aji duduk. "Silakan diminum Pak."

"Terima kasih, Bu. Padahal tidak perlu repot-repot." Basa-basi Aji. Padahal dia memang sangat haus.

"Ah, tidak repot kok , Pak. Jadi Daru kenapa, ya, Pak?"

"Oh, jadi tadi Daru sakit di sekolah, muntah, pusing dan demam lalu saya bawa ke klinik untuk diperiksa, Bu," Aji mulai menerangkan.

Keshwa tentu saja kaget, saat berangkat sekolah tadi Daru baik-baik saja, tidak terlihat atau mengeluh sakit. "Sakit? Padahal tadi pas berangkat dia kelihatan baik-baik saja, Pak?"

"Ya, Bu. Bahkan tadi saat pelajaran saya di jam pertama pun dia tidak apa-apa, kok. Kata Daru tiba-tiba saja merasa mual dan ingin muntah saat pergantian jam pelajaran ke tiga."

"Mual sampai muntah?"

Aji mengangguk, "Iya, Bu sampai muntah, setelah itu baru pusing dan demam."

"Lalu bagaimana hasil pemeriksaannya, Pak?"

"Alhamdulillah, tidak ada yang serius. Kata Dokter yang memeriksa tadi, Daru mengalami infeksi saluran pencernaan tetapi tidak parah."

"Alhamdulillah. Terima kasih, Pak dan maaf sudah merepotkan," ucap Keshwa tulus.

"Sama-sama, Bu, itu sudah menjadi tugas kami, Bu, tidak merepotkan sama sekali."

"Sekali lagi, terima kasih. Ah, sampai lupa, silakan diminum keburu dingin, Pak!"

Bukan Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang