Pagi ini Wulandari merasa tidak enak badan. Perutnya terasa seperti diaduk-aduk.
Sebenarnya sejak dua hari lalu, sekembalinya dari Kembang Arum, Wulandari merasa tidak enak badan. Entahlah, mungkin karena ia sudah terlalu nyaman tinggal di tanah kelahirannya dan tidak ingin kembali ke Tirta Wungu, sehingga sulit beradaptasi lagi. Namun gejalanya tidak separah sekarang.
Wulandari tak bisa lagi menahan mualnya. Isi perutnya keluar, mengotori lantai.
"Astaga, Kanjeng Putri!" Gati berseru panik melihat Wulandari memuntahkan isi perutnya. Mukanya sudah terlihat pucat dan kuyu. Untunglah di dekat mereka ada baskom kosong yang bisa digunakan untuk menampung muntahan.
"Ada apa, Gati?" Prabaswara cukup terkejut dengan seruan Gati. Ia baru saja selesai berendam. Betapa terkejutnya ia melihat istrinya muntah.
"Apa yang terjadi padamu, Dinda?!" Prabaswara menjadi sangat panik. Ia takut Wulandari keracunan makanan.
"Ada sesuatu yang tidak enak yang membuatku mu-" Hoek. Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Wulandari kembali muntah.
Prabaswara menyodorkan segelas air. Wulandari meminumnya sedikit, kemudian memuntahkannya.
"Sebentar, Kanjeng Putri. Saya ambilkan obat pereda mual."
"Tidak perlu, Gati."
"Ya, Kanjeng Pangeran?" Gati mengernyit bingung.
"Kita langsung panggilkan tabib saja. Kenangkali!" Prabaswara berseru memanggil abdinya.
"Saya, Kanjeng."
"Tolong panggilkan tabib istana."
"Baik, Kanjeng." Kenangkali mempercepat langkahnya untuk memanggil tabib istana.
Wulandari masih saja muntah. Prabaswara mengurut lembut tengkuk Wulandari, berharap serangan mualnya bisa mereda. Sementara Gati mulai membersihkan lantai yang terkena muntahan.
Pikiran Prabaswara berkelana. Apa yang menyebabkan Wulandari muntah hebat seperti ini? Apakah benar keracunan makanan? Tapi mereka selalu makan makanan yang sama! Jika Wulandari keracunan, harusnya ia juga.
Prabaswara teringat sesuatu yang membuatnya seketika tegang. Tidak mungkin Wulandari mual-mual karena sedang mengandung, bukan?
***
Tabib yang dipanggil Kenangkali datang sepuluh menit kemudian. Prabaswara langsung mempersilakan tabib untuk memeriksa keadaan istrinya. Ia sendiri berdiri di samping ranjang.
"Apa yang menyebabkan Adinda muntah, Tabib? Apakah keracunan makanan?"
"Tidak, Kanjeng. Saya tidak menemukan tanda-tanda racun dalam tubuh Kanjeng Putri."
"Lalu... apakah ia... mengandung?" Prabaswara bertanya pelan. Jantungnya berpacu lebih cepat kala mengucap kemungkinan satu ini.
"Tidak juga, Kanjeng."
"Benarkah?" tanya Prabaswara memastikan.
"Benar, Kanjeng. Kanjeng Putri hanya tidak enak badan. Mungkin karena kelelahan setelah kembali dari Kembang Arum."
Prabaswara menghela napas lega. Wulandari tidak keracunan, juga tidak sedang mengandung. Kekhawatirannya mulai mereda.
"Saya akan memberikan obat pereda mual dan penambah nafsu makan. Lazimnya orang yang baru saja muntah, mulutnya rasanya asam, tidak enak untuk makan. Namun Kanjeng Putri harus tetap makan mengingat Kanjeng Putri muntah cukup banyak. Saya akan racik dulu obatnya."
"Terima kasih, Tabib." Prabaswara kembali duduk di sisi Wulandari, tersenyum lega.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Prabaswara [Complete√] ~ TERBIT
RomancePrabaswara adalah pangeran Kadhaton Tirta Wungu yang kehadirannya antara ada dan tiada. Prabaswara kerap mendapat perlakuan buruk dari keluarganya. Ia sangat takut tak ada putri yang mencintainya karena status dan kondisinya. Wulandari adalah putri...