Semenjak kepulangan Arland, Kiai Husein tetap duduk di sisinya ketika pria itu tidak berucap sama sekali. Wajahnya yang penuh luka ia biarkan mengering tanpa di obati. Sorot matanya sayu, mungkin ia benar sudah gila.
"Wahai anakku, ada apa denganmu?"nujar Kiai sembari mengusap-usap lengan Arland. Egonya lenyap seketika ketika cucu kesayangannya pulang dengan badan penuh luka. Berita di keroyok-nya Arland telah sampai kepadanya di bawa oleh para santri yang menyelematkan Arland dari ke salah pahaman tadi. Namun sekarang keadaannya yang seperti ini tambah membuat Kiai Husein bertanya-tanya.
"Tidak Baba,sungguh."
"Lalu kenapa orang-orang itu mengeroyokmu? Apa yang kau lakukan Gus Arland?"
"Itu cuma salah paham,"jelas Arland.
"Baiklah jika seperti itu. Jangan membuatku khawatir. Kau sebentar lagi akan melamar Safiyyah. Perbaikilah dirimu. Apa yang akan di pikirkan calon mertuamu jika melihat wajahmu yang seperti ini, nak."
Arland menatapnya dengan sorot mata memohon. "Aku tidak ingin menikahi gadis itu," ujarnya.
"Nikahilah gadis itu karena agamanya nak, maka kau akan beruntung."
Setelah berujar demikian Kiai Husein kemudian pergi meninggalkan Arland. Seolah ia benar-benar tidak mau menerima alasan apapun dari Arland. Setelah sang Kiai pergi, Ameera menyembulkan kepalanya dari balik pintu. Gadis itu datang sedengan kain dan kotak berisi obat-abatan. Gadis itu tersenyum lembut sebelum duduk di sebelah Arland.
"Ameera obati ya, Mas."
"Mas kenapa?" Ujar Ameera, dengan lembut gadis itu membersihkan luka di pipi Arland.
"Saya tidak punya tenaga untuk membahagiakan orang lain, Ameera."
Ameera yang mendapatkan jawaban demikian mendongak menatap Arland yang terlihat tenang meskipun Ameera membersihkan luka itu dengan alkohol.
"Ameera pikir saat kita dewasa kebahagian tidak lagi penting, Mas."
Arland tersenyum tipis. Hampir tidak kelihatan. Arland mengelus kepalanya dengan sayang. "Semua orang berhak bahagia di dunianya, Ameera, " ujarnya.
"Memangnya, Mas bahagia kalau terus-terusan mengecewakan Baba? Mas hanya di minta menikah, Mas. Kak Safiyyah juga perempuan yang baik."
"Kau pikir jika saya menikahi Safiyyah gadis itu akan bahagia? Ini bukan cuma tentang kebahagiaan Baba, Ameera."
"Kak Safiyyah juga suka sama Mas, kenapa dia tidak bahagia?"
Pria itu lantas meraih kedua tangan Ameera sambil menatapnya dalam. "Menikah itu, ibadah seumur hidup. Mungkin satu dua hari dia masih bisa menerima kenyataan kalau saya tidak menginginkannya. Tapi dia tidak akan pernah sanggup seumur hidup tidak merasakan cinta, Ameera.
"Mas nanti pasti akan mencintai kak Safiyyah, Ameera yakin."
"Tidak ada perempuan yang sanggup menikahi laki-laki yang masih mencintai masalalunya, Ameera."
"Keisari sudah mati, Mas!"
"Cukup! Keluar Ameera!"
Suara lantang itu kembali menggema. Ameera yang melihat amarah Arland lantas bergegas keluar dari kamar sang Gus. Arland mengusap wajahnya dengan kasar. Mengapa ia tidak bisa mengendalikan diri? Ini sudah yang kedua kalinya. Rasanya, hati Arland ter iris setiap kali ada yang menyinggung Keisari.
Pukul 4.11
Sebentar lagi azan berkumandang membangungkan para santri yang masih nyenyak di atas kasur. Sementara di tempat berwudhu, banyak pula santri yang mengantri. Arland berbaring di dalam masjid, tangannya ia lipat kebelakang leher sebagai bantalan. Matanya menatap langit-langit masjid dengan perasaan berkecamuk. Berulang kali Arland menghela napasnya pelan untuk sekedar menenangkan hatinya. Istighfar juga tidak pernah luput dari ujung lidahnya.
"Paman."
Arland terkesiap. Hanya hitungan detik hingga pria itu berdiri tegap. "Pria kecil,"ujarnya, pandangannya mencari sang pemanggil."
"Paman?"
Rupanya, seorang anak kecil yang memanggilnya. Pria itu lantas duduk kembali. "Ada apa?" Ujarnya.
Anak kecil itu tidak lagi berbicara. Tangannya hanya menunjuk seorang muazin yang tengah mengumandangkan azan.
"Oh, Astagfirullah."
Selepas menunaikan sholat subuh, Arland tidak langsung kembali ke ndalem. Pria itu ikut mendengarkan santri yang tengah latihan khutbah yang dilakukan secara bergiliran. Para santri itu terlihat antusias memperagakan. Arland tersenyum tipis. Hampir tidak terlihat. Dulu ia juga berada di sana, berlatih bersama teman-temannya yang sekarang sudah tersebar di segala penjuru. Entah itu menjadi pegawai negri, tentara, dokter, pegawai kantor, staff, dan lain sebagainya. Masa sekolah itu, benar-benar tidak akan pernah kembali. Kini Arland merindukannya, masa sekolah yang hanya menjadi kenangan yang akan terus di ingat.
"Arland."
Arland berbalik. Mendapati Hanif yang tersenyum ke arahnya. "Hanif."
"Assalamu'alaikum, Gus," ujar Hanif dengan senyuman lebar.
"Wa'alaikumsalam."
Tepat sekali ketika Arland mengingat mas-masa sekolahnya dan Hanif datang. Rupanya pria itu sengaja datang untuk mengunjungi Arland.
"Aku dengar, kau di jodohkan, ya?"
"Aku tidak mau membahasnya."
Hanif menganggat bahunya acuh. Selanjutnya, mereka hanya bercerita tentang masa lalu mereka saja ketika masih bersekolah.
*****
Assalamu'alaikum,ih,sebel deh,salam ku gak pernah di jawab:(
Aihhh,Aihhh...Author pen ngambek tapi gak ada yang tahan,gimana dong:/
Awas aja gak vote,fiks aku bakal tetap update,eh
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Gus (TAMAT 🕊️)
RomanceGus Arland adalah seorang cucu kiyai, penerus pesantren yang sangat di hormati. Namun, di balik itu ia memiliki masa lalu yang cukup kelam. Masa lalu Gus Arland ini membuatnya tidak bisa menjalani hidup. Sekitar 10 tahun yang lalu, ia menjalin hubun...