part 2.a

3.7K 52 1
                                    

Teras belakang rumah adalah tempat favorit tiga laki-laki di rumah ini untuk bersantai di hari minggu. Aku,ayah dan Gangga adikku. Sementara para perempuan yaitu ibu dan si bungsu Saraswati serta Bu Parwi yang bekerja dirumah ini sejak aku kecil, biasanya di dapur beres-beres setelah sarapan dan bereksprimen resep-resep baru.  

Tapi semenjak Saras berhasil meraih gelar dokternya dan bekerja di rumah sakit di Singaraja,dia jarang pulang ke rumah.

Aku sendiri ada di rumah ini hanya dihari sabtu dan minggu. Sisanya aku di Denpasar untuk mengurusi dealer dan servis centre yang mulai aku rintis untuk melampiaskan hobi otomotifku sembari kuliah dulu. Tapi khusus Rabu minggu ini aku disini karena menghadiri pemakaman ayah salah satu staf hotel.

Jadi Gangga adalah anak satu-satunya yang menemani ayah dan ibu di rumah. Sementara ini dia bersedia membantuku mengurus hotel di Tulamben yang juga kurintis dari hobi diving. Dan ayah sangat mendukung keputusan Gangga untuk tidak kemana-mana dengan alasan agar ayah ada teman laki-laki di rumah.

Ayahku sendiri memilih mengurusi peternakan di rumah setelah dua kali menjabat sebagai anggota legislatif di provinsi. Dan semenjak itu total keluar dari aktivitas politik karena menurutnya banyak hal yang bertentangan dengan hati nuraninya. 

Keputusan ayah untuk istirahat di rumah sangat menguntungkan. Salah satunya adalah teras belakang ini jadi lebih indah karena sentuhan tangan ayah. Karena di rumah ini memang tidak memperkerjakan laki-laki untuk mengurus halaman di rumah ini yang ada hanya Bu Parwi yang membantu urusan dapur dan pekerjaan rumah lainnya.

Walaupun didominasi pohon bougenville berwarna-warni, halaman belakang terkesan lebih hangat saat ini. Kalau di malam hari aku susah tidur aku lebih suka berbaring di kursi rotan panjang yang diletakkan dengan posisi huruf L bersama kursi rotan lainnya dengan meja kecil dari bahan yang sama di depannya.

Sama seperti minggu-minggu yang lalu,aku selalu duduk di kursi yang sama dengan Gangga sedangkan ayah duduk di kursi satunya yang ukurannya lebih kecil.  

Kami bertiga membicarakan masalah pekerjaan,isu yang berkembang di lingkungan tempat tinggal,tentang hari suci apa yang akan datang bahkan tentang dokter hewan baru yang akan mengurusi kesehatan hewan-hewan ternaknya. 

Sampai akhirnya topik lama terangkat kembali setelah beberapa minggu tidak dibicarakan sama sekali di seluruh bagian di rumah ini yaitu aku yang masih lajang!

"Bagaimana Gangga akan melanjutkan tahap hidupnya jika kakaknya belum?"

"Tahap hidup? Kami punya jalur tersendiri,Ayah. Gangga bisa menjalani seluruh tahap hidupnya tanpa mengganggu jalanku."

"Seorang adik seharusnyalah tidak melangkahi kakaknya." 

Kudapati tatapan mendalam ayah kearahku dengan ekspresi datar di wajahnya.

"Kurasa tidak akan membawa pengaruh apapun untukku.Semua akan baik-baik saja." 

Tentu saja tidak akan berpengaruh untukku. Ayah terlalu berlebihan. 

Kualihkan pandangan kearah Gangga yang sibuk dengan ponselnya. Dia mengangkat wajah dan memberiku senyum sekilas kemudian kembali menunduk memberi perhatian pada ponselnya.

"Sebaiknya dengarkan kata Ayah" gumamnya pelan.

Aku menghembuskan nafas pelan. 

Atmosfir teras belakang rumah ini berubah kurang nyaman.

"Bagaimana kalau aku tidak menjalani semua tahap yang ayah maksud,melewatkan salah satunya misalnya?" 

Sama sekali tidak ada ide. Aku menyahut asal untuk membangun sistem kekebalan sementara.

a story of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang