Saat bersamamu, aku merasa sudah di rumah.
_______________
"Ini gapapa gue masuk?"
Untuk kedua kalinya Sembagi melempar pertanyaan yang sama pada Sansekerta. Gadis itu nampak ragu kala akan memasuki rumah sederhana di depannya. Sudah lama memang Sembagi ingin bertandang ke rumah lelaki itu, setelah selama ini ia hanya mengantar dan menjemput sampai di halaman rumah.
Dengan wajah lugunya Sansekerta mengangguk, mempersilahkan Sembagi masuk. Senyum gadis itu mengembang seraya mengikuti langkah kaki Sansekerta. Usai melepas sepatu, Sansekerta menyuruh Sembagi untuk duduk di sofa usang yang ada di ruang tamu.
Sofa itu Lestari dapatkan dari salah seorang majikannya yang memang baru saja membeli sofa baru. Sayang dibuang, Lestari memberanikan diri untuk memintanya. Jadilah sepasang sofa yang busanya sudah kempis dan warnanya telah pudar menghiasi ruang tamu rumahnya.
Sembagi melihat sekeliling. Ruang tamu di rumah Sansekerta tidak terlalu luas. Dindingnya terbuat dari papan, dengan beberapa bagian yang mulai lapuk. Walau perabotan yang ada terlihat usang dan tak layak, keadaan di ruang tamu cukup rapi dan bersih.
Terlalu asik memandangi rumah Sansekerta, Sembagi sampai tidak sadar saat lelaki itu menekan kedua bahunya agar dirinya duduk.
"Rumah lo adem. Padahal gak pakai AC." Sembagi melepas ransel dan meletakannya di meja.
Sansekerta hanya tersenyum lantas menggerakan tangan memperagakan orang minum. Kamu mau minum apa?
"Apa aja. Air putih juga gapapa," sahut Sembagi dan diangguki oleh Sansekerta.
Lelaki itu ikut menaruh tas di sofa, kemudian masuk ke dalam melalui pintu yang hanya ditutupi oleh kain gorden. Sepeninggal Sansekerta, Sembagi duduk manis sambil terus mengedarkan pandangan. Tidak banyak yang bisa dilihat di ruangan kecil itu. Hanya ada kalender, sebuah pajangan kaligfrafi dan juga satu bingkai foto yang tergantung di dinding.
Perlahan Sembagi berdiri tanpa mengalihkan perhatian dari foto tersebut. Semakin dekat dilihat, senyum Sembagi terulas menyadari foto itu adalah potret Sansekerta kecil bersama sang ibu.
Meski kacanya sudah sedikit kotor dan bingkainya berdebu, Sembagi masih bisa menangkap jelas betapa menggemaskannya sosok Sansekerta dari semasa kecil.
Selang beberapa menit, Sansekerta keluar sambil membawa nampan berisi dua buah gelas, satu teko air dan setoples keripik pisang. Lelaki itu sudah mengganti seragam sekolahnya dengan kaos oblong putih, sedangkan celana abu-abunya masih melekat di kakinya.
"Ini foto lo waktu umur berapa, Ta?" tanya Sembagi seraya menunjuk foto di dinding.
Sansekerta menunjukan kelima jarinya usai meletakan nampan. "Lima tahun?" tebak Sembagi. "Muka lo imut banget. Ganteng."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahasa Sansekerta (Selesai)
Roman pour Adolescents"𝙰𝚔𝚞 𝚖𝚎𝚖𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚋𝚎𝚍𝚊. 𝚃𝚊𝚙𝚒 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗𝚔𝚊𝚑 𝚍𝚞𝚗𝚒𝚊 𝚒𝚗𝚒 𝚙𝚎𝚗𝚞𝚑 𝚙𝚎𝚛𝚋𝚎𝚍𝚊𝚊𝚗. 𝙻𝚊𝚗𝚝𝚊𝚜 𝚔𝚎𝚗𝚊𝚙𝚊 𝚊𝚔𝚞 𝚍𝚒𝚊𝚜𝚒𝚗𝚐𝚔𝚊𝚗?" Sansekerta harusnya punya banyak teman dan digandrungi banyak perempuan. Parasnya...