17. Tidur Bersama🌙

47 9 0
                                    

"Tenang, tenang! Aku takkan menyentuhmu, Dinda!" Prabaswara panik dengan tatapan Wulandari yang seperti mengintimidasi, tapi juga ketakutan.

"Maksudnya tidak menyentuh area...." Prabaswara urung melanjutkan kalimatnya. Namun jemarinya menunjuk bagian dada dan bawah perut Wulandari.

"Aku percaya, Kanda."

Wulandari langsung memalingkan pandangan, tidak ingin terus menatap dada Prabaswara. Ia malu melihatnya.

"Kau malu melihat dadaku?"

Astaga! Mengapa Prabaswara justru menanyakan itu?! Bagaimana Prabaswara tahu isi pikirannya?!

"Apakah dadaku jelek, Dinda?"

"Kanda ini bicara apa?"

"Aku tahu badanku tidak sebagus Kangmas Pramudhana. Otot lenganku tidak berkembang. Mungkin efek karena dulu saat kecil aku sakit-sakitan."

"Tapi kalau boleh jujur, aku tidak menyukai pria yang terlalu kekar berotot."

Postur tubuh Prabaswara tidak berisi, juga tidak kurus kering. Namun otot-otot di tubuhnya memang belum berkembang sempurna. Jika dibandingkan dengan postur Pramudhana ketika seusia dengannya, memang sangat berbeda. Pramudhana terlihat lebih bugar, ototnya juga lebih terbentuk.

"Benarkah?" Mata Prabaswara berbinar cerah.

"Iya. Hanya saja saat ini aku masih terkejut melihat dadamu." Wulandari kembali memalingkan wajahnya.

"Jujur, untuk sekarang aku juga malu harus bertelanjang dada di hadapanmu." Prabaswara juga menutupi dadanya dengan telapak tangan kiri.

Malam beranjak larut. Sudah saatnya mereka tidur.

"Hmm... apakah Dinda bisa bergeser sedikit?"

"Aku sudah di ujung ranjang, Kanda. Jika bergeser lagi maka aku akan jatuh. Jika aku jatuh, tanganmu juga akan tertarik."

"Aduh... mengapa tiba-tiba ranjangnya terasa sesempit ini?" gumam Prabaswara sedikit menggerutu.

"Baik, aku akan bergeser. Kasihan jika kau tidur terlalu ujung." Prabaswara bergeser mendekati ujung ranjang, kemudian merebahkan badannya. Wulandari juga mulai berbaring.

Apakah akan ada drama saat mereka tidur?

***

Wulandari merasa tidak nyaman tidur dengan posisi miring kanan karena terhalang rantai yang membelenggu tangan kirinya. Agar tangannya tidak sakit, ia harus berbaring telentang atau miring kiri.

Wulandari mengubah posisi menjadi miring kiri. Namun ia merasa ada tangan yang menyentuh pinggangnya.

"AAAA!!!" Dua suara meneriakkan satu kata sama. Prabaswara dan Wulandari membuka mata pada saat yang sama. Mereka sama-sama terkejut.

Wulandari terkejut melihat dada Prabaswara. Sementara Prabaswara terkejut karena tangan kirinya tanpa sengaja menyentuh pinggang Wulandari.

Pada saat yang bersamaan pula, mereka mengubah posisi menjadi duduk.

"Maaf... maaf, Dinda. Aku tidak sengaja menyentuh pinggangmu."

"Tidak apa-apa. Maaf, aku masih terkejut ketika melihat dadamu."

Mendengar pengakuan Wulandari, Prabaswara sontak menutupi dadanya dengan selimut.

"Ada apa, Kanjeng? Mengapa ada suara seperti berteriak?"

"Tidak ada apa-apa, Simbok."

"Matahari sudah mulai terbit. Kanjeng harus segera berendam."

"Sebentar... bagaimana kami bisa berendam dengan tangan dirantai bersama begini, Simbok?"

Prabaswara [Complete√] ~ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang