Bab 33 - Mulai merasa kalah

551 185 57
                                    

PENGEEENNN CURCOL .... 

Sebel bgt rasanya, udah badan lagi demam, batuk, pilek, dari kemarin sampai hari ini kena PHP mulu. gini amat mau bahagia aja...

Gitu deh intinya...

Jadi jangan lupa komen buat bantu nyenengin akuuuuuu..

Atau follow napa instagram aku, SHISAKATYA

karena sepi amat, gak ada pembacaku kayaknya di sana


---------------------------------------------------


Memandang rendah lawan, hanya akan membuatmu mudah dikalahkan.

Dante membuka pintu apartemennya dengan wajah lelah. Disaat kedua kakinya mulai melangkah masuk, seketika lampu-lampu di dalam apartemennya langsung menyala, seperti menyambut kedatangannya.

Dalam setiap langkah yang tercipta, senyuman pedih di bibirnya tidak mudah ia hapuskan. Hatinya entah mengapa mengutuk kelakukan bodoh yang selama ini Dante lakukan. Dante yang biasanya paling ahli memainkan perasaan dan tubuh wanita, entah mengapa malam ini merasa kalah dari kondisi yang dibuat oleh Dani dan Dara. Padahal kedua orang itu hanya berpelukan biasa saja, tanpa ada embel-embel tangan si laki-laki mengerayangi tubuh lawan jenisnya, tetap saja Dante merasakan pedih yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata.

Sejak melewati masa pubernya dulu, hingga kini, Dante pikir hubungan laki-laki dan perempuan hanyalah sebatas saling menyenangkan. Dalam kata lain, apa yang laki-laki berikan, akan memberikan rasa senang untuk si perempuan. Begitupun sebaliknya. Dan semua itu selalu tertuju ke arah sex ... sex dan sex.

Akan tetapi, malam ini, pikiran Dante yang selama ini selalu ia benarkan, nyatanya langsung dipatahkan oleh Dani dan juga Dara. Keduanya seolah menunjukkan hubungan saling menyenangkan tidak hanya berhubungan dengan sex. Ada yang namanya hati dan pikiran yang wajib untuk dibuat bahagia. Begitulah yang Dante baca dari gerak gerik keduanya. Hingga akhirnya Dante paham, mengapa terlihat ada ekspresi yang kurang dari Dara setelah mereka bermalam bersama. Apalagi disaat Dara mengajak Dante untuk datag ke rumahnya di kampung, mungkin hal kecil inilah yang Dante lewatkan. Ia melewatkan poin untuk membahagiakan hati dan pikiran Dara dengan cara menuruti ajakannya untuk bertemu dengan orangtua.

Mendesahkan napasnya dengan kuat, Dante terus melangkah menuju area dapur dalam apartemennya. Membuka lemari es, dan mengambil minuman dingin, Dante langsung saja meneguk semuanya hingga tandas. Sekalipun sudah satu botol air dingin masuk ke dalam mulutnya, dahaga yang Dante rasakan seolah tidak terpuaskan sedikitpun hingga perasaan geram tergambar disaat Dante meremukan botol kosong tersebut dengan cengkraman sebelah tangannya.

"Che palle!" gumamnya merasa marah.

Emosi dan perasaan tidak menentunya bukan hanya disebabkan dari dahaga yang Dante rasakan. Akan tetapi akar permasalahannya karena Dara. Karena perempuan itu benar-benar memancingnya. Memancing alam bawah sadar Dante untuk terus memikirkannya.

Seperti halnya medan magnet, semakin kuat Dante berusaha mengabaikan bahkan melupakan Dara, pikiran mengenai perempuan itu terus saja menghantuinya. Sampai akhirnya berdampak jelas dalam kehidupannya.

Menopangkan kedua tangan di atas meja dapur, berbahan granit hitam dengan design minimalis, Dante menatap marah ke arah kehampaan dalam apartemennya.

Sebelumnya dia boleh saja berbangga diri karena telah berhasil memiliki Dara dengan cara yang salah. Tapi kini, nyatanya dia sudah kalah telak oleh Gusti Dani Syakier, sahabat sekaligus partner bisnisnya.

"Cazzo!!"

Terus saja mengumpat, Dante mencoba untuk menenangkan hati dan pikirannya. Sambil memejamkan kedua matanya sesaat, Dante mencoba merilekskan seluruh tubuhnya. Tarikan napasnya yang memburu perlahan-lahan mulai tenang. Setelah sekian menit berhasil mengendalikan diri, Dante membuka matanya kembali.

SPOSAMI! DANTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang