Genre : Fiksi remaja, drama, romantis, angst.
***
Mika percaya bahwa sesuatu yang ada di dunia ini tidak kekal. Termasuk kebahagiaan dan kesedihan. Maka dari itu, Mika selalu yakin kesedihannya pasti berlalu, dan tergantikan oleh kebahagiaan.
Namun...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mika sudah bersiap untuk berangkat ke sekolahnya. Saat ia keluar dari kamar, Farlo juga kebetulan hendak turun ke lantai dasar. Farlo menghentikan langkahnya saat berpapasan dengan Mika. Mika mengangkat kedua alisnya saat Farlo tak kunjung berbicara dan hanya meliriknya.
Mika langsung mengerti, ia harus menjaga jarak, dan jarak mereka sekarang terlalu dekat. Farlo pernah memperingatinya untuk jangan dekat-dekat. Lalu, Mika mundur beberapa langkah. "Sorry ...."
Setelah itu, Farlo menuruni tangga dengan langkah cepat. Sedangkan Mika menghela napas dengan lelah. Sifat Farlo terhadapnya masih belum berubah.
Mika turun dari tangga dengan langkah santai. Lagi-lagi ia harus menghela napas saat mendengar pertengkaran lagi. Ini masih pagi, dan permasalahan yang sama terus menjadi topik pertengkaran kedua orang tuanya.
Mika sampai berjengit kaget saat mendengar suara piring terlempar dan pecah di dapur. Lalu, Farlo datang dan kembali berpapasan dengan Mika dari arah dapur. Tatapannya begitu nyalang pada Mika yang berdiri dengan kaku.
"Masalahnya masih sama. Dan bakalan terus terulang selagi lo masih ada di rumah ini. Kenapa lo gak hilang aja dari dunia ini? Lo mati aja bisa gak sih?" ucap Farlo. Lidahnya bagaikan perisai yang tajam dan menusuk hatinya.
Mika menunduk dan memejamkan matanya beberapa saat, untuk menghalangi perkataan itu agar tidak terlalu masuk ke hatinya. Barulah ia mengangkat wajahnya dan melihat punggung Farlo yang sudah keluar dari ambang pintu.
"Jangan terlalu di dengerin, Mik. Farlo cuma kesel aja, wajar dia bilang kayak gitu," gumamnya, menghibur diri sendiri.
Mika sudah bersiap keluar dari rumah dengan memasang senyum seceria mungkin untuk bertemu Arki. Mika yakin, Arki pasti sudah menunggunya di depan pintu pagar. Dan benar saja, cowok itu sudah nangkring di atas motor dengan helm hitamnya.
"Tadi yang baru keluar adek lo?" tanya Arki sembari memasangkan helm di kepala Mika.
Mika mengangguk ringan. "Iya, namanya Farlo."
"Gue sering liat dia."
"Oh ya? Dimana?"
"Dia sering main Basket sendirian di taman."
Mika menggulirkan matanya ke samping dan bibirnya membentuk huruf O. Usai helm di kepala Mika terpasang dengan aman, Arki lantas bersiap memegang stang motornya dan mempersilahkan Mika naik.
Tanpa disadari, mereka sedang menjadi pusat perhatian Leyla yang berada di pekarangan rumahnya. Leyla hendak masuk ke dalam mobil yang dibukakan oleh sang supir, tapi gerakan tubuhnya tertahan sampai Arki dan Mika benar-benar pergi.
"Menurut Mang Tarmin, mereka pacaran atau engga?" tanya Leyla pada supirnya.
"Kurang tau, Bu. Tapi kayaknya mereka pacaran, soalnya saya sering liat mereka barengan terus," balas Mang Tarmin.