Semua terlihat baik-baik saja di depan. Aku tidak ingin semua orang di sekitar ku harus mengetahui apa yang sedang sangat aku pikirkan, apalagi Adam, aku sangat tidak ingin dia mengetahui.
Namun aku benar-benar tidak bisa menghindar dari Beny. Bagaimana pun aku menutupinya, dia selalu mengetahui jika ada sesuatu yang sedang aku sembunyikan. Aku masih terpaku dengan tatapan ku yang tersorot ke arah taman samping kantin. Tangan ku sibuk memainkan sedotan yang berada pada gelas minuman ku. "buruan cerita, gak usah di tutupin terus. Mikirin apa sih kamu dari kemarin" celetukan Beny membuyar kan lamunan ku.
"kenapa Ben?" tanya ku balik dengan bingung.
"kamu kenapa dua hari ini aneh?" tanyanya lagi.
"aneh gimana sih?" aku pura-pura tak mengerti. Kami saling melempar pertanyaan tanpa jawaban.
"aku tahu betul ya Bit bagaimana kamu" jelasnya.
Aku hanya berusaha mengalihkan pandangan ku. Aku tidak mau jika Beny tahu aku masih memikirkan Alex, apalagi jika dia tahu aku belum bisa mengikhlaskan kalau sekarang Alex akan menikah.
Dilla yang entah dari mana lalu menghampiri kami dan duduk di sebelah Beny. Aku sangat bersyukur sekali Dilla segera datang, setidaknya pertanyaan Beny tadi sempat teralihkan.
Beny masih memandangi ku dengan sinis rupanya, aku berusaha untuk tidak balik menatapnya. Aku takut jika akhirnya Beny bisa menemukan jawaban dari mata ku.
"Dill entar malam tidur di rumah yok" pinta ku kepada Dilla yang masih sibuk dengan handphone nya.
"boleh. Berarti kamu temenin aku kerumah dulu oke" pintanya "oh iya, Adam mana, tumben gak barengan?"
"dia lagi di perpustakaan, banyak tugas katanya" jelas ku.
Dilla meletak kan handphone nya ke atas meja dan seketika mengarahkan bolak-balik matanya ke arahku lalu ke arah Beny. Dilla kemudian menopang dagu dengan satu tangannya "ada apa kalian ini?" Dilla sepertinya menyadari bahwa aku sedari tadi menghindari kontak mata dengan Beny. Aku dan Beny hanya diam tak ada yang menjawab "dasar adik kecil hobi banget berantem" Dilla yang sudah terbiasa dengan aku dan Beny yang suka bertengkar tidak terlalu curiga.
Beny akhirnya pamit lebih dulu. Ia masih mencoba menatap ku rupanya, aku hanya meliriknya sedikit dengan takut-takut. Aku mendengus lega setelah dia tidak lagi harus berada satu meja dengan ku, membuat ku terus merasa ketakutan berada di dekatnya.
"Bit tadi waktu aku lewat di sepanjang koridor, aku denger beberapa kumpulan cewek-cewek cantik sedang membicarakan Adam" Dilla mencoba memberi tahu ku dengan nada menggoda.
"ah biarkan saja" balas ku cuek.
"serius? Kalau para cewek itu berniat merebut Adam bagaimana?" kali ini pertanyaannya seperti ingin mengejek ku.
"kita lihat saja bagaimana tindakan Adam. Kalau dia serius dengan ku sekali pun model Victoria Secret lewat di hadapannya dia tidak akan berpaling seharusnya" jelas ku.
"walaupun sebenarnya tidak akan ada yang mau model VS lewat di hadapan Adam dengan sengajanya" akhirnya kami tidak tahan memecahkan tawa di sela perbincangan kami.
**
Aku menunggu Dilla yang sudah janji untuk memasakkan ku nasi goreng spesial. Dilla masih sibuk berkutat di dapur sepertinya, bunyi ribut alat dapur terdengar hingga ke ruang tamu. Aku sibuk dengan acara televisi yang tidak terlalu menarik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Sadness
Ficção AdolescenteBanyak orang mengatakan bahagia itu sederhana, namun banyak juga orang yang cukup sulit untuk mencari kesederhanaan itu. Beberapa orang harus merasakan jatuh berkali-kali untuk benar-benar mendapatkan setitik kebahagiaan. Mungkin ini akan menjadi k...