56. Guru Berharga 💕

2.5K 483 24
                                    


Penyesalan abadi menyelimuti hati
Bagi mereka yang sempit imannya
Harta melimpah, namun sedikit amalannya
Hanya mengejar kesenangan belaka
Lupa bahwa semua itu tak berguna

Kabar gembira bagi mereka yang bersiap diri
Akan sebuah janji dari zat Yang Maha Suci
Amalan sudah dikumpulkan dalan kehidupan
Kini siap menunggu balasan-balasan kebaikan

     Awan mendug menaungi bumi kota Solo. Seolah ikut merasakan mendung di hati keluarga besar ustadz Jauhar. Utamanya buat Abdillah. Meski tak ada isak tangis apalagi ratapan, tetapi wajah sayu berbaur dengan lelah menyelimuti semuanya.

       Halaman pondok pesantren putra milik ustadz Jauhar tampak dipenuhi lelaki yang hampir semuanya berbaju putih. Mereka ikut menunduk sebagai tanda simpati meski sebetulnya tak mengenal langsung apalagi mengenal dekat jenazah yang kini sudah terbaring kaku dalam keranda.

      "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...." Ustadz Jauhar dengan lantang mengucapkan salam. Hendak mewakili pihak keluarga memberikan sambutan untuk mengantarkan jenazah yang sebentar lagi dibawa ke perkuburan.

       "Hari ini kita kembali mendapat pengajaran dari guru kita. Karena sejatinya guru itu ada dua. Guru yang bisa kita lihat dan guru yang tak bisa kita lihat. Dan guru terbaik dan terbesar buat kita semua ada di hadapan kita...." Ustadz Jauhar mengambil napas.

     "Iya. Kematian adalah guru terbesar buat kita semua yang masih hidup. Kematian memberi kita pelajaran paling berharga. Karena cukuplah kematian itu memberi peringatan kepada kita...." Ustadz Jauhar mengedarkan pandangan. Semua yang hadir tampak menunduk. Para lelaki yang bisa dipastikan adalah pengajar, pengurus pondok, santri hingga warga sekitar dan keluarga seolah ikut hanyut dalam kesenduan.

      "Bahwa kita semua yang hadir disini. Yang masih bisa berdiri tegak disini. Yang masih bisa bernapas ini...akan mengalami hal yang sama. Menemui ajal dan memasuki kehidupan selanjutnya dengan gerbang bernama kematian..." Lanjut ustdzh Jauhar lagi.

      "Bagaimanapun kita menyukai kehidupan ini, bagaimanapun kita menyayangi keluarga dan handai taulan kita...ujung dari kehidupan ini akan kita jumpai. Cepat atau lambat, tua atau masihkah muda, sakit atau tanpa sakit, siap atau tak siap...kematian pasti mendatangi tiap-tiap yang berjiwa" suara ustadz Jauhar bergetar. Beberapa yang hadir mulai menampakkan mata yang merah. Seolah menahan tangis.

      Mereka menangis bukan karena menangisi jenazah yang memang telah memenuhi undangan RabbNya untuk kembali menghadap. Tetapi mereka menangisi kekerdilan diri, mengingat dosa dan khilaf yang mungkin tak lebih sedik sedikit dari kebajikan dan pahala yang dimiliki. Sungguh hanya karena Rahman dan Rahim dari Al Khaliq yang menjadi pegangan manusia untuk menghadapNya.

     "Sebagaimana Abdullah ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah mengatakan bahwa malaikat Izrail datang dan memperhatikan wajah-wajah manusia yang sedang tertawa. Maka berkatalah Izrail..."Alangkah herannya aku melihat orang ini, sedangkan aku diutus Allah Ta'ala untuk mencabut nyawanya, tetapi dia masih bersenang-senang bergerak tawa" kali ini terdengar isak lirih dari yang hadir.

      Taqi, Abdillah, Irham, Nizam, dokter Harlan, Izzan, Ammar, Abizar, Abi Faqih yang berdiri berjejer di kanan dan kiri ustadz Jauhar menunduk dalam. Rasanya tak akan mungkin bisa tersenyum sedikit pun jika berada disana. Semua merasakan betapa batas antara hidup dan mati benar-benar sangat dekat. Tak terduga dan tak bisa dicegah. Iya, bahwa setiap hembusan napas yang kini masih bisa dirasakan, bisa tanpa terduga berhenti begitu saja.

      "Maka sekali lagi, jadikan momen seperti ini sebagai pelajaran paling berharga. Kullu nafsi za iqatul maut..." Ustadz Jauhar menghela napas setelah mengucapkan potongan surah Ali Imran ayat 185 tersebut.

Love Story in Hospital 5 (Always Forever in Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang