Bab 3

28 6 3
                                    

Mata Kai terbuka merasakan seperti ada yang mengelus tangannya. Iris hijau itu menyesuaikan pandangan dan terlihat sosok yang begitu ia cintai berdiri dengan senyum yang selalu menjadi candu. Susah payah Kai bangkit dari posisi, menggenggam jemari putih Seza yang hangat. Menatap iris biru wanita itu dengan nanar hingga tak sadar jika pandangannya memburam. Setetes air mata luruh membasahi wajah pria itu. Tak lama isakan terdengar dari bibir Kai karena tak sanggup menahan pedih yang menusuk hati.

Pandangan Kai bertemu dengan mata bulat Seza yang masih menatapnya dengan senyuman tulus tanpa sekalipun berucap apa-apa. Hal itu semakin menyakiti Kai.

"Mengapa kau bohong?" Setelah beberapa menit berlalu dengan Kai yang hanya bisa menangis dalam diam, Seza berucap.

"Aku membencimu." Kai hanya diam menanggapi ucapan Seza. Rasa nyeri perlahan merayap ke hatinya saat Seza menepis kasar tangan Kai.

"Kuharap kau bahagia setelah berhasil membohongiku dan mendapatkan apa yang kau mau." Jantung kai berdenyut lambat mendengar kalimat itu. Rasanya ribuan belati menancap di hati dan perlahan mengoyaknya menjadi hancur.

Merobek hingga tak ada darah lagi yang tersisa dan perlahan detakan itu berhenti seiring napas yang tak kembali berembus. Sehancur itu Kai saat ini. Ia tak sanggup hidup dengan menanggung penyesalan yang dalam. Untuk meminta kesempatan saja rasanya tidak pantas. Bahkan untuk bertemu dan menatap Seza seharusnya menjadi hal yang dilarang.

"Ma-maafkan aku." Hanya itu kata yang berhasil terucap dari bibir Kai. Tangis menyedihkan membuatnya tak dapat berkata apa-apa pada wanita di depannya ini.

Kai mengusap kasar wajahnya. Matanya beradu pandang dengan Seza yang perlahan menjauh hingga ia tak dapat menggapainya. Seolah tubuhnya terikat oleh ranjang hingga ia tak dapat bergerak sedikitpun. Sampai terangnya cahaya putih bersinar seiring dengan bayang Seza yang menghilang.

***
Kai tersentak hingga posisinya kini duduk dengan tangan yang terulur ke arah pintu kamar. Napasnya memburu dengan detak jantung yang berdegup sangat cepat. Ternyata apa yang baru saja terjadi hanya sebuah mimpi. Matanya masih menatap pintu dengan nanar berharap sosok yang ia rindukan muncul secara tiba-tiba.

Tubuhnya perlahan bergetar, Kai mengangkat sebelah kakinya lalu tertunduk dengan tangan yang ia lipat di atas lutut. Air mata mengalir membasahi celana serta kedua lengannya. Rasa sakitnya sangat menyiksa sampai Kai bahkan sulit bernapas.

Suara isakan memenuhi ruangan itu. Menjadi saksi hancurnya seorang Kaindra Rafisqy Xavier. Degupan jantung yang memburu berbanding terbalik dengan pasokan udara yang masuk. Bayangan sosok Seza terus berputar-putar di kepala Kai.

Langkah cepat seseorang serta pelukan hangat yang Kai rasakan semakin membuat isakan Kai terdengar pilu. Kai melingkarkan tangannya di tubuh wanita itu yang dibalas olehnya usapan lembut.

"Maafkan Granny karena kau harus merasakan sakit ini sekarang. Seharusnya Granny tidak meminta bantuan seperti itu kepadamu. Granny tidak tau kau akan jatuh cinta kepada gadis itu. Granny memang egois. Maafkan Granny, Kai."

Cassandra mengeratkan pelukannya berharap bisa memberikan kekuatan pada cucunya yang tengah hancur saat ini. Wanita itu juga ikut andil membuat Kai menjadi seperti ini. Andai saja tak pernah ada pembicaraan dan rencana itu, pasti cucunya bahagia saat ini.

"Permisi." Ucapan seseorang membuat kedua orang ini melepas pelukannya. Kai mengusap kasar wajahnya lalu mengalihkan pandangan menatap jendela. Tubuhnya masih naik turun berusaha menghirup banyak oksigen guna mengontrol napasnya yang sesak.

Sementara Cassandra sudah menggeser tubuhnya, mengijinkan perawat itu mengerjakan tugasnya.
Tak terdengar suara yang keluar dari bibir wanita yang semalam menolong dan mengobatinya. Perawat itu hanya diam sambil mengganti tabung infus yang habis.

"Sebentar lagi dokter akan memeriksa, sebaiknya Ibu tunggu di luar." Cassandra mengangguk lalu berlalu keluar meninggalkan Kai dan Kia.

Kai masih mengusap wajahnya yang basah, lalu tanpa disadarinya sebuah gelas terlihat tepat diwajahnya. Sontak itu sempat membuat Kai terkejut. Namun, Kai bisa mengendalikan ekspresinya.

"Minumlah," ucap Kia sambil terus memegangi gelas yang masih belum disambut oleh Kai.

Kai hanya diam. Enggan bertatap muka dengan perawat itu. Ia masih belum bisa sepenuhnya mengontrol emosi yang memuncak.

"Baiklah."

Kai melihat dari sudut matanya Kia menyimpan kembali gelas itu di meja kecil samping ranjang. Kemudian wanita itu pergi ke kamar mandi dan kembali membawa semangkuk air hangat dan handuk kecil.

"Kau terlihat kacau," ucap Kia dan seperti biasa dengan tidak sopannya Kia mengusap lembut wajah Kai yang beruntungnya tak ada respon buruk dari Kai. Pria itu hanya diam membiarkan Kia membersihkan sisa-sisa air mata yang lengket.

"Jika sudah selesai kau bisa pergi," ucap Kai yang akhirnya membuka suara. Kia merapikan kembali mangkuk dan handuk itu dan menatap Kai.

"Aku memang akan pergi. Tapi sebelum itu aku harus menunggu dokter datang," ucap Kia yang tidak ditanggapi apa-apa lagi oleh Kai. Suara pintu terbuka serta masuknya dokter mengalihkan pandangan Kia dari Kai.

****
"Apa Granny sudah melihat Riko?" tanya Kai pada Cassandra. Wanita paruh baya itu mengangguk dengan tangan yang sibuk mengupas jeruk.

"Granny baru saja dari sana. Kau tidak perlu khawatir. Riko baik-baik saja," jawab Cassandra sambil menyodorkan jeruk pada Kai yang langsung ditolak oleh pria itu.

"Kau harus makan sesuatu, Kai. Granny belum melihatmu makan sejak sampai tadi." Kai hanya diam lalu mengalihkan pandangannya pada jendela.

"Apa Granny harus bertemu dan berbicara pada Seza? Bagaimanapun Granny ikut bersalah padanya," ucap Cassandra yang sontak membuat Kai kembali menatap wanita paruh baya itu.

"Granny tidak perlu melakukan itu," ucap Kai tegas. Ia merasa ini adalah masalahnya dengan wanita itu. Walaupun di dalam hati ia juga sangat mengharapkan ada bantuan seseorang membantunya agar dapat bertemu dengan Seza. Namun, di sisi lain, ia tak ingin melibatkan neneknya itu.

"Tapi, Kai ...."

"Ini masalahku. Biar aku yang menyelesaikannya."

Putus Kai final. Ia kembali membuang pandangan. Terdengar embusan napas kasar tetapi tak ada ucapan apa-apa lagi dari Cassandra.
Wanita tua itu menatap sendu cucunya yang selalu diam merenung. Sedikit banyak ia tahu apa yang terjadi pada Kai. Mempunyai satu-satunya keluarga membuat Cassandra melakukan hal apa pun untuk menjaga cucu sematawayangnya. Sekecil apa pun informasi mengenai Kai, Cassandra mengetahuinya.

Sampai hal buruk itu terjadi.
Hal bodoh yang dilakukan Kai sampai ia bisa jatuh cinta pada seorang gadis biasa.

"Granny harus pulang sebentar. Nanti Granny akan meminta tolong Olive menemanimu," ucap Cassandra lalu meraih tas kecilnya bersiap pergi.

"Aku butuh sendiri, Granny. Aku tidak butuh siapapun."

***
Kia mengalihkan pandangannya dengan cepat saat melihat pintu ruang rawat Kai terbuka. Wanita tua yang datang mengunjungi pria itu pergi. Berbagai pikiran memenuhi isi kepalanya. Kia berspekulasi jika pasien yang berada di kamar VVIP itu sedang patah hati.

Hal yang paling masuk akal mengingat raut wajah serta sikap dari Kai yang terlihat sengsara dan menderita. Baru kali ini Kia melihat seorang pria yang menangis hingga seperti itu. Sebenarnya saat ia masuk tadi, muncul keraguan karena Kia mendengar tangis yang sangat pilu. Oleh karenanya Kia hanya diam menunggu di depan pintu kamar.

Entah kenapa ia ingin bertanya pada Kai. Apa yang terjadi pada pria itu, bagaimana perasaan saat ini dan masih banyak lagi. Kia menggeleng pelan. Ia mengurut pangkal hidungnya seraya membuang semua yang ada dipikirannya ini.

"Kia fokus! Hilangkan semua penasaranmu akan pria itu."

***

Haii hai ...
Bab 3 udah update.
Gimana sama cerita Kai Kia malem ini?

Apa kalian ada yang nunggu cerita ini?
Kira-kira Kai bohong apa ya ke pacarnya itu?

Enjoy the story'
Happy reading
Kok

My Auntumn (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang