32. Pilihan

6 3 0
                                    

Satu minggu kemudian.

Tika yang mendadak hilang tanpa meninggalkan jejak kabar untuknya membuat Airini gempar mencarinya kemana-mana. Bertanya pada seluruh wanita di gubuk yang rasanya berakhir sia-sia sebab mereka mengantarkan jawaban yang sama kepadanya. Berulang kali. Yang bahkan membuatnya hapal di luar ekspresi gugup dan tatapan antisipasi mereka ketika menjawab. 

"Mungkin dia sibuk beberes di rumah, Airini."

Airini memijat pelipisnya saat dirasa keputusasaan mulai menghampiri dirinya. Kepalanya yang mendadak kosong membuat Airini ingin menangis sebab mendadak orang terdekatnya hilang bagai ditelan bumi. Seminggu belakangan Tika selalu menghampirinya, mengajaknya bercerita, menghabiskan waktu di gubuk, bahkan Tika kembali memperbolehlan Airini untuk mengoleksi buku. Semuanya berjalan dengan lancar dan manis hingga tiba-tiba ia tidak menemukan ibunya dua hari belakangan ini.

"Tidak mungkin mbak Diah, masa sampai dua hari?" Airini bertanya sembari menatap ke arah Diah yang tampaknya berusaha keras menampilkan raut datarnya dengan mengalihkan fokus pada mesin jahitnya.

Ia berdehem singkat dan menyahut dengan nada snatainya, "Ibu kamu lagi perbaikin atap rumahnya, ada yang bocor karena hujan deras kemarin."

Airini tak menjawabi lagi, melainkan mengedarkan pandangannya ke sekitar. Mengamati satu per satu raut wajah mereka berakhir pada mereka yang tergagap saat pandangannya dengan Airini bertemu dan buru-buru mengalihkan fokus.

Airini menangguk pelan, ia tahu para wanita di gubuk sedang tidak berada di pihaknya. Tak mendapati jawaban yang ia mau membuat Airini keluar untuk mencari jawabannya sendiri.

Airini memutuskan untuk keluar dari gubuk saat tengah malam agar tidak ada warga yang melihatnya. Dengan kosong tangan, ia melangkahkan kaki keluar, hanya ditemani henignnya malam. Saat itu hampir jam 2 pagi dimana para warga sedang terlelap dalam tidur.

Belasan langkah meninggalkan gubuk, kaki Airini terus melangkah, pandangannya terus ia edarkan ke segala arah hingga berakhir pada air matanya yang meluncur keluar. Airini sendiri tahu, ia hanya keluar dnegan berbekal tujuan untuk menemukan ibunya namun tidak ada satu tempatpun yang melontas dalam benaknya. Dimana? Ia harus kemana sekarang?

Mengesampingkan pikiran negatifnya, Airini mencoba untuk berjalan melewati jalan setapak, lurus hingga pandangannya bertemu dengan pintu masuk utama desa. Hanya beberapa detik ia berhenti untuk mengambil jeda saat isak tangisnya melanda beberapa waktu lalu, Airini dikejutkan oleh hadirnya kilat cahaya yang menyorot terang, menembus tepat ke arah tubuhnya. Matanya menyipit nyaris tertutup, jantungnya spontan berdetak cepat kala instingnya menyuruhnya untuk mengambil langkah mundur.

Untuk beberapa saat, kegelapan menyapanya saat dengan perlahan ia memberanikan diri untuk membuka matanya. Sebuah mobil berhenti tepat di depannya dan saat itulah Airini menghembuskan napas panjangnha setelah menahan napas sedari tadi. Kakinya melemas, atensinya menurun drastis.

Saat sedang terlena dalam kepanikannya beberapa waktu laku, Airini tak menyadari jika pintu mobil di depannya terbuka dan sepasan kaki meloncat turun dari sana. Sepatu ketsnya bergesekkan dengan tanah, menimbulkan efek suara lambat yang menyiksa indra pendengaran kita dengan asumsi negatif. Airini terlambat. Airini terlambat untuk menyadarinya, apalagi untuk berteriak saat lengan kekar orang itu memiting kepalanya kemudian telapak tangannya membekap mulutnya, menariknya paksa untuk masuk ke dalam mobil. 

Selanjutnya gelap. Airini tersesat dalam dunia kegelapan tak berujung.

---

Ketukan jarinya pada pohon mulai melemah diikuti pandangannya yang memburam. Kepala Bayu hampir jatuh ke bawah jika refleks kesadarannya tidak bangkit dengan segera. Berakhir hampir terjungkal ke bawah, ia menguap sekali sembari melirik ke arah jam tangannya.

Desa Bunglon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang