37. Sepucuk surat

7 2 0
                                    

Lewat beberapa hari sudah Abi diobati di dalam rumahnya dna selama itu juga Rahayu menjaga ketat Abi, bahkan warga yang diijinkan untuk menjenguk mempunyai batasan serta aturannya sendiri. Semua luka Abi dipakaikan salep luka yang sempat Rahayu beli saat dulu ia di kota kemudian efek demam setelahnya membuat Rahayu mengompres pelipis Abi sepanjang malam hingga upaya kerasnya membuahkan hasil. Kesadaran Abi kembali sehari setelahnya.

Tepat paginya, Bayu segera mengunjungi rumah Abi. Awalnya Rahayu masih menolak dengan alasan Abi baru saja bangun namun ia dapat bernapas lega ketika Abi muncul dari belakang untuk sekedar menginterupsi mereka.

"Kau sudah lebih baikan?" tanya Bayu sembari menutup pintu kamar Abi.

Bayu berbalik dan duduk di kursi pada sisi ranjang.

Sedikit meringis sebab lukanya yang bergesekkan dengan permukaan kasur, walau hampir kering dan demamnya sudah turun namun bekasnya masih tertinggal dan Bayu tahu betul kalau setiap Abi bergerak, sibuk menahan sakit sembari membungkus wajahnya dengan raut santai. Pria itu tidak mau menunjukkan kelemahannya dan Bayu menghargai hal itu.

"Sudah lebih baikan dari kemarin," balas Abi menyenderkan punggung sembari menghembuskan napas panjang, kedua matanya setia terpejam untuk meredam nyeri pada area perutnya.

"Yakin tidak ingin melakukan X-ray tulang?" tanya Bayu lagi sembari melirik ke arah kaki Bayu yang penuh luka goresan.

Kedua mata Abi terbuka diikuti alisnya yang bertaut bingung, "X ray?"

Bayu mengibaskan lengan, "Lupakan, yang lebih penting sekarang adalah ceritakan kepadaku dengan detail bagaimana kau bisa berakhir kacau seperti ini?" tanya Bayu, melempar tatapan seriusnya diikuti kepalanya yang refleks maju.

Abi terdiam sejenak sebelum menarik napas pelan dan mulai angkat suara. Ia tahu kedatangan Bayu kesini pasti untuk mendengar ceritanya. Selama tidur panjangnya kemarin, Abi telah menyiapkan kalimat per kalimat untuk ia utarakan ke Bayu dan berharap pria itu mengerti atau barangkali merasakan kejadian malam itu dengan rinci.

Menceritakannya mulai dari pancingan foto yang menampilkan Airini disekap di sbeuah gudang kemudian Abi yang terpaksa mengikuti mereka. Obrolan mereka, matanya yang ditutup, penyiksaan, tembakan dan berakhir pada Abi yang berlari layaknya seorang pengecut.

"Bagaimana bisa kau kabur begitu saja bodoh!" Bayu tiba-tiba menyentak keras membuat Abi menghentikan ceritanya dan menatap pria itu, terkaget akan reaksinya. 

"Ma...maaf, ini refleks," Bayu emminta maaf dan kembali menurunkam nada bicaranya.

Abi menggeleng, "Aku tahu aku salah disini. Seharusnya aku menetap disana dan menolong Airini."

Bayu melirik ke arah Abi, terpaut jeda sejenak sebelum ia memutuskan untuk bertanya, "Kupikir kau menyukainya?"

Abi sontak menoleh, "Menyukainya?" kemudian tertawa hambar.

"Kita saling membenci."

Bayu terdiam sebelum Abi menginterupsi dan mengganti topik, "Oh ya, Cahyadi bagaimana?"

"Dia sempat disekap namun akhirnya berhasil bebas, tapi dia tetap bersikeras ingin di sisi warga. Terkadang aku tidak tahu jalan pikirannya," ujar Bayu sembari memijat pelipis.

Abi tertawa singkat yang langsung terhenti sebab luka pada perutnya, "Siapa yang menolongnya?"

"Tohip."

Abi menatap serius ke arah Bayu, "Sepertinya ada celah antar warga sekarang dan kita harus membesarkannya."

Bayu menangguk setuju. Sedari dulu rasa solidaritas mereka sangatlah tinggi, saling bahu membahu menutupi kesalahan masing-masing tapi kini pertahanan itu mulai retak nyaris pecah. Dimulai dari kematian pak de Kusno, Karip, pemberontakan Tohip.

Desa Bunglon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang