Prolog

2 1 0
                                    


Gadis itu berjalan terseok dengan tubuh yang kotor. Seragamnya yang tadinya putih telah koyak dan berwarna cokelat. Rok biru satu-satunya, yang selalu ia jaga dengan baik telah sobek di beberapa bagian.

Darah menetes dan mengalir di antara pahanya. Ia terus berjalan di atas jalan bebatuan sendirian. Matanya yang terlihat bengkak itu menatap kosong.

Apakah Tuhan itu benar-benar ada?

Kalau iya, kemana Tuhan saat dia berada di antara hidup atau mati?

Oh, ya, dimana tas sekolahnya?

Ibu pasti akan sangat marah jika tau tas yang ia beli dengan harga delapan puluh ribu itu telah hilang.

Dia ingin menangis keras, meraung-raung, berteriak dan menjerit sekuat tenaga. Tapi ... ia selalu ingat perkataan Ayah, untuk tidak menjadi manusia lemah.

Gelap membalut tubuhnya yang terasa sakit. Seluruh tungkainya terasa ingin lepas. Satu tetes air mata lolos dan mengalir di wajahnya. Cepat-cepat punggung tangannya bergerak mengelap cairan itu.

Perih.

Apakah ia terlalu keras saat menggosok pipinya? Atau ... itu efek karena goresan luka sebab perlawanannya tadi?

Ah, kemana orang tadi pergi? Mungkin sekarang ia sedang tidur, tubuhnya pasti letih setelah mengeluarkan 'itu'. Sesuatu yang sudah ia tahan-tahan sejak lama.

Gadis itu menengadahkan kepalanya. Malam semakin larut, bintang terlihat kelap-kelip di atas sana.

Apa ada yang mencoba mencarinya? Pasti ada. Ibu. Wanita itu tak akan tenang sebab ia menitipkan uang SPP. Wanita yang katanya telah bertaruh hidup dan mati demi melahirkannya harus mendengar dari mulutnya sendiri, jika uang itu betul-betul digunakan untuk membayar biaya sekolahnya.

Kakinya terasa sangat sakit, betisnya seolah terbakar. Gesekan antara kulit dan kenalpot panas itu pasti akan menimbulkan bekas luka.

Bruk!

Tubuh kecil miliknya tak lagi mampu berdiri. Bahkan untuk bergerak dan mengangkat wajahnya yang membentur tanah. Sensasi asin segera muncul dan menyebar pada indra perasa miliknya.

Pelan sekali, isak tangisnya lolos. Lama-kelamaan ia merasa nyaman sebab ada yang lepas dari dalam hatinya. Rasa sesak itu ikut mengalir dari air matanya yang sudah menganak-sungai.

Tak ia pedulikan nasehat bodoh milik Ayahnya yang berulang kali diperdengarkan setelah lelaki itu puas memukuli tubuhnya.

"Jadilah manusia kuat, Ayah memukulmu agar kau terbiasa merasakan sakitnya kehidupan!"

Tangis itu semakin kencang, ia benar-benar berteriak. Sangat kuat sehingga mengundang kedatangan manusia lain. Sorot lampu motor mengenai wajahnya yang sudah sangat perih. Ia terus menjerit hingga akhirnya kegelapan mengambil alih kesadarannya.

****
Start, 14 Agustus 2022.

DIAJENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang