08. Pemandangan Indah

1.7K 126 11
                                    


Suasana sore hari menjelang malam memang cocok untuk nikmati oleh orang-orang pecinta senja, tat kala si manis juga terduduk di balkon sembari menyesapkan susu yang di buat oleh suaminya.

Na Jaemin melihat bagaimana indahnya matahari terbit, dengan awan yang bercorak seperti melukis langit.

"Langit hari ini sangat cantik," Gumam si manis yang semakin terpesona.

Pulang dari rumah sakit dimana ia melakukan USG, Jaemin kemudian pergi ke toko kuenya. Walaupun hanya sebentar sekadar berbincang dengan Renjun, hal ini tak membuat Jaemin kelelahan. Sorenya Jeno sang suami membawanya pergi ke sebuah tempat, semacam taman. Namun, taman sepi dan hanya di penuhi interior pilihan Jeno sendiri.

"Na, kemari. Kenapa diam di luar babe?"

Jeno berjalan mendekati Jaemin, dimana suami kecilnya itu masih duduk terpaku menatap indahnya ukiran awan yang bercorak abstrak.

"Sayang, tolong ambilkan kamera!" Pintanya kepada Jeno.

Jeno mengangguk, sebelum akhirnya ia berjalan menuju lemari dimana kamera milik Jaemin berada.

"Na, kamera ponsel kan juga bisa." Ucap Jeno dari dalam kamar. "Ck, hasilnya akan buruk nanti." Sahut Jaemin kemudian.

"Ah ya, baiklah."

Jeno kembali datang menghampiri Jaemin, pria itu memberikan kamera yang di genggamnya kepada sang pemilik asli. Kamera polaroid, sekali jepret langsung tercetak. Jaemin dengan senang hati mencari pemandangan yang indah, dari langit, matahari, serta Jeno.

"Sayang, coba menghadap kesini." Titah lelaki manis itu.

Jeno menghadapkan tubuhnya mengarah pada Jaemin si manis kesayangannya, "Lihatlah ke kamera." Ucap Jaemin kembali.

Tangan Jaemin dengan lihat meng-klik tombol untuk menangkap foto, dan hasilnya begitu indah. Bagaimana tidak? sedangkan semesta yang paling indah hanyalah Lee Jeno seorang.

"Kau tampan ya," Gumam Jaemin seraya mengibaskan foto polaroid tersebut, kemudian ia serahkan kepada Jeno agar pria itu juga melihat hasil gambar yang di tangkap oleh Jaemin.

"Benar, aku tampan, dan kau cantik babe."

"Hm, aku juga tampan. Hanya saja sedikit manis."

"Nope, bukan sedikit, tapi lebih manis!" Elak pria dominan itu.

"Kemarikan kameranya, biarkan aku memfoto mu dengan bayi pemalu ini." Jaemin menyerahkan kembali kamera yang ia genggam kepada Jeno.

Dan mata indah si manis terfokuskan pada lensa kamera, serta senyumnya mengembang dengan sempurna, kemudian tat kala hasil dari kamera polaroid pun tergambar serupa. Hasilnya sangat indah, batin Jeno.

"Wah, apa ini. Kenapa ada bidadari di hasil foto ini?" Decak kagum Jeno kepada Jaemin.

"Dimana? tidak mungkin ada malaikat di samping foto ku," Gumamnya.

Jeno kemudian menunjuk hasil fotonya, dan menunjukkan wajah Jaemin disana. "Ini bidadari yang sangat cantik." Ucap Jeno membuat Jaemin terkekeh kemudian.

"Nah kalau yang ini malaikat yang akan mewarnai hidup kita," Ungkapnya seraya mengelus pelan perut buncit milik Jaemin.

Jeno berjongkok mengarah pada perut buncit si manis yang sudah tersenyum geli, tangan Jaemin mengambil alih kamera sekarang. Dan berakhir Jeno yang ibaratnya tengah bermain dengan sang buah hati, kini di potret oleh Jaemin. Hasil yang Jaemin dapat adalah foto mimik wajah Jeno yang tengah memanyunkan bibirnya.

"Hei bayi pemalu, besok bila kami ingin mengetahui jenis kelamin mu itu kau jangan menutupinya ya." Monolog Jeno di hadapan perut buncit Jaemin.

"Um, baik ayah." Jaemin pun menyahuti dengan nada kecil seperti anak-anak.

Jeno yang sangat gemas itu, rasanya ingin memeluk Jaemin dengan erat. Tapi tetap dirinya memeluk si manis, walaupun tak begitu kencang.

"Uhm babe, akh!"

"Sayang, kenapa?" Jaemin panik.

Sedari tadi Jaemin fokus kepada hasil foto polaroid miliknya, dan Jeno asik mendusal ke perutnya yang sedikit terbuka bajunya. Dan hasilnya wajah Jeno seperti di tendang dari dalam.

"Hei kenapa?" Tanya Jaemin kembali.

"Ada yang menendang ku, Ya Tuhan jangan katakan kalau yang menendang ku anak ku sendiri?"

"Tunggu," Jaemin diam-diam menelisik rasa geli di dalam sana, kemudian di tarik tangan Jeno agar dapat merasakan tendangan dari bayi yang Jaemin kandung.

Jeno membinar kemudian, matanya seolah-olah jatuh cinta kembali. "Wah! Wah! Na, dia aktif sekali. Apakah dia sering melakukan hal itu?"

"Iya sering, tapi tidak terlalu aktif bergerak seperti ini. Apakah karena kau mengatakan dia bayi pemalu, makanya sekarang dia aktif bergerak." Pikir si manis kebingungan.

"Ya ampun, bayi ku ini. Hei sayang ku, jagoan ayah, jangan begitu kasihan buna mu nanti. Buna pasti kesakitan, ayolah jagoan, jangan menendang sembarangan."

Jaemin mengulas senyum kecil sembari mengernyitkan alisnya karena merasa sakit.

"Huh, sudah. Wah jagoan mu menuruti perkataan mu sayang." Kembali Jaemin berucap.

"Benarkah! jangan hanya mendengar ucapan ayah saja, tapi ucapan buna juga." Ungkap Jeno sembari mengelus kecil perut milik Jaemin.

"Baik ayah," Jaemin pun ikut menirukan suara anak kecil.

Jeno terkekeh, dan mencium lembut kening serta pipi Jaemin penuh cinta. "Ayo masuk, sudah malam. Angin malam kan tidak cocok untuk orang yang tengah mengandung seperti mu Na." Tukas Jeno.

"Hm, baiklah." Jaemin kemudian masuk, dengan membawa susu yang ia sempat minum tadi. Sedangkan Jeno merapikan hasil-hasil potret dan kamera polaroid milik mereka.

Jaemin merebahkan tubuhnya setelah dirinya meneguk susu khusus orang hamil, kemudian matanya rada terlelap karena hari ini ia sangat lelah.

"Tak biasanya tidur lebih awal, tapi biarkan saja." Gumam Jeno kemudian. Pria dominan itu memilih untuk kembali ke tempat kerjanya, tanpa mengusik tidur Jaemin.

Kening Jeno berkerut seraya bingung, banyak berkas yang harus di setujui serta di beri tanda tangan secara digital. Jujur melihat layar LED lama-lama itu membuat Jeno sedikit pusing, tapi yang namanya bekerja Jeno harus lebih giat agar bisa menafkahi suami manisnya.

hampir satu jam sudah waktunya terlewatkan untuk mengurusi beberapa file penting yang menumpuk, yang di kirimkan oleh sekretarisnya.

Jeno berdecak sebentar, namun ponselnya berbunyi kemudian. "Ya, selamat malam."

"Oh, ya saya sudah mengeceknya tadi. Dan sudah di tandatangani." Ucap Jeno dengan tegas.

"Tapi maaf pak, apakah kita bisa bertemu? ini ada hal penting yang harus di jelaskan."

"Kita meeting online saja malam ini, kalau bertemu secara langsung saya rasa tak bisa."

"Tapi pak kita perlu tanda tangan basah anda."

"Ya, tinggal kirim filenya biarkan saya yang print dan besok pagi saya kirim ke kantor."

"Hm, baiklah pak."

"Ya, saya tutup."

Jeno hanya menggulirkan bola matanya malas, hampir berbulan-bulan lamanya Jeno tidak pergi ke kantor karena hanya ingin bersama di samping Jaemin. Kalau pria itu memaksakan diri untuk pulang pergi ke kantor dan rumah, membuatnya keteteran karena lembur terus. Jadi Jeno memilih bekerja dari rumah saja, karena itu akan lebih baik untuknya kedepan.

tbc.

Hai, ku update. udah lama ya ga update, aku fokus sama ospek kemarin😭. dah lah, karna dah lese ku update lagi🤟


Hadiah Termanis || NOMINSUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang