26. BACKGROUND

340 41 20
                                    

"Kau masih di bawah umur untuk membuat tuduhan semacam itu pada keluargamu. Setidaknya bawa walimu kemari, kami pertimbangkan untuk memprosesnya."

Robbin yang berusia 16 tahun itu berlari kencang dari kantor polisi menuju jalan pulang. Siapa bilang semua keluarga Scott akan melanjutkan tradisi bengisnya pada setiap keturuannya? Jika memang seperti itu adanya, maka jangan panggil dia Scott.

Bermula dari teror Saskatchewan di usianya 14 tahun, perang antarkeluarga mafia, penjualan manusia, penculikan, semuanya mengarahkannya pada satu titik muak yang membuatnya nekat melaporkan semuanya itu kepada polisi.

Dari jawaban polisi itu, sebenarnya ia tahu alasan polisi berkata seperti itu karena takut pada kuasa keluarganya.

Jika begitu, maka ia harus meminta salah satu sanak keluarga untuk berpihak padanya. Satu-satunya yang muncul di pikirannya hanyalah Bryan, kakaknya.

"Bryan!" teriaknya seraya berlari menerjang Bryan yang hendak masuk ke dalam mobil.

Bryan mengurungkan niatnya. Ia mengambil arloji di saku tuxedonya, mengecek jam, sebelum mengembalikannya ke dalam saku. "Dari mana saja? Jonathan mencarimu. Kau tidak sekolah?" tanyanya menelisik.

"Bryan, kau harus ikut denganku sekarang." Robbin menarik lengan atas tangan Bryan dengan paksa hingga pria yang lebih tinggi itu meringis kesakitan.

"Aww, jangan di sana." Lengan bekas tembakannya itu sampai sekarang masih ngilu. "Aku harus ke kampus, Robbin."

Robbin menurunkan pegangannya pada pergelangan tangan Bryan. "Tidak ada waktu lagi. Cepat!"

Bryan menoleh ke belakang, tepatnya ke arah supir pribadinya yang keluar dari mobil dengan tatapan penuh tanya. Tangannya terangkat, meminta supirnya untuk menunggu sebentar.

Dari cara Robbin menariknya kuat dan dari keringat sebesar biji jagung di kening Robbin, ia mulai curiga. Sebenarnya apa yang adiknya itu khawatirkan? Mengapa sampai membolos sekolah seperti itu?

Mereka berhenti tepat di depan pagar kantor polisi. Lebih tepatnya terpaksa berhenti karena Bryan menarik tangannya dari Robbin. Perasaannya memburuk saat menyadari arti sikap Robbin sekarang. Remaja lelaki itu-

"Aku melaporkan semua kasus yang ayah dan ibu lakukan selama ini," jelasnya tanpa harus menunggu Bryan mengajukan pertanyaannya.

Semua ekspresi Bryan terbaca.

Mendengarnya, Bryan meraih kerah seragam Robbin kuat hingga mereka bersitatap dengan jarak yang dekat. Napasnya menggebu mewakili emosi yang meluap melebihi batas.

"Kau gila? Cepat cabut laporannya!" desisnya.

Tangan Robbin berusaha melepaskan cengkeraman Bryan, namun tidak berhasil. Kakaknya itu sangat kuat fisiknya dibandingkan dengan dirinya.

"Tidak, Bryan. Aku tidak bisa hidup dalam rasa bersalah seperti ini. Semua yang keluarga kita lakukan hanya akan membuat orang-orang di sekitar kita tersiksa. Apa kau tidak sadar?"

"Kau yang seharusnya sadar, Robbin! Jika kau melaporkannya, dengan apa kita makan? Dengan apa kita bisa hidup jika tanpa Ibu?"

Bryan mendesah keras, menarik kerah Robbin agar menjauh dari jangkauan mata polisi-polisi di sana. Perasaan dongkol menyelimuti dadanya. Namun ketahuilah. Lebih dari itu, ia cukup takut jika laporan yang Robbin ajukan itu diproses.

Bukan karena alasan bahwa mereka akan kehilangam sumber dana mereka, tapi karena dia, Bryan Scott, terlibat dalam setiap operasi yang orang tuanya lakukan.

LITTLE CLICHÉ - Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang