Hari Libur

5 0 0
                                    


Hari ini sekolahku libur. Karena guru-guru sedang ada rapat bersama wali murid. Aku sendirian di rumah, Abang udah berangkat kuliah. Mamaku juga sudah berangkat ke sekolah untuk rapat.

Aku memutuskan untuk berdiam di kamar dengan bermalas-malasan. Ditemani dengan cemilan yang aku ambil dari kulkas, dan dengan lagu-lagu dari boy group favorit ku.

Watch me....

Ooh 24/7 ajik bujokhae

Deullini....

Hamkke itneun maeil put it on replay

Yeah michyeobeoril hap mandeureo

(Yeah yeah)

Make a beatbox box teoteuryeo

(Yeah Yeah)

Mailsurok wonbyeokhan gunghap

Everywhere i go bring the beatbox

Sedang asyik mendengarkan lagu dari laptop,ponselku berdering. Aku melirik ponselku, ternyata  Abangku yang  menelpon, tapi aku abaikan saja.

Bukan bang Tegar namanya kalo langsung menyerah begitu saja. Sudah terhitung tujuh kali bang Tegar menelepon.

Karena kasihan dan sangat mengganggu. Aku mengangkatnya dengan malas.

"Hal..."

"Gue kasih waktu dua menit kalo gak penting gue tutup." Ucapku memotong perkataan abangku

Terdengar helaan nafas diseberang. "Dek... Bantuin gue dong."

"Bantuin Apaan. Gak mau, gue bukan pusat bantuan. Gue lagi menikmati hari libur ya. Jadi jangan ganggu gue!."

"Makalah gue ketinggalan di meja kamar gue."

"Ya, terus urusannya sama gue apa"

"Tolong anterin makalah itu ke kampus gue. Penting banget dek, darurat."

"Dihh. Enggak ah males. Gue lagi mager banget."

"Plisssss dek. Itu makalah harus dikumpulin hari ini. Kalo enggak gue gak bisa dapat nilai. Apalagi itu makalah kelompok, bisa abis gue sama teman-teman gue."

"Bodo amat. Itu mah derita Lo. Udah tau penting malah ditinggal."

"Thalia Adek Abang yang paling cantik. Anaknya mama Dania dan papa Agus. Ayolah anterin ya. Masa lo gak kasian sama gue sih."

"Udah tahu kok gue cantik, jadi gak usah bujuk gue dengan rayuan murahan Lo. Gak bakal mempan sama gue. Kalo soal kasian, gue sih gak kasian sama Lo, lagi pula Lo bisa kan pulang dulu."

"Gue males, lagi pula Lo juga gak kemana-mana kan. Mending anterin makalah gue , nanti gue turutin semua kemauan Lo deh."

Aku berpikir sejenak."Beneran bakal turutin kemauan gue. Apapun itu?"

"Iya. Asalkan Lo anterin makalah itu ke kampus gue."

"Janjiii dulu."

"Iya Abang janji."

"Oke deh. Sekarang gue otw kesana."

"Makasih dek. Abang tunggu ya. Jang...."

Tuttt.....

Aku mengakhiri panggilan secara sepihak. Lalu bergegas ke kamar mandi untuk mandi. Setelah mandi dan memakai baju aku segera keluar rumah, berjalan ke halte yang dekat dengan rumahku.

Sudah sepuluh menit aku duduk di halte bus, dan belum ada tanda-tanda bus akan datang. Aku mendengus kesal, yang seharusnya hari ini aku bersantai di rumah menikmati hari libur satu hari dengan bermalas-malasan.
Malah harus keluar panas-panasan.

Ting...

Suara ponselku, sepertinya ada pesan masuk. Aku merogoh saku dan mengambil ponselku. Ternyata benar itu dari Sagara. Dia bertanya aku sedang dimana, dan aku jawab jujur kalo aku lagi di halte mau ke kampusnya bang Tegar.

Sagara pun menawarkan tumpangan, katanya sekalian dia juga mau ke sekolah. Karena ada urusan yang harus dia kerjakan. karena sekolahku dengan kampusnya bang Tegar itu satu arah, dengan senang hati aku menerimanya, lumayan juga hemat ongkos.

"Tha, ayo naik." Kata Sagara yang sudah sampai dan berada di depanku, dengan motor maticnya.

Aku bergegas menghampiri Sagara, dia memakaikan ku helm. "Thanks gar." Ucapku.

Sagara melajukan motornya di kecepatan rata-rata. Diperjalanan aku banyak cerita sama Sagara. Walaupun kadang Sagara balas perkataan ku kadang juga diabaikan. Ya, mungkin karena gak kedengaran.

Emang Sagara itu pendengar terbaik, kalo aku lagi ada masalah atau berantem sama bang Tegar pasti Sagara menasihati. Entah kenapa aku lebih patuh sama Sagara daripada sama Abangku.

"Gar, nanti Lo pulang jam berapa."

"Gak tau. Kenapa, mau pulang bareng gue lagi."

Aku tersenyum."Itu Lo tau." Ucapku

Sagara melihatku dari kaca spionnya. Lalu tertawa, aku bingung apa ada yang lucu ya. Apa perkataanku barusan itu sangatlah lucu, padahal aku gak ngelawak. Kalo bercanda juga kadang suka garing.

Aku mencubit perutnya Sagara. "Kenapa ketawa. Apa ada yang lucu."

"Lo yang lucu." Kekehnya

"Baru sadar ya kalo gue lucu. Kemana aja si Lo."

"Iya Lo lucu, sampe gue pengen banget cekik Lo."

"Kalo Lo cekik, gue mati dong. Terus kalo gue mati, populasi wanita cantik berkurang. Lo juga bakal nyesel kehilangan cewek cantik kaya gue."

Perjalanan dipenuhi dengan canda dan tawa, tak terasa sudah sampai di depan gerbang kampusnya bang Tegar. Sagara menepikan motornya, lalu berhenti.

"Udah nyampe."

Aku mengangguk, lalu turun dari motor dan melepaskan helm. "Makasih ya."

"Hmm. Iya sama-sama."

"Yaudah sana pergi."

"Lo usir gue." Kata Sagara

"Iya." Ucapku dengan cengiran

"Tega banget, padahal gue udah ngasih Lo tumpangan."

"Iihhh... Gak ikhlas Lo ngasih tumpangan sama gue."

"Ikhlas kok. Kalo gak ikhlas, udah gue turunin Lo di tengah jalan."

Aku tertawa. "Bisa aja Lo Deni."

"Deni bapak gue."

Aku mengacuhkan dua jari, piece."Oppss... Sorry. Bercanda."

"Kalo gitu gue pergi ya."

Aku menggaguk."Hati-hati di jalannya, jangan kebut-kebutan bawa motornya. Nanti Lo pulang tinggal nama lagi."

Sagara tersenyum, membenarkan rambutku yang sedikit berantakan."Lo khawatir sama gue, atau doain gue cepet mati."

"Ya khawatir lah, masa doain Lo cepet mati sih. Gue juga belum siap kehilangan. Lo tuh teman gue yang paling..." Perkataan ku terpotong

"Paling apaa?" Sela Sagara

"Paling the best." Ucapku sambil mengangkat kedua jempolku.

Sagara tertawa, lalu melirik jam yang ditangannya. "Gue duluan ya, kalo ada apa-apa langsung hubungin gue."

"Iya bawel banget sih. Sana pergi."

Love Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang