4.Home sweet home

267 36 0
                                    

"ingat! Baru serumah belum searah."

4.HOME SWEET HOME

"Assalamualaikum, Naya pulang." Kedatangan Naya disambut senyum hangat dari ibunya yang tengah santai merajut diruang tamu.

"Waalaikumsalam. Sini Naya duduk bentar" Pinta sang ibu.

"Ada apa buk?"

"Alhamdulilah kemarin ibu dapet tawaran kerja di tempat bagus, gajinya juga cocok." Ucap ibu Naya.

"Alhamdulilah dimana bu? Kerja apa?" Tanya Naya antusias.

"Diperumahan XX jadi ART disana." Jawab ibu Naya tak kalah senang.

"Tapi ada syaratnya nak."

"Syarat gimana buk?" Tanya Naya bingung.

"Ibu harus tingal disana, katanya sekalian jagain anaknya majikan yang bandel. Ibu pikir ada bagusnya juga sih, dari pada kita nggak ada kemajuan tinggal disini."

Naya dan ibunya memang hanya tinggal berdua disebuah rumah kontrakan kecil pinggiran Jakarta. Sebenernya sebelumnya mereka memiliki rumah namun terpaksa dijual untuk melunasi hutang almarhum ayah Naya yang wafat lima tahun lalu. Jadilah ibunya yang hanya menghidupi Naya selama ini.

"Emang bisa Naya ikut ibu?"

"Boleh, ibu sudah kasih tau keadaan ibu pas ngobrol sama bu majikan." Balas ibu Naya mencoba meyakinkan.

Naya mengangguk mengiyakan perkataan ibunya, ini merupakan kesempatan untuk mereka berdua memperbaiki hidup bukan. Naya beranjak menuju kamarnya untuk istirahat, rasanya cukup melelahkan setelah banyak berdebat dengan Zuko. Ia juga malas mandi dan memilih langsung rebahan saja, namun baru sebentar Naya memejamkan mata ada satu notifikasi di handphonenya.

+628578841xxx
Save! Zuko ganteng.

Naya masih mencoba menajamkan penglihatannya yang sedikit kurang jelas karena masih mengantuk. Ponselnya ia taruh kembali tak meghiraukan isi pesan itu. Naya berdecak kesal karena ponselnya kembali berbunyi.

+628578841xxx
Calling.

​"Apa sih."

"Apa sih."

Sahut mereka bersamaan membuat keduanya tak bisa menyembunyikan gelak tawa.

"Cie ketawa" Goda Zuko lagi. Sukses membuat Naya mengulum senyumnya, untung ini ditelefon jadi Zuko tidak akan tau ekspresinya.

"Ada apa?"

"Ada rin nggak?" Tanya Zuko.

"Ha, rin siapa?"

"Rindu."

Sial! Zuko membuat Naya kembali tersenyum, tidak ini tidak bisa dibiarkan, bisa bisanya naya tersipu oleh rayuan receh brondong seperti Zuko. Naya buru buru mematikan ponselnya namun kembali berbaring.

+628578841xxx
Bobo nyenyak, my nuna.

Ini hari sabtu namun Naya tidak bisa bermalas malasan seperti hari libur biasanya dikarenakan ia kini tengah sibuk membereskan barang bawaan untuk pimdahan dirumah baru majikaan ibu Naya.

"Udah beres pak ayo berangkat." Naya yang terakhir menaiki pick up dan segera memamsang seatbealt. Naya tersenyum kearah ibunya bermaksud memeberi semangat untuk menjalani pekerjaan barunya nanti.

Setelah memasuki area perumahan dahi Naya mengernyit bingung. Naya rasa ia pernah kesini. Lokasinya terlihat tidak asing. Mobil mereka berhenti di depan gerbang rumah berwarna hitam bertuliskan Blok1 No.A6.

"Ini bener rumahnya buk?" Tanya Naya was was.

"Bener kok, orang kemarin ibu juga habis dari sini. Buat dikasih tau tugas tugasnya apa aja." Jawab sang ibu santai dan bergegas membawa barang bawaan mereka.

"Ayo bantuin ibu"

Naya membuyarkan lamunannya karena mendengar perintah sang ibu, Naya segera ikut membantu mengambil barang mereka satu persatu. Satu kata dibenak Naya kali ini adalah. Mampus!

Ting Tung!

Zuko tak menghiraukan suara bel pintu rumahnya, pria itu masih berkutat dengan
game di hadapannya.

​"Kak buka pintunya." Suara lantang Zula sang adik memekakan telinga Zuko, padahal saat ini Zuko sedang mengenakan earphone.

​"Males." Jawab Zuko tak kalah keras.

Minggu pagi dikediaman Hartantio. Zuko dan adiknya Zula beserta sang mama tengah asik menikmati sarapan.

"Papa kapan pulang ma?" Tanya Zula disela ia mengoles butter di rotinya.

"Katanya sih bulan depan, tapi pastinya nggak tau." Jawab sang mama sambil meengunyah makananya.

Dari arah dapur seorang wanita paruh baya datang membawa sajian nasi goreng yang telah ia masak.

"Bibi udah makan?" Tanya nyonya rumah itu. Ibu Zuko memang terkenal lembut dan ramah kesiapapun.

"Udah buk, cuman tadi anak bibi yang belum." Jawab ibu Naya sekenanya.

"Kak ini kenalin ART baru mama." Ucap mama Zuko yang hanya dibalas senyuman oleh Zuko kearah wanita paruh baya yang Zuko baru lihat dirumahnya itu.

"Yaudah bi, suruh anak bibi makan bareng disini aja. Gapapa kan ma?" Pinta Zula antusias.

"Boleh, gapapa bi suruh kesini anaknya."

"Eh jangan buk, takut ganggu."

"Gapapa udah suruh sini aja."

Ibu Naya menuruti dan melenggang pergi mencoba membangunkan Naya yang masih tertidur di kamar.

Naya berjalan perlahan sambil memilin ujung kaos yang ia kenakan, dari arah Naya ia bisa melihat tengkuk Zuko yang sepertinya tak sadar akan kehadirannya. Setibanya di depan meja makan Naya melirik mama Zuko dan Zula bergantian sementara Zuko masih asik mengunyah mengamati makanannya belum sadar juga sepertinya.

"Ngga papa nak sini duduk di samping Tante." Pinta mama Zuko kalem.

Prang!

Suara nyaring sendok yang Zuko pegang terjatuh di atas meja, pria itu menganga tak percaya melihat apa yang tersaji dihadapannya kini. Lantas Zuko bangkit dan mengelap punggung tangannya kepipi Zula.

"Ih! kakak mah jorok." Kesal Zula dengan menghentakkan kakinya kasar.

Sementara itu Naya dan Zuko masih enggan beralih dari kegiatan tatap menatap mereka. Zuko memilih kembali mingkem dan duduk seperti tadi.

"Pagi Zula." Sapa Naya menutupi kegugupannya.

"Pagi juga kak Naya." Balas Zula dengan senyum manisnya.

"Gue nggak disapa nih?"

"Kalian saling kenal?" Tanya mama Zuko sebelum meminum segelas air digenggamannya.

"Nggak."

"Iya."

Zula dan mamanya menatap bingung ke arah Zuko dan Naya yang memiliki dua jawaban berbeda itu.

N A Y A Z U K OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang