4. Lantai Tujuh Belas

965 65 0
                                    

DI SEBUAH ruangan yang cukup besar, Nathan duduk di salah satu kursi sambil menyilangkan dua kakinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DI SEBUAH ruangan yang cukup besar, Nathan duduk di salah satu kursi sambil menyilangkan dua kakinya. Setelah memandangi jendela yang menyuguhkan langit cerah Jakarta dari lantai tujuh belas, ia kembali mengecek ponsel. Belum jam dua siang, dan Nathan sengaja datang lima belas menit lebih awal. Kini ia memiliki waktu sejenak untuk meneliti kembali semua berkas yang sudah ia persiapkan sejak hari minggu kemarin.

Ruangan dengan meja oval itu begitu sunyi. Ada belasan kursi tertata rapi, nuansanya gelap. Hanya ada dua warna, abu-abu tua dan hitam. Sisi putih hanya ia dapati di sebuah layar proyektor di sudut ruang. Kalau boleh jujur, Nathan sedikit grogi hari ini. Belum genap tiga bulan ia mengemban jabatan baru seagai Kepala Cabang, ini kali pertamanya ia berjanji temu dengan Customer VIP Korwilnya*. Yang mana biasanya Si Customer ini selalu di handle oleh kepala cabang sebelum Nathan.

Terdengar ketukan dari pintu ruangan. Nathan reflek berdiri menyambut, tapi ternyata seorang OB muncul menghampiri,hendak menawarkan minuman padanya.

"Air mineral aja Mas, terimakasih. Saya udah ngopi tadi di kantor." Jawab Nathan singkat.

Belum menghilang dari ruangan, OB tersebut menghentikan langkah. Ia terlihat menundukan badannya seperti menyambut seseorang yang akan memasuki ruangan rapat itu. Ya, benar saja. Seorang pemuda dengan setelan serba hitam berjalan menghampirinya dengan langkah cepat. Di belakangnya terlihat pria bertubuh besar berseragam tak kalah gelap pula, gerak-geriknya pun selalu mengekori kemanap pemuda itu melangkah.

Loh... Dia kan...

Nathan jadi bingung dan menebak-nebak. Siapa pemuda ini? Si CEO? Nathan hanya terus mencoba memasang wajah sumringah demi menutupi rasa bingungnya.

"Saya Ivan. Papa nggak ada waktu untuk urusan kayak gini, jadi mau nggak mau harus saya yang handle." Ucapnya kini sembari menarik kursi tidak jauh dari tempat Nathan duduk.

Oooo... jadi ini putra mahkotanya kerajaan Ryder. "Maaf kalau saya agak kaget. Soalnya yang saya lihat di TV, Pak Abraham itu nggak semuda ini." Nathan tersenyum lebar setelah ia menyalami Si Tuan Muda. "Saya Nathan, utusan dari kantor pusat." sambungnya kemudian.

"Jadi, apa aja yang harus saya persiapkan Pak Nathan?" Pemuda itu bertanya dengan lugas.

"Copy STNK, polish** lama, dan kami perlu tahu kondisi mobilnya saat ini seperti apa. Semacam survey, tapi nanti nggak usah khawatir, saya bantu dampingi tim surveynya biar cepet selesai."

Ivan mengangguk sambil membaca sekilas nominal serta keuntungan apa saja yang ia dapat saat mobil-mobilnya tercover asuransi nanti. "Kalau itu semua sudah saya siapkan. Tapi karena ini ada empat unit, saya harus bawa penawarannya dulu untuk di pelajari. Jumlah preminya juga nggak sedikit." 

Nathan paham. Dari ucapan Ivan yang terkesan mengulur waktu itu, tersirat permitaan untuk segera memberikan harga final tanpa banyak pembahasan lagi. Lalu Nathan pun menanggapi, "karena perusahaan Bapak sudah menggunakan jasa kami dalam waktu yang lama, saya sudah memakai rate terbaik Pak. Mudah-mudahan bisa mempermudah Pak Ivan untuk mengambil keputusan."

Sweet Escape [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang