Di kota Bandung, pada tengah malam perutku terasa sangt lapar, keluarlah aku seorang diri dengan sepeda motor butut yang aku pinjam dari seorang tetangga kontrakan untuk mencari makan. Lumayan lama aku berkeliling, akhirnya aku melihat seorang pedagang nasi goreng yang masih buka diseberang jalan. Tanpa berfikir panjang aku melipir ke warungnya dan memesan seporsi nasi goreng. Awalnya aku minta nasi gorengnya untuk dibungkuskan, tapi setelah aku melihat cara dia memperlakukan pelanggan dengan baik, aku meminta nasi gorengnya dimakan ditempat saja. Seporsi nasi goreng sudah selesai dihidangkan, waktunya aku menyantap nasi goreng buatannya.
"asli mana a'?"
tanya penjual nasi goreng tersebut kepadaku."jawa mas, masnya orang ngapak to?"
jawabku menebak.Aku menebak dengan dasar logat aksen yang sangat kental khas orang "ngapak" yang abang tukang nasi goreng itu tunjukkan saat berbicara.
Bandi, itulah nama abang nasi goreng yang aku temui malam itu. Awal hanya basa-basi saling menanyakan daerah asal kami.
Setelah selesai menghabiskan seporsi nasi goreng yang dibuat Bandi, aku lantas menyulut sebatang rokok dan menyesapnya perlahan.
"tengah malam gini udah mulai sepi ya mas?"
tanyaku memecah keheningan kami berdua."iya mas, rame tuh kalo jam 7 sampai jam 10an, pasti rame. Kalo tengah malam mah paling satu dua, bahkan ya orang-orang mabok lewat, terus mampir minta gratisan..."
jawab Bandi dengan logat ngapak dicampur logat sunda yang kental.Lama-kelamaan obrolan kami sedikit mendalam, dan pada akhirnya aku mendengar cerita dari seorang abang nasi goreng menceritakan pengalaman hidupnya.
"dulu saya merantau itu lulus SD mas tahun 2006, maunya sih dikampung bae, sekolah...tapi setelah lihat keadaan bapak sama ibuk yang tidak mencukupi, saya paksain diri aja buat merantau."
"nekad mas saya, dilarang sama bapak ibuk, tapi saya kasih penjelasan, saya tidak tega dengan keadaan mereka berdua demi anak-anaknya yang masih kecil. Dulu saya langsung ikut tetangga, jualan nasi goreng juga. Selama dua tahun merantau saya dikabarin sama saudara dikampung, kalau bapak meninggal mas..."
sambung Bandi menceritakan masalalunyaMendengarkan cerita Bandi, akupun ikut terbawa suasana, dengan segelas kopi yang Bandi buatkan gratis untukku dan sebungkus rokok menjadi teman kami bercerita ditengah malam yang dingin tersebut.
"saya pulang ke kampung, untuk beberapa waktu mas. Ya...ada lah kalo 3 bulan saya dikampung gak ngapa-ngapain. Nemenin ibuk, tapi kalo saya begini terus...kasihan ibuk mas, pikiran saya dulu."
dengan logat ngapak yang kental dan sesekali menghela nafas sambil menyesap rokoknya, Bandi pun melanjutkan ceritanya."akhirnya saya nekad lagi mas, balik ke Bandung. Ibuk sebenernya udah ngelarang mas, tapi kalo saya dirumah aja...kasian. Pas itu adik-adik saya masih kecil-kecil, ibuk cuma dagang sayur kecil-kecilan dirumah."
"pas saya udah ke Bandung lagi, selang setahunnya mas, saya dikabarin lagi sama saudara, disuruh pulang kampung...ibuk meninggal."
dengan raut yang mulai berubah, ia menyeruput kopi sedikit demi sedikit lalu melanjutkan ceritanya."saya pulang, saya hancur mas. Mau gimana ini dalam batin saya, adik masih kecil, bapak ibuk sudah meninggal..."
Mata Bandi mulai berkaca-kaca, akupun mencari cara untuk mencairkan suasana dengan mengulik topik pembicaraan yang lain.
"kalo punya warung nasi goreng ini, udah berapa taun mas? Pasti langganan udah banyak, soalnya enak nasi gorengnya mas."
ucapku untuk menggiring keluar dari topik yang sensitif."kalo ini alhamdulillah mas, sudah dari 2015an apa yak, lupa nyonge..."
timpal Bandi dengan logat ngapaknya dan raut wajah mulai sumringah."ya biarpun pendapatan minim cukup untuk sehari-duahari, kita musti syukur mas...masih dikasih rejeki sama gustiAllah, saya kadang ya merenung sendiri, bisa gak ya beliin istri ini, bisa gak ya beliin anak ini...sering saya merenung seperti itu mas. Tapi saya selalu bersyukurlah ya, inget perjuangan bapak sama ibuk dulu...jadi ya musti bersyukur sama pendapatannya mas."
"yang saya syukuri lagi mas, saya gak punya hutang...ya paling hutang ke temen yang nominalnya 100-200 ribu, itupun langsung saya lunasin mas."
sambung Bandi bercerita."jadi gini mase, sampeyan kan masih muda, masih kuat, masa depan inshaaAllah panjang, bersyukur mas...harus selalu bersyukur mas. Bukan saya mau menggurui mas ya, saya yakin kalo mas ini orang yang berpendidikan, jadi saya cuma bisa ngasih buat pegangan masnya untuk masa depan mas, harus selalu pandai bersyukur. Jangan gegabah dalam menerima semua yang diberikan gustiAllah mas. Mau itu nikmat ataupun musibah, sampeyan harus selalu bersyukur...ya!"
imbuh Bandi memberikan wejangan hidup kepadaku.Aku tidak tau harus berkata apa, hanya senyum kagum yang bisa aku lemparkan kepada Bandi, malam itu aku mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari seorang penjual nasi goreng. Pelajaran yang tidak ku dapat dari sekolahan ataupun dari ruang kerja yang aku jalani sekarang ini.
Tidak-kah merasa malu, dengan apa yang sudah kita dapatkan hari ini, kemarin, hari esok dan hari berikutnya. Dengan uang yang selalu bisa kita dapatkan setiap bulannya, nominal yang besar, dapat untuk membeli apa yang kita mau, tapi masih selalu mengeluh kekurangan atapun merasa tidak puas dan juga selalu tidak bersyukur.
Merasa tertampar dengan cerita Bandi, anak yang baru lulus SD yang notabene harus mempersiapkan ke jenjang pendidikan berikutnya, harus ia kubur dalam-dalam untuk pergi merantau demi membantu kedua orangtuanya.
Jauh dari rumah, jauh dari keluarga, jauh dari sanak-saudara ia harus mendapat berita kematian orangtuanya yang ada dikampung halaman.
Membuka usaha, mendapatkan hasil yang kurang lebih dari cukup, namun ia masih bertahan, atas dasar Tuhan dan rasa Bersyukur.
___________________________________________
Ceritanya memang biasa saja, namun hikmah yang aku dapatkan adalah lebih dari kata luar biasa. Rasa bersyukur yang Bandi tanamkan dari hati, kekurangan yang tidak menjadi masalah baginya. Bandi memang bukanlah orang yang kaya akan materi, namun Bandi adalah orang yang kaya akan hati.
Ini cerita Bandi sang penjual nasi goreng.
have a good day :)
-why-
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Bandi si penjual Nasi Goreng
Non-FictionCerita ini diambil dari seorang penjual nasi goreng yang penulis temui. Masih kurang sempurna penulis menuliskan cerita ini, mohon maaf lahir dan bathin. have a good day :)