Sore yang cerah di sebuah taman. Banyak anak kecil bermain sembari diawasi orang tua dan juga pengasuhnya. Mereka semua tampak bahagia. Bahkan, beberapa orang tua ikut memainkan beberapa wahana permainan yang menambah kesenangan anak-anaknya.
Namun, dari semua kebahagiaan itu, terdapat sebuah pemandangan yang memilukan. Seorang anak laki-laki berusia sekitar sepuluh tahun, terlihat sedang mondar-mandir sembari membawa plastik besar berisi tisu, yang mana tisu-tisu itu ia tawarkan ke seluruh pengunjung taman. Sayang, walaupun dengan tampang yang menyedihkan dan pakaiannya yang lusuh, hanya beberapa orang saja yang mau membeli tisunya. Sisanya hanya melihat dan bahkan mengabaikannya. Tapi walaupun begitu, sang anak tetap berusaha menjajakan tisunya, berharap hari itu ia bisa mendapatkan banyak uang agar ibu asuhnya yang kejam tidak memarahinya.
Di tengah sibuknya sang anak yang sedang menjajakan tisu, dari kejauhan, terlihat seorang pria jangkung dengan setelan pakaian mahal tengah memperhatikannya. Pria berwajah tampan dengan sorot matanya yang tajam itu terus menatap ke arah perginya sang anak. Tak sedikit pun pandangannya luput ke arah lain. Seakan-akan, anak itu adalah pusat perhatiannya.
Waktu pun berlalu. Langit yang kemerahan kini telah berubah menjadi kebiruan. Sore yang cerah sebentar lagi akan berubah menjadi malam. Itu tandanya, waktu main bagi anak-anak telah selesai. Para orang tua dan pengasuh satu per satu pergi meninggalkan taman bersama anak-anak mereka, menyisakan sang anak penjual tisu yang kini terduduk di kursi taman dengan raut wajah sedihnya.
"Seandainya aku menjadi salah satu dari mereka, pasti aku akan sangat bahagia," ucapnya dengan lirih sembari menatap anak-anak yang digandeng oleh orang tuanya.
Sang anak mencubit pelan salah satu bungkus tisu yang sedang dipegangnya. Tatapannya tidak berubah. Ia terus menatap ke arah jalan yang digunakan oleh para orang tua dan pengasuh untuk pergi meninggalkan taman. Rasa iri yang ia rasakan, hingga saat ini masih menghinggapi hatinya.
Sampai akhirnya, tepat saat langit telah menggelap dan lampu taman mulai menyala, sesosok pria jangkung tampak di depannya. Pria berwajah serius dan sedikit menakutkan itu menatap ke arah sang anak membuat sang anak yang awalnya terbengong meratapi nasib, seketika beralih menatap pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUKMA
FantasyKalau suka sama ceritanya, jangan lupa klik vote/like-nya ya. Terima kasih *** Pertemuan Adam, bocah berusia sepuluh tahun dan Aldebaran, pria berusia dua puluh lima tahun memang tidak berkesan baik. Namun, semuanya berubah saat Aldebaran mulai meng...