Ada banyak alasan untuk tidak datang ke sekolah. Tugasmu belum selesai, kamu sedang terlibat pertengkaran dengan teman sekelas atau terlanjur terlambat seperti Chenle. Ada juga orang-orang macam Lee Haechan yang malah nyangkut dan nangkring di warnet. Tasnya menggeletak. Dibiarkan tak terurus di bawah kursi.
Jemarinya bergerak lincah layaknya seorang agen rahasia yang pandai berkelit dari kecaman musuh. Karakter game nya berlarian. Memburu granat atau senapan yang ampuh melumpuhkan musuhnya. "Di belakang gedung! Di belakang gedung!" Dia menginterupsi. Memberi sinyal pada timnya untuk segera bertindak cepat. "Oh! Ada satu lagi di zona B! Aku bakal ke sana! Salah satu dari kalian, habisi yang di belakang gedung! Jaemin, Jaemin! Kamu dimana?"
Berdampingan, Jaemin di bilik kanan tidak menyahuti. Kendati begitu, karakternya yang tengah menunggangi Jeep kuning suram itu mengubah haluan. Menuruti interupsi Haechan, dia tiba di belakang gedung. Yang dicari-cari ternyata tengah susah-susahnya bersembunyi. Dari balik dinding gedung, Jaemin menjumpai musuhnya tengah tiarap.
Lebih tenang dari Haechan, Jaemin membidik lawannya. Pelatuknya ditarik. Dan ketika itu, moncongnya memuntahkan satu peluru. Belum cukup menghabisi nyawa lawannya, Jaemin terus menghujani musuhnya dengan cecaran peluru tanpa ampun.
"Udah hampir jam 9, kita mau berangkat jam berapa?" Jaemin yang tengah mengerutkan kening, meringis gigih melumpuhkan lawannya, menyempatkan diri untuk menanyai Haechan yang mulai tenang.
"Pelajaran Jin Seyoung kelar jam berapa?" Dari tempatnya, Haechan balik melempar tanya.
"Kamu kabur karena dia?" Saling lempar pertanyaan, Jaemin melewatkan jawabannya. Dia berdecak kesal manakala karakternya jatuh terkulai. "Haechan! Aku sekarat."
Haechan yang baru selesai menghabisi satu musuhnya segera berbalik. Menjemput Jaemin yang tengah menyembunyikan diri di bawah mobil Jeep-nya sendiri. Harap-harap cemas salah satu dari musuhnya tidak mencuri tumpangannya lantas melindasnya sampai darah meluber kemana-mana.
"Iya, aku nggak suka. Dia hobinya mendiskriminasi. Nggak adil. Padahal jawabanku waktu itu sama persisnya kayak punya Renjun, tapi nilaiku malah lebih sedikit. Apalagi tatapannya yang nyebelin banget. Argh, sialan aku jadi pengin colok matanya." Haechan masih mengerahkan karakternya untuk terus berlari ketika mulutnya mengeluh. "Jaemin! Kamu dimana?"
"Di bawah Jeep kuning. Hati-hati, tadi ada yang sembunyi di..."
DOR!
"Argh!" Haechan membeliak lebar. Mulutnya membulat. Dia masih terlambat menyadari situasi. Setelah karakternya menyusul Jaemin untuk menyatu dengan tanah, baru ia terkesiap. Si jago merah melahapnya hidup-hidup. Pun dengan Jaemin yang mati mengenaskan di bawah Jeep akibat letupan bom. "Sialan, kalah!" Haechan membanting headphone-nya. Matanya memejam. Berusaha keras meredam amarahnya yang hampir meledak sehebat bom yang menewaskan karakternya.
Ketika itu, ponsel Jaemin bergetar panjang. Si kalem Na yang perannya sekedar mendampingi Haechan bolos pun meraih ponsel. Ada nama Renjun di layarnya. Panggilan telepon diterima menyusul dengan suara Renjun di seberang sana.
"Hei, wakil ketua kelas, lagi dimana kamu? Anak buahmu ada yang sekarat, aku yang repot." Suara itu menyapa dengan intonasinya yang suram.
"Siapa?"
"Park Jisung." Renjun menjawab cepat. Sebelum Jaemin sempat menanyakan alasan perihal Jisung yang tumbang, Renjun lebih dulu melanjutkan. "Ada kakak kelas yang anterin dia ke kelas tadi. Dia nitip pesan, katanya Jisung lebih baik di UKS dulu. Dilihat-lihat, dia lumayan parah."
Haechan mendorong kursi. Mengerling pada Jaemin yang masih terlihat obrolan jarak jauh dengan Renjun. Baru selepas Jaemin mengangguk, telepon itu disudahi. Haechan menanti-nanti untuk menemukan waktunya yang tepat. "Jaemin, satu kali lagi. Aku yakin kali ini kita bakal menang. Lagian pelajaran Seyoung kelar jam setengah sepuluh kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
End of Us [discontinued]
FanfictionTepatkah bila semua kekacauan ini Mark simpulkan sebagai kiamat? Orang-orang kehilangan jati dirinya. Makhluk-makhluk mengerikan yang kehilangan lengan kanannya, pembuluh darah pecah meletup-letup, geramannya yang seakan musik pengiring kematian, at...