AMERTA Renjana; Narasi 2020
"Ketika luka menjadi abadi, ketika rasa hati yang kuat menjadi teman dalam hati."
***
"Ma, Pa, Abi peringkat 1 di kelas, loh."
"Masa bodoh, saya tidak peduli!"
***
"Kenapa harus gue, Ton?"
"Karena lo penghancur keluarga ini!"
***
"Tuhan, bisakah kau biarkan aku mati saja? Dalam derita ini aku menyesal."
***
"Makasih banyak, Cla. Gue tahu ini pasti nggak mudah bagi lo."
"Sama-sama, karena ini adalah salah satu bukti, kalau aku cinta kamu."
***
"Kak, semua orang jahat. Kenapa kakak malah pergi?"
***
Tuhan, izinkan aku melihat, merasakan, dan berharap semua itu akan kembali. Bahagia yang sebenarnya, tanpa sandiwara yang dilakukan.
Tuhan, biarkan aku menyaksikan segalanya. Entah, itu sebuah luka, atau rasa sakit yang kuterima.
Tuhan, kenapa jalan takdirku begitu menyakitkan? Izinkan, dan biarkan aku pergi dari hidup ini.
***
Dalam detik berikutnya, alat pengejut jantung diletakan di atas dada. Matanya memejam, tubuhnya ringkih penuh dengan lebam. Dokter sudah berusaha keras untuk menyelamatkan hidupnya. Namun, apakah laki-laki itu akan selamat?
Pukul tiga dini hari, para dokter belum usai melakukan operasi. Semua orang berharap cemas, memikirkan nasib laki-laki yang sedang terbaring lemah tanpa tahu bagaimana nanti hidupnya ke depan. Bukan tanpa alasan, Tuhan seakan menegur semua orang. Kehilangan bukanlah sesuatu yang membahagiakan. Justru, itu adalah awal dari sebuah kehancuran.
Bisa dicintai oleh semua orang, adalah impian seorang Abimana Putra Delarosa. Namun, sayangnya, semua itu harus dia dapatkan sesaat hidupnya dalam sekat waktu menuju kematian.
"Dok, jantungnya lemah." Kalimat itu mendeskripsikan bahwa segalanya tak dapat kita raih hanya dalam bingkai kehidupan saja. Akan banyak yang kita temui setelah kematian. Entah, itu nikmat surga, atau siksa neraka yang menyakitkan. Begitu pun dengan semua harapan, tak menutup kemungkinan harapan itu bisa terjadi, namun dibalik penderitaan itu tersimpan sebuah kepercayaan yang terukir sebelum harapan itu datang.
Tit... Tit... Tittttttttt
Bunyi dari layar monitor mendominasikan. Garis putih lurus menandakan semuanya telah berakhir. Dalam hitungan detik, napasnya hilang dan tubuhanya dingin serta kaku. Akhir dari semua kisahnya. Abimana telah tenang, bersama para bidadari yang menuntunnya menuju surga.
"Innalillahi wa innalillahi rajiun. Pasien telah meninggal dunia." Tepat dengan kalimat yang diucapkan. Isak tangis akan tumpah ruah bbersama rasa bersalah dalam diri semua orang.
Kini rasa itu bersatu menjadi satu kesatuan. Harus percaya dengan kenyataan, juga harus seimbang dengan khayalan. Dengan kata lain, Amerta Renjana telah berhasil pergi dengan tenang, berhasil melalui masa sulitnya, dan berhasil membuktikan kepada dunia. Kalau dia sukses membuat semua orang menangis atas apa yang telah dia raih sebelum meninggalkan dunia ini.
***
Created by: Author_Buluk
Tanggal publikasi: 17 Agustus 2022
Dimohon untuk tidak plagiat!
Hak cipta dilindungi undang-undang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amerta Renjana
Teen FictionSedikit waktu yang menyita perhatiannya. Akankah ia mampu menghadapi hiruk pikuknya dunia? Abimana hanya ingin semua orang mengerti, menyakiti atau bahkan membuat hidup seseorang hancur akan membawanya menuju jurang kebinasaan. Mungkin, terlahir se...