30

8.6K 652 11
                                    


---Coffee---












Haechan duduk di tepi ranjang tidurnya, di sampingnya sudah ada Chitta yang sedari tadi senan tiasa mengenggam tangan putrinya membiarkan Haechan untuk menceritakan semua kejadiannya. Chitta menepuk punggung Haechan, mengusap lembut surai rambut putrinya itu guna untuk menenangkannya ketika Haechan kembali menangis.

"Kamu sudah meminta penjelasannya pada Mark? " Tanya Chitta selembut mungkin.

Haechan menggeleng pelan, ia kembali menunduk menggengam erat tangan ibunya itu.

Chitta tersenyum, menggeser duduknya mengusap lembut punggung tangan Haechan. " Dengar sayang, kamu tidak lupakan dengan ucapan Mae dulu sebelum kamu menikah? Pertengkaran dalam sebuah pernikahan itu pasti ada, selesaikan masalah tampa membawa emosi, Mae tau kamu pasti sangat marah. Tapi apa salahnya untuk mendengarkan penjelasan dari suami mu dulu? Hilangkan sikap kekanak-kanakan mu ketika menghadapi semua masalah, kamu merajuk seperti ini tidak akan membuat masalah selesai yang ada malah menambahkan masalahnya-, "

Chitta memotong ucapannya, meraih dagu Haechan sedikit mengangkatnya agar Haechan menatap kearahnya, " Maaf jika perkataan Mae salah, tapi Mae rasa Mark bukan lelaki seperti itu. Dia tidak mungkin melakukan hal sekotor itu, Mae sudah menilainya sebelum kalian menikah. Pria yang tidak mencintai wanitanya tidak akan mau berjuang, ia hanya ingin mendapatkan hasilnya begitu saja. Berbeda dengan pria yang benar-benar mencintai mu. Mark bahkan rela jauh-jauh ke Perancis hanya untuk memohon pengampunan dari Daddy mu, memintanya untuk meminang putrinya, menerima pukulan serta caci maki dari Daddy mu. Apa semua itu tidak cukup untuk membuktikannya nak? "

"Hiks. Mae maaf kan aku, aku tidak bisa mengontrol hati ataupun pikiranku, rasanya begitu sakit ketika melihat ada bekas lipstik wanita lain di kemeja suami ku sendiri. Mark juga akhir-akhir ini selalu pulang larut, seorang istri mana yang tidak berfikir negatif jika melihat sesuatu seperti itu, hiks. " Haechan terengah beberapa saat, ia menyentuh dada bagian kirinya yang masih berdenyut nyeri.

"Mae mengerti sayang, sangat mengerti. Tapi ingatkah kamu jika di kantor itu tidak hanya Mark sendiri? Ada Jaehyun dan Jeno disana, jika memang Mark melakukan hal itu, bukankah seharusnya dari dulu rumah tangga mu hancur? Ingat saat kamu mengandung? Mark bahkan rela sibuk bekerja di rumahnya hanya untuk menemani kamu hingga kamu melahirkan. Dengarkan penjelasan dari suami mu dulu, berikan dia kesempatan jika masih mengulanginya lagi disitu kamu berhak mengambil keputusan mu sendiri dan Mae, Daddy, Mommy Taeyong dan Daddy Jaehyun mu tidak berhak untuk ikut campur disitu, okey? "

Haechan terdiam beberapa saat, mengontrol nafasnya yang masih sedikit memburu sampai akhirnya Haechan mengangguk menyetujui apa yang di katakan oleh ibunya.

"Baik, aku akan mencoba mendengarkan penjelasan dari Mark untuk saat ini. " Ujar Haechan. Chitta tersenyum sambil kembali mengusap lembut punggung tangan putrinya itu.

"Baiklah kalau begitu, Mae akan meminta Mark untuk kemari. Yuan akan bersama Mae dan Mommy Taeyong, kalian selesaikan dulu masalah kalian dan ingat! Jangan kembali tersulut emosi, selesaikan dengan cara baik baik. " Ucap Chitta memperingatkan. Haechan mengangguk sebagai jawaban.

Setelah mengusap pipi bulat putrinya untuk menghapus air mata yang sempat mengalir tadi akhirnya Chitta beranjak, melangkah keluar dari kamar putrinya itu. Setelah kembali menutup pintu kamar nya, Chitta melirik ke sebelah kanan memperlihatkan menantunya yang masih berdiri bersandar pada tembok.

Omong-omong Mark juga sudah mengganti pakaiannya, memakai kaos hitam polos dengan celana bahan panjang. Setidaknya Pria itu tidak terlihat semenyedihkan tadi.

Cᴏғғᴇᴇ • MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang