Selamat Membaca Kisah
Perjalanan MerekaNow Playing : Rossa - Malam Pertama
***
Bab 3 | Debat Menjelang Tidur
Ketika perdebatan terjadi dalam satu waktu di malam hari menjadi sebuah kebiasaan tersendiri
***
Malam pun datang, semua keluarga bakal kumpul di satu tempat yang memang sudah jadi kebiasaan tempat dimana di jadikan bahan curhatan, gosip dan lain sebagainya. Sama seperti keluarga kebanyakan. Keluarga Lutfhi pun melakukan hal yang sama, setelah menunaikan shalat isya di masjid mereka pulang di sambut oleh makanan yang sudah di hidangkan oleh sang Ibu.
"Widih makanan kayaknya sudah siap," ujar Iqbal dengan semangatnya.
"Iya dong pastinya," jawab Ify--- Ibu dari Wahyu dan Iqbal.
Mereka semua duduk tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu, lalu setelah itu sebelum makan mereka baca doa dulu selanjutnya menikmati makanan yang sudah tersedia sambil bincang-bincang hangat antar sesama keluarga.
"Iqbal nanti di sekolah jangan nakal, jaga kesehatan karena mulai besok kamu sedang-sedang sibuknya kan." Ify memberikan wejangan kepada anak bungsunya.
"Dan buat kamu Ufi, besok kamu harus cari kerja untuk bantu Ayah kamu," lanjut Ify kepada sang anak sulungnya.
"Iya Bu. Ufi paham kok, Ufi udah menyiapkan beberapa CV buat nanti ngelamar kerja. Tenang aja kok, Ufi gak nuntut apa-apa," jelas Wahyu.
"Maafkan Ayah karena gak bisa memberikan yang terbaik buat kamu." Lutfhi kembali menyalahkan dirinya sendiri atas anak sulungnya yang tidak bisa melanjutkan sekolah nya.
"Gapapa Yah. Udahlah Yah jangan merasa bersalah terus, Ufi gapapa kok. Lagian udah cukup mendapat ilmu dan pengalaman selama di SMK," kata Wahyu yang mencoba menguatkan sang Ayah agar tidak merasa bersalah lagi.
"Udahlah Mas, toh Si Wahyu juga gapapa." Ify mulai membuka mulutnya menghentikan debatnya rasa bersalah.
"Oh ya Ibu Ayah, sebelum Ufi dapat kerja, Ufi dapat tawaran dari tempat dimana Ufi PKL dulu. Untuk kerja disana dulu, gapapa kan?" tanya Wahyu.
"Gapapa nak, sambil nunggu kerjaan apapun kerjanya yang penting halal," jawab Lutfhi.
"Terserah kamu. Yang penting enggak nganggur deh," sahut Ify dengan nada tidak suka.
Akhirnya tidak percakapan lagi disana, Wahyu mulai mengambil alih semua pekerjaan disini, jadi setelah makan malam selesai. Wahyu bertugas untuk mencuci bekas makan yang ada di rumah, semua ini Wahyu lakukan sebagai bentuk tanggungjawab sedangkan kedua orang tuanya sibuk dengan urusan masing-masing di kamar mereka.
Sementara itu Iqbal yang sedang ada di luar kamar mencoba memandang langit yang kebetulan cuacanya sedang cerah terlihat ribuan bintang tersebar di langit malam ini, hingga saat Wahyu datang dan memecahkan suasana Iqbal yang sendiri.
"Bal, masuk dingin. Entar masuk angin," ujar Wahyu.
"Iya Bang tapi nanti, tanggung."
Wahyu mendekati adiknya lebih dekat "Tanggung kenapa?"
"Coba lihat ke atas deh Bang," titahnya.
Wahyu mulai menatap langit seperti apa yang di lakukan oleh adiknya, ternyata ribuan bintang tengah bersinar disana menyinari kota yang sedang bersinar dengan ribuan lampu ciptaannya manusia. Tapi langit dengan penuh bintang ini lebih indah dan terang di bandingkan dengan suasana kota yang penuh hingar-bingar musik dan lampu disko.
"Oh ya bang. Omongan Ibu jangan di masukin ke hati ya," ungkap Iqbal.
Mendengar omongan Iqbal seketika Wahyu menatap adiknya ia menggeleng pelan, "gapapa. Ibu bener kok. Kan anak lelaki itu harus punya pekerjaan untuk masa depannya nanti,"
"Tapi sebenarnya Abang pengen kuliah kan?" tebak Iqbal.
"Itu hanya keinginan. Tapi kalo gak sesuai harapan, Abang bisa apa. Lebih baik Abang cari yang sudah ada di depan mata Abang aja biar gampang," jelas Wahyu menenangkan sang adik.
"Padahal Abang pinter, aktif. Sayang banget bang kalo enggak di kembangin," rengek Iqbal.
Wahyu langsung memegang kedua pundak adiknya dan dihadapkan untuk segera menatap nya. "Kamu kan juga pinter dan aktif juga, sama kayak abangnya,"
"Ikh Abang. Bukan gitu," marah Iqbal.
"Terus mau Iqbal Abang harus gimana?" tanya Wahyu agar sang adik tidak marah.
"Pokoknya Abang harus kuliah," kekehnya.
Sambil menghela napas ia mengajak adiknya duduk agar tenang dan tidak marah lagi. "Gini Bal, kuliah itu tidaklah gampang. Bukan hanya sekedar modal kepintaran dan keaktifan melainkan biaya dan tekad. Untuk kelas kayak kita itu yang paling susah adalah masalah biaya, kuliah itu tidak cukup 500 rb lunas begitu aja. Kita harus bayar kos, uang per semester, belum lagi keperluan kalo ikut kayak organisasi gitu dan lain-lain. Jadi perlu biaya besar agar kuliah,"
"Abang bersyukur banget udah bisa lulus di jenjang kejuruan, karena bagi kalangan seperti kita masuk kejuruan itu biar dapat kerja,"
Iqbal mendengarkan semua nasihat sang Abang. Namun ia tetap kekeh abangnya harus kuliah, "Atau gini aja. Biar Iqbal berhenti sekolah dan uang yang ayah gunakan buat sekolah aku di kasih ke Abang buat kuliah,"
"Jangan Bal, jangan. Kalo kamu nekat gitu, Abang marah dan ninggali kamu." raut wajah Wahyu berubah marah.
"Kenapa bang?"
"Abang gak mau, titik. Intinya biarkan Abang kerja, dan kamu harus tetap sekolah biar kamu aja yang kuliah," tegasnya.
"Lah kok gitu," bingung nya.
"Udahlah debat sama kamu gak ada habisnya sama-sama anak organisasi, jadinya gak ada yang mau ngalah." Wahyu memilih menyerah percuma debat sama adiknya. Karena bagaimanapun kalau ada yang sama-sama egois salah satu harus ada yang mengalah.
Wahyu memilih masuk kamar meninggalkan Iqbal yang masih di luar. Ia mendaratkan tubuhnya di atas kasur memandang langit-langit kamar. Pikiran berkecamuk mendengar apa yang dikatakan sama adiknya perihal kuliah. Semua orang di dunia ini juga mau kuliah, mau hidup sukses. Tapi kembali kepada keadaan. Kalau sudah begini apa daya.
Wahyu menatap nanar CV lamaran kerja yang akan ia kirimkan besok. Berharap ia bisa mendapatkan uang agar Ayahnya tidak kerja dan ia bisa membantu kedua orang tuanya dan juga Iqbal agar tidak hidup sederhana lagi. Mungkin ia juga bisa mencicil menabung agar bisa kuliah.
Malam ini sepertinya akan menjadi malam yang panjang karena Wahyu mulai susah tidur kalau sudah berdebat dengan adiknya. Jadi ia khawatir sama apa yang akan di lakukan adiknya setelah perdebatan terjadi, jadi ia lebih baik menunggu beberapa saat untuk kemudian melihat keadaan adiknya. Namun menunggu bukanlah jawaban akhirnya ia memilih keluar dari kamar dan melihat keadaan sang adik.
Dan pada saat ia membuka pintu rupanya sang adik malah tidur di kursi dengan posisi yang tidak nyaman. Benarkan filing sang kakak, Iqbal akan melakukan hal yang aneh setelah berdebat dengan Wahyu, dengan menggelengkan kepalanya ia mulai menggendong Iqbal menuju kamarnya agar tidur dengan nyaman.
Setelah membawanya ke kamar lalu ia menyelimuti seluruh tubuh Iqbal agar tidak di gigit nyamuk. Wajah teduh Iqbal terlihat jelas disana.
"Besok Abang akan beli sesuatu buat kamu," gumamnya sebelum menutup pintu kamarnya.
***
Tbc.
Yeyeyeyeye akhirnya Lis bisa up lagi. Kisah ini masih berlanjut karena masih dalam tema pelampiasan diri setelah gagal di kompetisi kemarin, mudah-mudahan kalian suka dengan kisah cerita ini.
Jangan lupa vote and coment 👧
Tinggalkan Jejak 👣Lis_author
KAMU SEDANG MEMBACA
BBS [5] Wahyu Iqbal ✓
Roman pour Adolescents"Ketika kita berjalan ke arah yang sama namun berakhir dengan jalan yang berbeda" *** Wahyu Lutfhi dan Iqbal Lutfhi adalah kakak-beradik yang terpaut usia beda satu tahun. Di kala mereka menginjak usia remaja, Wahyu lulus dari bangku menengah kejuru...