delapan

14 1 0
                                    

Warning! Cerita ini mengandung kekerasan verbal dan nonverbal, sexual desire, dan Using dangerous weapons.

"Kyaaa.." Shenna berteriak dengan sangat kencang tatkala telinganya ditarik dari belakang oleh seseorang.

Suara nyaring Shenna ternyata didengar Rhea dan El dari dalam, mereka segera keluar dan mereka menyaksikan Dodit tengah menjewer Shenna sembari menariknya masuk ke rumah.

"Ni anak bandel dari mana sih main lempar batu ke orang sembarangan." Celoteh pria tersebut.

Seketika El dan Rhea langsung kelagapan, ia menarik Shenna dan Dodit masuk ke dalam dan tentunya sambil memantau keadaan sekitar.

"Bego lo, Dod!" Tukas El ketika sampai didalam.

"Bego gimana?" Tanya pria tampan itu langsung sambil terheran.

El pun memegang keningnya yang terasa berat, "udah, sekarang lo beresin dulu cecunguk ini, baru nanti gue jelasin, okey?" Katanya sambil menunjuk orang-orang terkapar di lantai kemudian pergi menyusul Shenna di kamar.

Beberapa saat kemudian Dodit datang, ia langsung to the poin bertanya ada apa.

"Lo belum tau bocah nakal ini siapa? Kudet banget lo." Kata El ogah-ogahan.

Dodit melihat Shenna yang kesal sekilas lalu memperhatikan dari atas sampai bawah. Beberapa saat kemudian mulutnya terbuka lebar, ia langsung terperanjat mundur ke belakang saat ia tahu bahwa didepannya adalah buronan yang dicari-cari.

"Lo Shenna yang bunuh bokap sama kakak lo itu kan?" Dodit memastikan.

Mendengar hal itu Shenna tambah kesal, "Gilak Lo! Gue gak bunuh kakak gue ya bangsat, yang diberitakan bohong semua, kita sama-sama bertahan dari psikopat brengsek itu, untung sekarang udah mati." Jelasnya ogah-ogahan.

Reaksi orang disekitarnya pun malah berubah, Rhea bahkan mendorong kepala Shenna karena geram dengan ucapannya, "kalo ngomong di filter dulu, kocak. Lo jangan se dendam ini sampe-sampe lo ngomong gitu ke bokap sendiri, tanpa dia lo gak ada."

Semua orang setuju dengan gagasan Rhea, memang orang itu menaruh luka yang sangat dalam di hidup Shenna, tapi kembali lagi ke awal, tanpa ayah ia tidak akan ada di dunia dan bahkan bisa hidup sejauh ini.

"Pertanyaan gue, lo kenapa nampung buronan kesini? Trus dia siapa?" Dodit menunjuk Rhea.

"Rhea." Jawab Rhea ogah-ogahan dan tampak tidak suka.

El menghembus napas panjang, "Dod, mereka punya nasib yang sama kayak gue, bahkan mereka juga udah gaada siapa-siapa lagi. Gue juga nampung Shenna karena, yaa... dia berbakat."

"Berbakat jadi pembunuh?" Sela Dodit langsung dan tentunya kesal.

Lalu El menepuk pundak Dodit, "gue juga punya misi, dan pasti mereka yang jalanin, mereka juga punya luka yang sama kayak gue Dod, plis kali ini gue mau lo setuju."

"Misi lo emang besar tapi resikonya gak kalah besar kalo Lo libatkan buronan didalamnya.." Dodit makin membantah.

Seketika Dodit langsung menarik tangan Shenna, cukup kasar sampai El dan Rhea ikut serta melepaskan genggaman itu.

"Lepasin, bajingan! Udah gue bilang kalo yang di beritakan itu gak bener!"
Shenna berteriak.

Rhea melerai pertikaian yang terjadi, ia coba mencari jalan tengah. "Udah ya, bang, kita ngomongnya pelan-pelan aja, sekarang coba duduk dulu." Rhea coba menenangkan Dodit dan menuntunnya untuk duduk.

"Gini deh, kita beri waktu pembuktian untuk memastikan Shenna bukan seburuk yang diberitakan, jika tidak maka kita sendiri yang bakal antar dia ke kantor polisi." Rhea memberi solusi atas perkara yang terjadi.

R.O.S.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang