Seharusnya ini cici up besok, tapi gapapa di up sekarang.
Cici, lagi ngalamin gangguan tidur, susah banget buat merem. Semoga kalian enggak ya!
Selamat membaca, jangan lupa dukunganya.
"Mau seapik apapun ekspetasi, jika realitanya berbeda. Bisa apa?" - Sasa
"Apa sudah mengecek bawaan kamu, Sa?" Aku terharu mendapatkan ayah seperhatian Bagas, ayahku dulu menanyakan aku makan atau belum hanya terhitung sekali dalam setahun. Aku beruntung bukan, memiliki Bagas sebagai ayah sekarang.
Aku menengak susu yang mulai mendingin hingga habis, lalu menatap ayah "sudah, aku telah mengeceknya lebih dari lima kali!"
Ayah terkekeh, lihat! Jika bukan ayahku pasti aku pacari. Bagimana mungkin pria berumur hampir kepala lima ini begitu mempesona, oh ayolah! Ini ayah sendiri!
Menggelengkan kepala, agar pikiran konyol segera menyingkir, aku mencium tangan ayah, bentuk sopan santun seorang anak. "baik, aku berangkat sekarang ayah."
Supir yang mengantarkan aku bernama, yunus. Aku memanggilnya kak, baru berusia 27 tahun. Sah-sah saja bukan.
Jalan di kota ini cukup lenggang, tidak macet seperti kota tinggal ku dulu, Kalianda. Memang bukan layaknya jakarta yang ibu kota, tapi untuk urusan macet tidak harus menjadi ibu kota dulu kan.
Yang menarik perhatian ku sepanjang jalan menuju sekolah, adalah pohon rindang di tiap sisinya, sejuk. Sepertinya enak untuk jalan santai di malam hari.
Ketika asik menikmati suasana pagi, mata ku terpokus ke pemuda dengan jaket merah tersampir di pundaknya, sesekali kaki panjang itu menendang ban motornya.
"Kak, berhenti di sana!" Perintah ku, menujuk ke arah pemuda tadi.
Kak Yunus, menghentikan mobilnya di samping pemuda berjaket merah itu, aku menurunkan kaca mobil, "motor kamu mogok?"
"Ah..! Iya sepertinya." Dia terlihat kaget, karena kehadiran ku? Atau pertanyaan sok akrab dari aku?
Aku membuka pintu mobil dengan lebar, mengeserkan diri ke pojok kiri lainnya. "Aku kasih tumpangan, bentar lagi bell. Tidak usah khawatir untuk motor, sudah aku urus. Jangan menolak!" Terangku tegas.
Pemuda itu mau tidak mau masuk ke mobil, kak Yunus kembali melajukan mobilnya ke sekolah. Mata ku melirik sekilas, sudah aku duga! Visualnya lagi-lagi tidak manusiawi! Oh, sepertinya hanya aku yang buruk rupa!
Mobil Pininfarina Sergio Ferrari, memasuki area sekolah. SMA Yudiks. mobil yang satu unitnya berharga 16M, menarik siswa-siswi, wajar siapa yang mampu memiliki mobil semahal ini? Walupun mereka anak berada, tetap tidak sanggup!
Aku memandang bangunan sekolah, harusnya tidak terkejut, tapi aku tetap terkejut akan kemegahan sekolah ini. SMA Yudiks digadang-gadang sebagai sekolah favorit, bahkan 80% isinya anak berbau duit, alias orang kaya! 20% lainnya, anak yang memiliki otak secerdas Albert Einstein.
"Silahkan nona dan tuan." Suara kak Yunus, menyadarkan aku dari lamunan. Bahkan pintu mobil pun sudah ia buka'kan, seharusnya aku menyuruh kak Yunus tetap di dalam, untuk tidak menarik lebih banyak perhatian. Telat!
Morgan!
Yang keluar tuan muda Freemanz woy!Deg! Jantungku serasa berhenti berdetak, suara para murid tidak aku dengarkan lagi. Mata ku membola tak percaya, pemuda berjaket merah adalah Morgan. Demi dewa! Kenapa aku tidak tau bahwa itu Morgan! Ini salah satu tokoh penting, sialan! Harusnya tidak seperti ini!
Ingin sekali aku memaki, di depan wajah tampan Morgan. "ANTAGONIS BANGSAT!"
*♡∞:。.。𝐓𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚 𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran tak penting! [End]
FantasiMengalami perpindahan jiwa hanya karena terbentur tembok. Konyol! Ya, kekonyolan yang terjadi pada ku. Awalnya aku hanya menganggap ini mimpi, tapi ketika seorang pemuda bernama Bagas mengaku-ngaku bahwa dia adalah ayahku. Oke, tolong yakinkan aku...