Theo melangkah masuk ke dalam UKS. Dapat ia lihat seorang gadis duduk di pinggir ranjang dengan seseorang yang mengobati lututnya. Theo mengambil duduk dan menunggu. Setelah Mika selesai diobati juga petugas UKS pergi, laki-laki itu buka suara.
"Bilang, ke mana lo pergi setelah ketemu Haven."
Dahi Mika berkerut. "Gue pulang lah. Buat apa lama-lama sama cowok tukang selingkuh!" jawabnya ketus.
"Lo pergi pas Haven sendiri apa ada orang lain?"
Mika memutar mata malas. Ia mendengus. Kedua tangannya terlipat di dada. "Ada, pacar barunya. Siapa lah itu namanya."
Theo mengangguk pelan. Wajahnya sedikit menunduk. Dari nada bicara Mika, kentara sekali kejengkelannya kepada Haven. Namun, Mika pergi menemui Haven sepulang sekolah. Lalu, mengapa gadis itu tiba di rumah setelah jam makan malam?
"Lo nggak langsung pulang, kan?"
"Gue langsung pulang. Tapi jalan macet, terus laper. Gue mampir makan dulu." Mika menjawab sambil berusaha mempertahankan nada bicara. Mata sengitnya mengarah ke Theo.
"Biasanya juga nggak peduli gue ngapain," gumam Mika.
Theo mendongak. Helaan napas terdengar darinya. Ia bangkit dari kursi. Tangannya terulur menepuk kepala Mika. "Giliran dipeduliin malah nggak suka," balasnya.
Mika tidak bisa berkata. Sebagai gantinya, ia menghempas tangan Theo, kemudian melangkah pergi.
"Adek mau makan siang apa nanti?"
Langkah Mika berhenti, tetapi gadis itu tidak berbalik badan. Sebelah kakinya menghentak lantai. "Diem lo!" bentaknya.
Theo terkejut, lalu tertawa. Selang beberapa waktu, wajahnya berubah serius. "Lo beli boneka jerami sama jarum, buat apa?"
Giliran Mika yang terkejut. Matanya bergerak gelisah. Ia menggigit bibir. Kedua tangannya meremat rok. Mika mengambil napas dan menghembuskannya. Setelah berdeham, ia menjawab, "Tugas agama." Selanjutnya, gadis itu meninggalkan UKS dengan langkah lebar.
🌱🌱🌱
Seekor kupu-kupu coklat terbang masuk melalui celah jendela. Kupu-kupu tersebut mendarat di dahi seorang bayi. Haven merasa sesuatu berdiri di wajahnya. Tangan kanannya melayang mengecek dahi. Dengan begitu, kupu-kupu tadi pergi keluar.
Haven mengerjapkan mata. Mengherankan sekali pagi ini matahari bersinar sangat terik, pikirnya. Mulutnya menguap. Hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit. Dahinya berkerut, mencoba mengingat hal terakhir yang dilakukan sebelum tidur. Tidak berhasil, ia memutuskan melihat keadaan sekitar. "Ila," lirihnya.
Haven berguling, lalu duduk. Mata kecilnya mengamati Aqilla. Menoleh ke jam dinding, sudah pukul sebelas. "Ila," panggilnya sambil menepuk pipi gadis yang terbaring.
"Eh, Irfan udah bangun."
Perhatian Haven berpindah. Bunda masuk sambil mengulas senyum. "Kak Qilla lagi tidur, Irfan sama Bunda dulu, ya? Nah, sekarang Irfan mandi."
Mendengar penuturan tersebut, Haven menggeleng. Meski begitu, Bunda tidak terlalu peduli dengan penolakannya. Haven mencoba menjauh dari kejaran tangan Bunda. Sayangnya, tubuhnya bergerak terlalu lambat. Haven seketika memegang tangan Aqilla. "Ndak au!" tolaknya.
"Irfan, jangan berisik, Kak Qilla lagi sakit."
"Ndak au! Ndak au! Ila!"
Akibat teriakan Haven, Aqilla terganggu. Setengah sadar, gadis itu menatap wajah bulat dengan mata memelas. "Kenapa, Irfan? Kak Qilla di sini," balasnya dan memeluk tubuh mungil itu.
Bunda langsung melepas pegangannya. Ia menghela napas, kemudian pergi dengan hati-hati.
Haven berbaring menyamping. Wajahnya mendongak."Ila," panggilnya.
"Kenapa, Irfan?"
Senyum kecil terbit di wajah Haven. Respons gadis ini lucu, batinnya. Berada dalam posisi begini membuatnya teringat seseorang. Ketika Haven kecil, sang Mama selalu memeluknya, membagikan kehangatan yang menenangkan. Kenangan indah itu tetap membekas di benaknya.
"Mama ...." lirih Haven. Tangannya meraih bahu Aqilla, memeluk gadis itu.
"Mau Mama...."
Mendengar sesenggukan, Aqilla bangun. Ia melihat seorang bayi meringkuk sambil menangis. Jari Aqilla menyeka air di sudut mata bayi tersebut. "Irfan," ucapnya pelan, "mau susu?"
"Cucu ... cucu!"
Aqilla menyunggingkan senyum. Rupanya lapar, batinnya.
🌱🌱🌱
Sepasang pipi bulat berisi bergerak naik turun seirama dengan mulutnya yang menghabiskan isi dot. Haven duduk memegang botol susu. Di sekitarnya tergeletak beragam mainan. Tangan kirinya mengambil boneka harimau kecil. Beberapa lama mengamati, ia melempar benda itu. Tanpa disangka, boneka mengenai gelas di meja.
Gelas jatuh dan menggelinding. Jantung Haven berdebar keras serta keringat mengaliri dahinya. Detik berikutnya, gelas berhenti berguling. Haven akan menghembuskan napas, tetapi mendadak gelas terjun bebas ke lantai.
Pyar!
Suara nyaring mengundang Aqilla untuk datang. "Irfan," panggilnya.
Aqilla mengangkat tubuh Haven menjauh dari pecahan kaca. "Irfan nggak pa-pa?" tanyanya khawatir.
Haven menggelengkan kepala. Sekali lagi, matanya memandang pecahan kaca berserakan mengotori lantai. Ini aneh, pikirnya. Dirinya telah merusak benda juga mengotori rumah, tetapi mengapa Aqilla tidak marah? Harusnya dia marah karena gelas berisi coklat panas tumpah tanpa sempat diminum.
"Ila."
"Irfan kaget, ya?"
Tangan gemuk yang memegang botol, mengerat. Haven menatap mata gadis di hadapannya. Bukannya mengkhawatirkan minumannya, Aqilla justru khawatir atas dirinya. Padahal mereka tidak saling kenal. Kalau begitu, apa alasan Aqilla enggan dirinya terluka?
🌱🌱🌱
Sehabis mengalami fenomena mengherankan tadi, saat ini Haven duduk di meja makan, di atas pangkuan Aqilla tentunya. Kedua mata mungil itu menatap sebuah mangkuk. Haven mengangkat tangan dan mengarahkan ke mangkuk. Alhasil, bubur pisang melayang.
Terkena bubur pada bajunya, Aqilla berhenti bermain ponsel. Wajahnya tampak terkejut sekaligus kesal. "Irfan tadi ngapain?" tanyanya.
"Ndak au."
"Kotor kan jadinya. Sekarang Irfan mandi," putus Aqilla.
"Ndak au!" Haven menggelengkan kepala.
Dahi Aqilla berkerut. Belum lama dirinya mengurus Irfan dan bayi itu mulai menunjukkan perilaku nakalnya. "Bajunya Irfan kotor. Jadi harus mandi. Kalo nggak, Irfan nggak dapet bubur pisang," ancamnya.
"Ha ha!" Haven tertawa. Ia bertepuk tangan juga memukul meja. Ini sangat menyenangkan, membuat keributan sehingga Aqilla marah.
Aqilla berdiri membawa bayi di pelukannya. Bajunya yang ternoda bubur, tambah kotor saat bersentuhan dengan baju Haven. Belum lagi, Haven menempelkan tangan ke pipi Aqilla, meninggalkan gumpalan bubur di sana.
"Ila, Ila! Ha ha!"
Haven tertawa lebih keras. Ekspresi Aqilla marah, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena tidak ada orang yang tega memukul bayi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince's Curse
Teen FictionHati-hati dengan hati wanita. Karena jika menyakitinya, kamu bisa jadi bayi. * * * Diberkati dengan paras rupawan serta tubuh proporsional, Haven sangat memanfaatkan kelebihannya. Remaja jangkung itu memikat banyak perempuan kemudian mencampakkan me...