Erland tertunduk diam di pojok bangunan dengan air mata yang tak henti mengalir, matanya terpejam, tangan yang penuh dengan darah meremat bajunya sehingga warna baju itu menjadi dominan merah. Gevan membawanya kesana, memaksa laki - laki itu untuk sedikit menjauh saat ia menangis histeris memangku kepala Viona.
Banyak sekali orang yang mengerumuni lokasi itu, menghalangi Erland untuk memandang gadis tak berdaya itu dari kejauhan. Di sana ada Chandra yang sedang bolak balik mengurus Viona di bantu oleh penduduk sekitar.
Indra pendengarannya dapat mendengar suara tangisan perempuan yang terdengar hiteris, dia adalah Emilly, kakaknya benar - benar histeris sama sepertinya. Gadis itu sempat pingsan, dan kembali siuman dengan tangisan yang lebih memilukan. Kakaknya menangis dan terus saja memanggil nama gadis yang ia cintai itu
"Vionaa... kenapa kamu lakuin ini??"
"kenapa kamu tinggalin kakak??"
Itu lah yang ia dengar, kakak perempuannya menangus tersedu - sedu dan sedang berusaha di tenangkan oleh Daniel dan beberapa orang yang ada di sekiarnya.
Dengan sangat samar Erland melihat rambut itu yang penuh darah, ketika beberapa orang sedikit menepi setelah menutup tubuh kekasihnya dengan koran.
Iyaa Viona adalah kekasihnya, gadis itu baru saja menjadi kekasihnya saat tangannya memasangkan jepit itu di rambut Viona berbarengan helaan nafas terakhir gadis itu.
Mengapa harus seperti ini Viona?
Batin Erland menangis, Laki - laki itu menunduk, air matanya masih mengalir namun ia tidak sehisteris kakak perempuannya. Erland memejamkan matanya kakinya lemas hingga membuatnya berlutut tidak bertenaga
Apakah ini nyata?
Gevan menyeka air matanya, ia juga menangis beberapa kali hanya saja ia berusaha untuk lebih tegar.
"Van, ini gak bener kan?"
Gevan bisa mendengar pertanyaan rapuh itu keluar dari bibir sahabatnya, ia memejamkan matanya sambil mendongak ke atas dengan menghela nafasnya yang terasa berat, Gevan memilih tidak menjawab ia tidak tahu harus menjawab apa
Tak lama kemudian terdengar suara sirine mobil yang banyak sekali, itu adalah mobil polisi dan tak lama mobil berwarna putih itu pun datang. Polisi dan Tim medis kemudian membelah kerumunan, Tim medis menyiapkan ranjang dorong berwarna oranye itu lalu.
Erland dapat melihat beberapa polisi memasang police line di sekitar area, salah satu polisi juga terlihat berbicara dengan Chandra dengan wajah yang benar - benar serius. Beberapa poisi lainnya terlihat membantu Tim medis untuk mengangkat jenazah Viona dan memasukkannya ke mobil putih itu
Air wajah Erland bereaksi saat ranjang dorong itu di naikkan, tangan Viona yang memiliki banyak luka itu keluar area
"Vio mau di bawa kemana??!!!" teriaknya Erland, ia bangkit terlihat berlari menuju ranjang dorong itu. Tentu saja Gevan yang ada di disampingnya mencoba untuk menahan, namun sayangnya Erland yang sepertinya benar - benar emosinya naik saat ini bisa menghempaskannya.
Gevan bisa melihat laki - laki itu sedikit histeris menerobos para apara kepolisian dan tim medis, dengan berteriak untuk jangan membawa Viona pergi. Para polisi itu menahannya dalam kehisterisan. Begitu juga saat ia menoleh ke arah kiri, Emilly juga melakukan hal yang sama. Gadis itu histeris dan di bantu di tenangkan oleh Daniel dan beberapa orang yang ada disana.
Sakit?
Tentu Sakit yang di rasakan oleh Gevan, laki - laki itu kembali mnghampiri sahabatnya mencoba menenangkannya, namun kini dengan keadaan Gevan yang menintihkan air mata
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not the Princess
Teen FictionKatanya aku seperti putri, namun aku bukanlah tuan putri Aku rasa aku bukanlah seorang putri, tapi ternyata aku memanglah putrinya