Selamat Membaca Kisah
Perjalanan MerekaNow Playing : Vierra - Jadi Yang Kuinginkan
***
Bab 6 | Rasa Khawatir
Keterikatan darah membuat batin tiap keluarga merasakan ada yang berbeda hingga muncul rasa khawatir yang berlebihan
***
Mulai hari ini mereka akan menjadi super sibuk di mana acara pelepasan / perpisahan kelas 12 akan dilakukan beberapa jam lagi pastinya di waktu-waktu yang kursial ini mereka akan melupakan apa itu tentang yang namanya kesehatan, kegemaran, dan lain-lain. Semua pikirannya mengenai kesuksesan acara nanti maka dari itu mereka akan sekuat tenaga agar berjalannya sesuai rencana.
Maka dari itu hari ini mereka akan melakukan gladi resik untuk acara besok pagi maka dari itu seluruh alumni kelas 12 kemarin di panggil kembali untuk memberikan persembahan kepada adik-adik kelasnya sebagai bentuk perpisahannya. Semua alumni perjurusan datang termasuk Wahyu, hingga ia memutuskan izin kepada Mas Shino dan Bang Yedam untuk tidak masuk kerja dulu.
Terlihat panggung utama telah siap, dan sudah di dekorasi dengan begitu cantiknya. Semua adik-adik kelas tengah bersiap latihan untuk menunjukkan pertunjukan kepada orang tua kelas 12 sebagai penampilan terakhir.
"Hei Wahyu," panggil seseorang.
"Hai Farid. Apa kabar bro?"
"Kabar baik. Kayaknya gue gak perlu nanya lo deh, karena kelihatannya lo baik-baik aja," canda Farid.
"Bisa aja." Mereka saling berpelukan satu sama lain, maklum sahabat sebangku, se organisasi bahkan se perjuangan pun tidak akan pernah mereka lupakan satu sama lain. Namun setelah beranjak dewasa dan memilih jalan masing-masing baru mereka melupakan.
"Sekarang lo kerja dimana bro?" tanya Farid.
"Gue kembali ke tempat PKL dulu, mumpung masih akrab dan sehabis kemarin gue sering nongkrong disana jadinya gue dapat tempat disana ya. bantu-bantu dikit lah," jelas Wahyu.
"Ya gapapa yang penting lo gak nganggur. Tapi kalo gue sih, allhamdulilah langsung kerja di PT yang gue inginkan," sorak heboh Farid.
"Masa sih?"
"Iya. Nih kalo lo gak percaya,"
Farid menunjukkan foto yang ada di ponselnya di mana ia telah bekerja di salah satu PT yang ia inginkan waktu masih sekolah di sini. Betapa takjub Wahyu melihat keberuntungan yang diperoleh oleh sahabatnya ini ia teramat senang dan bahagia karena sahabatnya bisa sukses.
"Selamat ya, gue bangga sama lo."
"Makasih ya. Lo juga mudah-mudahan sukses juga, kalo gitu kita duduk disana aja Yuk Yu," ajak Farid.
Farid berjalan terlebih dahulu dan sementara Wahyu hanya menatap punggung Farid. Entah kenapa ia merasa iri dengan jalan kehidupan sahabatnya itu, wajar ia iri terhadap sahabatnya tapi ia tetap yakin bahwa Tuhan telah menyiapkan takdir yang terbaik buat dirinya walaupun di awal emang agak menyakitkan dan harus berjuang dari bawah dulu. Tapi bagaimanapun ia harus tetap menunjukkan wajah bahagia di depan sahabatnya walaupun hatinya sakit tapi setidaknya tersenyum bahagia atas keberhasilan sahabat menjadi pahala tersendiri.
Wahyu mengikuti langkah kaki Farid dan mulai duduk di sampingnya menyaksikan adik-adik kelasnya menampilkan sesuatu karena ini merupakan gladi gresik jadi harus dilakukan acara dari awal sampai akhir agar tidak menunjukkan sedikitpun kecacatan. Namun berbeda dengan mata Wahyu ia seperti mencari seseorang. Yap, siapa lagi kalau bukan Iqbal.
Harusnya Iqbal ada di sekitar sini tapi sepanjang mata Wahyu melihat semuanya ia tidak melihat batang hidung sang adiknya. Seolah terjadi sesuatu membuat Wahyu cemas dan memilih meninggalkan panggung utama untuk mencari keberadaan sang adik.
"Rid, gue ke toilet sebentar ya? Titip bangku gue jangan sampai ada yang nempatin," bohong Wahyu bukannya ia ke toilet akan tetapi mencari sosok adiknya.
Farid hanya mengangguk dan menuruti keinginan sahabatnya itu.
Wahyu mulai gerak cepat mencari di setiap sudut koridor sekolah namun ia tahu kalau Iqbal itu tipikal orang yang serius dan sangat bertanggung jawab sama apa yang ia tugaskan jadi mungkin ada masalah internal yang sulit untuk diselesaikan jadi maka dari itu Wahyu terus bergerak mencari keberadaan sang adik karena tahu sang adik membutuhkan bantuannya.
Ia mencari di sepanjang koridor bahkan masuk ke ruang-ruangan yang emang sudah menjadi tempat kebiasaannya Iqbal dimulai dari ruang OSIS, lab komputer, ruang ekskul yang bahkan memiliki beberapa ruangan yang membuat Wahyu terus mencarinya. Hampir menyerah, jelas. Tapi terbesit dalam pikirannya ada satu ruangan yang belum Wahyu cek dan berlarilah ia menuju ruangan itu.
Dan benar ternyata Iqbal ada di sana.
"Bal," panggil Wahyu.
"Abang? Ngapain Abang disini?" tanya Iqbal yang kaget.
"Justru abang yang nanya sama kamu, Iqbal gapapa kan?" raut wajah khawatir Wahyu muncul.
"Alhamdulillah Iqbal baik kok bang. Cuma." Iqbal seketika menghentikan ucapan dan mulai menggigit bibirnya sendiri.
"Kamu kenapa? Ngomong sama Abang? Ada apa?"
"Anu bang, sebenarnya Iqbal gak mau Abang tahu permasalahan Iqbal. Tapi Iqbal bingung harus ngomong dan minta bantuan ke siapa," ucap cepat Iqbal.
Wahyu semakin bingung dengan perkataan Iqbal. Ia berusaha menenangkan dengan cara mengusap pundak adiknya, dan kemudian Wahyu menatap sekeliling ruangan ekskul jurnalis di mana ruangan itu yang memberikan sebuah tugas di mana semua dokumentasi kegiatan harus bisa dilaksanakan dan juga tersimpan dengan rapi.
"Apa ada yang salah disini?" sekali lagi Wahyu bertanya dan Iqbal mengangguk.
"Kita kekurangan personil buat jadi kameraman jurnalis besok kak, Iqbal sudah menanyakan semua kepada siswa-siswi yang lain tapi mereka sibuk sama tampilan besok dan enggak ada yang bersedia. Iqbal bingung harus bagaimana," jelas Iqbal.
"Oh gitu aduh kasihan adik Abang. Gimana kalo abang aja jadi kameraman nya," usul Wahyu.
Iqbal mendengar jelas apa yang menjadi usulan sang Abang tapi ia tidak mau maksudnya harusnya ini kan acaranya sang Abang yang tinggal duduk manis menikmati acara tapi bukannya membantu OSIS dalam mengurusi acara ini.
"Tapi bang ini kan acaranya abang?"
"Walaupun besok acara Abang. Tapi kalo salah satu personilnya gak ada maka tidak akan afdal rasanya, gapapa kali, kan Abang itu cowok mau jadi apapun bebas enggak perlu dandang lama kayak cewek tinggal pake jas, rambu pake pomed. Jadi deh."
Iqbal sedikit tertawa mendengar ocehan sang Abang "Jadi gapapa nih bang. Iqbal minta bantuan abang, makasih ya bang,"
"Gapapa buat adik abang apa sih yang enggak bisa."
Sekali lagi Iqbal memeluk abangnya dengan begitu erat. Karena perasaannya ia tidak akan tega kalau adiknya harus berjuang tapi tidak ada yang membantu adiknya kali ini, jadi kalau dirinya selagi masih bisa. Akhirnya mereka mengerjakan pekerjaan yang memang di lakukan oleh anak jurnalis multimedia, lalu Iqbal mulai menyiapkan yang lainnya sambil mengawasi apa sedang di lakukan mereka di panggung utama.
Dan pada saat Wahyu mulai mengerjakan pekerjaan jurnalis multimedia tiba-tiba satu panggilan yang membuat Wahyu harus mengangkat panggilan itu dan melupakan pekerjanya sekarang.
***
Tbc.
Yeyeyeyeye akhirnya Lis bisa up lagi, awalnya mau kemarin up itu. Tapi karena badan terasa tidak enak jadinya update sekarang... mudah-mudahan bisa beres hingga tamat.
Jangan lupa vote and coment 👧
Tinggalkan Jejak 👣Lis_author
KAMU SEDANG MEMBACA
BBS [5] Wahyu Iqbal ✓
Novela Juvenil"Ketika kita berjalan ke arah yang sama namun berakhir dengan jalan yang berbeda" *** Wahyu Lutfhi dan Iqbal Lutfhi adalah kakak-beradik yang terpaut usia beda satu tahun. Di kala mereka menginjak usia remaja, Wahyu lulus dari bangku menengah kejuru...