.
.
."Jadi, keputusan lo gimana?" tanya Rara setelah mendengarkan penjelasan Kiana tentang permintaan Ghea semalam.
Kiana yang duduk di tempat tidur seraya menatap kosong ke arah jendela pun berujar, "Gue udah mikirin semalaman, tapi tetap aja bingung. Menurut lo gimana?"
"Lah, dia malah nanya balik."
"Ya abisnya...."
Laras yang saat itu sedang duduk di lampu kristal yang terpasang di langit-langit tengah ruangan pun menoleh pada Kiana. "Menurut gue, lo terima aja."
Rara berdeham. "Alasannya?"
Wanita bergaun putih panjang itu kemudian turun hingga mencapai lantai. Setelah itu, ia duduk di samping Rara di sofa. Entah ada angin apa Laras datang pagi-pagi ke kamar Kiana, tak seperti biasanya yang berkunjung pada siang atau malam hari.
"Ya lo bisa pake badannya Mbak Ghea buat balas dendam sama orang-orang yang jahatin lo, lha. Btw, lo yakin serahin semuanya termasuk keuangan ke manager lo itu? Gue sendiri yang liat wawancara dia kemarin, jadi gak percaya sama dia. Gedeg juga denger manager lo. Mana sekarang dia wara-wiri ye kan ne' di tivi-tivi? Duh, ngebet banget pengen terkenal nyaingin nyonya besar," acap Laras seraya mengamati kuku-kuku panjangnya yang tajam bak mata pisau.
Laras sekarang lebih terdengar sebagai penggosip ulung dibandingkan beberapa hari yang lalu. Cara Laras menjabarkan pendapatnya lebih membuat penasaran dari pembawa acara program gosip kemarin.
Seketika, Rara dan Kiana menoleh cepat pada Laras dengan tatapan memincing dan penuh tanda tanya. Mungkin mereka mengerti, akan tetapi menurut Kiana ini perlu diperjelas lagi agar tak terjadi kesalahpahaman.
Mendapat tatapan menusuk dari kedua jiwa temannya tersebut, Laras seketika menoleh bergantian pada Kiana dan Rara. "Lahhh, jangan bilang kalian nggak merhatiin?"
"Nggak," jawab keduanya kompak.
Laras menghela napas dan membulatkan mata, lalu mengangguk pelan. "Ini cuma pendapat gue ya, Sist. Kalo lo nggak percaya juga nggak papa, sih."
Netra perempuan berambut panjang kurang tertata rapi itu kembali menatap Kiana lekat.
"Gue pernah liat salah satu cuplikan wawancara lo di infotainment yang bahas mobil hitam kesayangan lo. Di situ lo bilang kalo lo seneng banget dengan mobilnya dan nggak ngizinin siapapun buat ngendarainnya, termasuk tunangan lo sendiri, Abang Valdy Tersayang. Eh, iya nggak, sih? Ya, pokoknya gitu lah ya. Trus tau nggak?" Laras menggoyakan tangan seolah mengajak Kiana dan Rara untuk lebih fokus padanya, "Si April itu pake mobil lo ke acara-acara tv yang dia datengin tepat setelah lo kecelakaan. Wahhh, parah banget gak, sih? Duh, kalo gue jadi lo mah ya, gue puter juga kepalanya sampe bunyi krak krak...."
Butuh beberapa detik untuk akhirnya Kiana menyadari perkataan Laras tersebut. Marah? Tentu saja. Akan tetapi, Kiana meragukan apa yang ia dengarkan dari bibir tipis makhluk tak kasat mata itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable You [✓]
Fanfiction[COMPLETED] "Setelah semua ini berakhir, aku nggak peduli kalo kamu mau ambil semuanya, termasuk anak-anak dan suamiku. Tapi, aku mohon. Untuk sekali ini saja, tolong aku! Cuma kamu yang bisa ngelakuin itu semua." Pernyataan mendadak dari Ghea memb...