Sekembalinya Mom dari Birmingham. Dad menjelaskan semua pada Mom —manusia paling rasional di keluarga kami— tentu saja Ibuku menyangkal bahwa semua cerita Dad just a part of his childhood.
"John, sudah kukatakan untuk berhenti membual tentang dongeng kampung halamanmu. Kau tak ingat, sekeras apa tangisan Lily tiga tahun lalu dengan menyerukan nama Dryad? C'mon dude, putri kita sudah bukan balita yang harus kau sumpal dengan semua dongeng masa lalu."
Pertengkaran suami istri itu terdengar nyaring dari kamarku. Aku membawa Jeff menyingkir dari mereka. Sungguh, aku ingin menyimpan makhluk ini seorang diri. Bersamaku. Di bawah selimut hangat dengan lampu temaram yang tidak menyilaukan.
"Apa kita harus seperti ini? Aku merasakan amarah yang kuat dari Ibumu," Jeff berkata.
Aku menghiraukan Jeff. Sibuk mengamati kamar bernuansa pastel dengan rak buku di samping kiri tempat tidur yang tiba-tiba terasa asing bagiku. Tirai dengan corak favoritku bahkan masih setia menemani jendela kaca yang jarang sekali aku bersihkan.
"Lil, kau mendengarku?" Jeff bertanya dengan satu tangan yang membelai wajahku.
"Aku tidak tuli, Jeff."
"Baiklah, kau tidak tuli. Tapi juga jangan bersikap seolah kau tuna wicara." Jeff menjauhkan tangannya. Menatapku dengan ekspresi yang tidak mampu kuartikan. Entah dia marah, atau mungkin muak.
"Tidak keduanya, my dear. Aku tidak marah, juga tidak muak padamu. Aku hanya baru menyadari, wajahmu mirip Iriana dengan rambut cokelat itu. Kau cantik, sempurna dengan garis senyum yang menyerupai Ayahmu."
"Belajarlah untuk tidak membaca pikiran orang lain, Jeff. Aku jadi tidak memiliki ruang untuk pikiranku sendiri," pintaku pada pria yang kini duduk di pinggiran tempat tidur —sedang memainkan boneka paus hadiah dari Helda saat ia berkunjung ke Sea World.
"Pikiranmu terlalu rumit, kau harus menyuarakannya untuk meredam segala kecamuk yang mendiami isi kepalamu. Aku di sini, jika kau membutuhkan sepasang telinga yang setia," lanjut Jeff setelah membaringkan diri di sampingku.
"I need all of yours, not only for ears. I need all, Jeffrey."
Mendengar perkataanku, Jeff beringsut memangkas jarak di antara kami. Membungkusku dengan kedua lengannya yang kokoh. "You already have all of me, apa lagi yang kau butuhkan?"
Sejujurnya aku sedang berada di titik ketakutan akan kehilanganmu lagi Jeff. Aku marah saat Dadd memberitahu kami jika masih ada bangsa Dryad di belahan bumi lain. Dan untuk pertama kalinya, aku membenci binar mata abu-abu milik Jeff saat ia antusias dengan topiknya.
"Kau sungguh ingin pergi pada bangsamu?" untaian pertanyaan yang sejujurnya aku sudah tahu jawabannya. Jawaban yang menjadi sumber kerisauanku.
"Kau tahu betul jawabanku, Lil. I want to, and I need to go there, Lil."
Aku menemukan keseriusan di titik matanya, jadi apa hakku untuk menahannya lebih dari ini?
"Aku akan bicara pada Mom, kau tunggulah di sini," ucapku setelah mengecup kening Jeff.
"Aku ini seorang pria, Nona. Bagaimana bisa kau memintaku untuk menunggu sedang kau ingin pergi menghadapi Ibumu seorang diri? Aku akan bicara pada Mrs. John."
Jeff membalik posisi kami, dia mengukungku di antara dua belah lengannya. Tersenyum manis seolah menghipnotis. Mengecup kedua belah pipiku dengan lembut.
"Ayo kita bicarakan bersama pada keluargamu," putusnya yang kuberi anggukan.
"C'mon Mom, Dad. Can we just stop arguing each other and let's start to talk? So, he's the last Dryad, Mom. And I'm not lying, also Dad."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dryades || Jung Jaehyun [Completed]
FantasíaLiburan musim panasku berbeda sejak aku bertemu sosoknya. Dirinya dan segala keindahan yang tak mampu aku jabarkan justru membuatnya tak ingin menjalani sisa hidupnya dengan jalan seperti itu. "Kalau dunia bisa diubah, dan kau diberi satu permohonan...