🖤 PRISON: 11. KITCHEN 🖤

17.3K 865 36
                                    

Happy reading 🖤

     “Papah ada pekerjaan di luar kota, bunda harus ikut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     “Papah ada pekerjaan di luar kota, bunda harus ikut.”

     Bibir tipis itu langsung melengkung ke bawah. Sangat merasa keberatan dengan ucapan sang bunda.

     “Maafin bunda ya, kalau ngga ada kendala bunda sama papah pulang secepatnya.” Veina mengelus surai halus putranya. Mencoba memberikan penjelasan agar putranya mengerti.

     Mau tidak mau Nanda mengangguk mengiyakan. “Vio ikut apa engga?”

     “Vio ikut, papah sendiri yang minta Vio dibawa.” Jelas Veina.

     Nanda langsung menggigit bibir dalamnya. Menatap ke depan menerawang memikirkan nasibnya esok hari dan seterusnya. Kalau Vio ikut pergi bersama kedua orang tuanya, dengan kata lain hanya ada dirinya dan juga dua monster. Sama saja ia tinggal satu atap dengan mereka tanpa adanya perlindungan. Memikirkannya saja membuat Nanda takut bukan main.

     “Bunda tinggal ya? Kalau butuh apa-apa kamu bisa panggil bibi di bawah, tadi bunda udah titip pesen ke beliau.” Veina tersenyum hangat. Jujur saja ia merasa sangat berat harus meninggalkan putranya. Walaupun hanya sementara tapi mengingat Nanda sangatlah manja membuatnya tidak tenang.

     Dengan berat hati Nanda mengangguk mengiyakan. “Hati-hati bunda.”

     Nanda tidak bisa mengantar sang bunda keluar. Hal itu dikarenakan kakinya yang masih dalam proses penyembuhan. Hasil perbuatan kedua kakaknya yang sangat kejam. Sepanjang hari hanya ia habiskan di dalam kamar. Bermain ponsel, menonton TV, membaca buku dan segala macam kegiatan membosankan lainnya.

     Nanda meraih buku di atas nakas yang belum selesai ia baca. Melanjutkan kegiatan membosankan itu dengan ditemani televisi yang menyala tanpa ia tonton. Menghidupkan televisi hanya untuk menemaninya saja agar tidak terlalu sepi.

     Suara perut berbunyi menghentikan kegiatan Nanda. “Laper...” keluhnya sembari mengelus perut. “Mau makan tapi manggil bibinya gimana? Masa teriak, kan ngga sopan.” Gumam Nanda memikirkan bagaimana cara mengisi perutnya yang keroncongan. “Minta tolong kak Lian atau kak Jordan? Eh ngga deh, mereka pasti udah berangkat sekolah.” Nanda menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. “Turun sendiri? Turun tangganya gimana? Kalo aku jatoh terus terjun ke lantai satu malah lebih ribet nanti.” Nanda menghela nafas panjang. Tidak menemukan solusi maupun cara yang bisa ia gunakan.

     Perutnya kembali berbunyi. Rasa lapar membuat Nanda bertindak nekat. Ia memilih untuk langsung turun ke lantai satu. Risiko nanti saja ia pikirkan. Yang paling penting sekarang adalah makan.

     Dengan langkah tertatih Nanda menuruni tangga perlahan. Kaki yang diperban berusaha menjaga keseimbangan agar tubuhnya tidak oleng. Nanda menghela nafas lelah ternyata turun dari tangga tidak semudah itu. Kakinya juga sudah mulai sakit karena terlalu banyak bergerak.

PRISON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang