Tit!! Tit!! Tit!! Tit!! Tit!
Hanya suara monitor dari ruangan ICU saja yang berbunyi sepanjang waktu, ruangan tempat Sakha dirawat. Sakha mengalami kecelakaan tunggal dan menabrak sebuah pohon besar di tepi jalan.
Emilly menempelkan tangannya pada kaca di pintu ruangan itu dengan air mata yang terus saja mengalir tanpa henti, ia menoleh ke arah dalam dimana disana sudah ada Sathya yang sangat setia memegangi tangan putranya itu, dengan menitihkan air matanya. Pria itu benar – benar rapuh, ia menangis tanpa suara seperti benar – benar terasa sesak
Disamping kanan gadis itu ada Renata yang sama dengannya menangis dan melihat putranya dari kaca jendela, yang sedari tadi menyalahkan dirinya sendiri mengapa membiarkan Sakha menyetir sendirian dalam keadaan panik seperti itu. harusnya ia tidak mengantarkan Reina, harusnya ia mengantar putranya. Mengemudi dengan perasaan panik membuat Sakha harus terbaring dengan beberapa kabel di ruangan itu.
Daniel duduk sedikit menyamping di kursi tunggu, dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia tidak menyangka Sakha akan mengalami kejadian seperti ini, Daniel begitu frustasi beberapa kali ia meremat tepi kursi tunggu itu, melihat Emilly menangis, tante Renata menangis rasanya ia tidak mampu.
"tante... maaf.."
Gadis itu menoleh ke arah Renata, memang sudah sepantasnya ia meminta maaf. Sakha kecelakaan karena ingin menyusulnya, menghawatirkannya yang padahal Sathya tidak melakukan apa – apa padanya. Memang seharusnya ia meminta maaf atas rasa sakit yang pernah ia berikan pada keluarga itu.
Emilly memejamkan matanya, Ia adalah seorang pembunuh
Seseorang yang membuat Keluraga bahagia itu menjadi tidak harmonis lagi
Seseorang yang menjadi penyebab Ayah Sakha dan bundanya selalu bertengkar sehingga membuat Sakha selama ini merasa kurang kasih sayang dan merasa di kekang terus
"sebaiknya kamu pulang.. " Renata tidak menoleh ia masih menangis dengan rasa sakit yang ia rasa "Daniel cepat antar Milly pulang, sebelum dia dilihat sama om"
Daniel mendongakkan kepalanya dan menoleh, ia lalu bangkit dari duduknya untuk menghampiri dua wanita itu. Laki – laki itu menunduk sopan lalu menarik tangan gadis itu
"maaf tante.. kami pulang dulu" Ucap Daniel, laki – laki itu benar – benar tidak tahu lagi harus bagaimana
Tidak ada respon dari Renata, Daniel lalu menarik tangan Emilly "ayo lly"
Emilly menggeleng, sejujurnya ia masih ingin di sini, ingin menemani Sakha. Meminta maaf pada Ayah dan bunda Sakha. Ini semua salahnya, setidaknya ia harus tetap berada disana tidak perduli dengan apa yang akan di lakukan Ayah Sakha padanya
"lly.." Daniel menggelengkan kepalanya, yang artinya ini bukan waktunya untuk membangkang. Suasana sedang tidak kondusif, ayah dan bunda Sakha benar – benar sangat emosional.
Gadis itu menunduk dengan air mata, perlahan langkahnya terayun dengan Daniel di sampingnya, namun saat ia melangkah..
"Emilly.. " lirih Renata, Emilly dan Daniel menoleh
"jangan temui Sakha lagi.."
Emilly membekap wajahnya "hikss" Gadis itu menangis seunggukan, benar – benar terasa sakit saat Renata mengatakan hal itu. Rasanya benar – benar hancur, tubuhnya bergetar lututnya terasa lemas bahkan ia hampir saja oleng, namun ada Daniel yang menahannya di belakang menuntunnya untuk pergi meninggalkan tempat itu.
***
Rumah besar dengan dominan berwarna putih itu kini benar – benar ramai dalam kesunyian. Disana sudah ada Farah, Dhanna, Daniel, Gevan dan maminya Wilda, ada Evellyn dan keluarganya, ada Chandra tanpa mengajak kedua orang tuanya, karena memang sedang tidak berada di Indonesia, dan juga Adrian yang walaupun ini bukan permasalahan yang menyangkut keluarganya, namun laki – laki itu benar – benar khawatir dengan Emilly.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not the Princess
Teen FictionKatanya aku seperti putri, namun aku bukanlah tuan putri Aku rasa aku bukanlah seorang putri, tapi ternyata aku memanglah putrinya