19. Hari yang Damai🌙

34 7 0
                                    

Prabaswara sudah kembali ke Puri Klawu lewat pintu tembus di dinding belakang yang terhubung dengan jalur keluar. Kali ini ia masuk kamar melewati pintu agar tidak mengejutkan Wulandari.

"Aku membawakanmu sesuatu, Dinda."

Saking bingungnya membawakan apa untuk Wulandari, Prabaswara akhirnya membeli kembang gula berbentuk hewan kecil berwarna-warni. Wulandari mengernyit bingung melihat bentukan kembang gula yang berbeda dari yang pernah ia beli sebelumnya.

"Hehe... ini varian terbaru, Dinda. Aku tertarik membelinya karena bentuknya sangat lucu. Cobalah."

Wulandari mengambil sebuah yang berbentuk kelinci berwarna merah muda. Ada sensasi manis-getir saat dicoba.

"Rasa mawar."

"Ohh... aku baru saja mengambil yang bentuk kucing warna oranye. Rasa jeruk."

"Yang rasa mawar cukup aneh. Tapi menurutku varian ini lebih baik daripada yang pernah kita beli sebelumnya, Kanda. Yang ini tidak terlalu manis, tidak membuat sakit gigi dan tenggorokan."

"Baiklah. Besok-besok kita beli lagi."

"Asal jangan yang rasa mawar."

"Baiklah. Akan kucatat." Prabaswara terkekeh. Karena penasaran bagaimana rasa mawar, ia mencoba kembang gula seperti yang Wulandari makan.

Ternyata benar. Rasanya cukup aneh! Prabaswara menjulurkan lidahnya, tidak tahan dengan rasa aneh ini. Besok-besok ia tidak akan membeli rasa ini lagi!

Prabaswara memanggil Kenangkali dan Gati untuk bergabung menikmati kembang gula. Ia membeli cukup banyak. Tidak mungkin hanya dihabiskan berdua bersama Wulandari. Apalagi bentuk kelinci merah muda paling banyak dari varian lain mengingat Wulandari menyukai warna merah muda, tapi ternyata rasanya tidak bersahabat di lidahnya.

"Banyak sekali kembang gulanya, Kanjeng," gumam Gati.

"Kanda memang suka memborong dagangan, Gati."

"Cobalah yang bentuk kelinci ini, Kenang. Rasanya enak." Prabaswara menyeringai jahil. Kenangkali menerimanya tanpa curiga.

"Bolehkah saya mencobanya juga, Kanjeng?"

"Tentu, Gati." Masih ada satu bentuk kelinci merah muda yang tersisa.

"Tidak biasanya Kanjeng membeli varian rasa seaneh ini. Apakah Kanjeng Pangeran berniat meracuni saya?" komentar Kenangkali dengan wajah nelangsa. Ia bergegas mengambil gelas minum untuk menetralkan rasanya.

"Hahaha... seru sekali melihat reaksimu yang seperti orang keracunan, Kenang." Prabaswara tertawa geli. "Tidak mengapa. Masih ada rasa yang lain. Ambil saja semaumu, Kenang."

"Kembang gula ini rasanya enak."

Enak?! Prabaswara dan Wulandari kompak tercengang.

"Apakah ada yang salah dengan lidahmu, Gati?" Kenangkali mengernyit heran.

"Tidak. Saya memang suka olahan mawar, apalagi sirup mawar. Saya tidak mengira ada yang mengolah mawar menjadi kembang gula dengan bentuk selucu ini."

"Baiklah. Besok aku akan membelikanmu rasa mawar yang banyak, Gati. Khusus untukmu saja. Karena kami kurang menyukai rasanya."

"Tidak perlu, Kanjeng. Nanti saya sakit gigi." Gati menolak sopan disertai sedikit gurauan.

Suasana di kamar utama Puri Klawu sangat damai dan hangat. Tak terlihat perbedaan status dari mereka berempat. Prabaswara dan Wulandari memperlakukan pelayan pribadi mereka dengan sangat baik, layaknya teman dan saudara.

"Hmm... kenapa rompimu sedikit sobek dan celanamu kotor?" tanya Wulandari menyelidik.

Ohh... Prabaswara belum mengganti pakaiannya, sehingga Wulandari bisa melihat jejak pertempuran pada dirinya. Ia melirik Kenangkali yang juga menjadi saksi pertikaian di pasar tadi.

Prabaswara [Complete√] ~ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang