Hari itu tiba ....
Hari di mana Berlian menjadi sangat gelisah sejak dia terbangun dari tidurnya yang hanya tiga jam. Benar. Berlian nyaris tidak tertidur jika Geva tidak memaksanya pagi tadi.
Di dalam kamar rawatnya, Geva dan Louis duduk di sofa. Kedua pria itu saling diam dan mengepal kedua tangan mereka masing-masing.
Tegang dan canggung. Akhirnya si canggung datang, namun kali ini membawa si tegang ke dalam situasi ini.
Niko yang duduk di kursi dekat tempat tidur, sejak tadi bolak-balik memerhatikan Geva, Louis dan Berlian penuh pertanyaan di dalam kepalanya. Hingga akhirnya dia tidak tahan.
"Mereka kesambet setan di mana?" tanyanya tiba-tiba, memecahkan lamunan Berlian dan membuat wanita itu memukul kepalanya. "Aduh! Kukira orang sakit nggak bisa memukul," keluhnya sambil mengusap kepalanya sendiri.
"Jangan sembarangan."
"Apa mereka bakalan saling membunuh sebentar lagi?"
Satu kali lagi, Berlian melayangkan pukulan ke kepala Niko hingga pria itu mengaduh lebih keras dari sebelumnya, yang mana membuat Geva dan Louis mengangkat wajah mereka dan menatap lurus ke arah sumber suara.
"Ada apa?" tanya Geva penuh curiga. Raut wajahnya jelas-jelas menunjukkan dirinya tidak menyukai keberadaan Niko saat ini.
"Nggak ada apa-apa, Ge," jawab Berlian pelan dan berusaha tersenyum untuknya. Geva mengangguk dan kembali menundukkan kepalanya.
Louis menghela napas, membuat semua orang menoleh dan dia menjadi kikuk. "Ada apa?" tanyanya bingung.
Ini benar-benar aneh dan terlalu canggung. Situasi ini membuat semua orang yang bergerak maupun bersuara mendapat perhatian berlebihan.
"Oke, cukup! Ada apa sebenarnya dengan kalian semua ini?" Niko akhirnya buka suara. Karena dirinya satu-satunya manusai yang tidak mengetahui apapun yang tengah terjadi di dalam kamar rawat tersebut.
"Diam, dan kembalilah duduk," perintah Geva dengan suara yang sengaja dia tekankan pada setiap kata-kata yang dia ucapkan.
Niko kalah. Dia mendengkus sebal dan kembali duduk di kursinya. "Apa cuma aku satu-satunya di sini yang nggak tau apa-apa?" bisiknya pada Berlian yang langsung diberikan anggukkan kepala. "Sungguh keterlaluan. Aku ini sahabatmu, bukan?" Berlian menggelengkan kepala.
"Yang benar aja, Berlian! Lalu, kamu anggap aku apa?""Tetanggaku yang rewel dan pelanggan setia yang menyewa mobil." Berlian mengulas senyum simpul dan Niko mendengkus lagi. "Oh, satu lagi!" Berlian mengangkat tangannya, mengarahkan jari telunjuknya ke depan wajah Niko. "Kamu tetanggaku yang berisik setiap kali bercinta dengan wanita yang berbeda hampir setiap malam."
"Bercinta dengan wanita? Kamu bilang, Niko nggak suka lawan jenis," sambar Geva tiba-tiba.
Niko melotot pada Berlian lalu menoleh pada Geva.
"Berlian bilang begitu sama kamu?" tanyanya tidak percaya dan Geva mengangkat bahunya.
Lalu Niko beralih pada Berlian yang kini tengah cekikikan sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan.
"Hey! Aku suka wanita!" protes Niko, lalu tawa Berlian meledak. Kemudian wanita itu meringis sambil menyentuh perutnya. "Rasain! Sakit, kan!"
"Jangan bicara begitu sama wanitaku!" Geva menggeram. Dia sudah duduk di tepi tempat tidur, mengulurkan tangannya dengan niat meredakan rasa sakit yang tengah dirasakan oleh Berlian.
"Wanitaku." Niko mengulangi perkataan Geva barusan.
"Aku nggak liat adanya label di sekitar Berlian yang menunjukkan dirinya sebagai wanitamu," cibir Niko yang langsung mendapat delikan mata tajam dari Berlian.
Pria itu memang seringkali bicara sembarangan dan terkadang caranya bercanda lebih mirip seperti mengajak seseorang untuk berkelahi. Geva menoleh dan melemparkan tatapan tajam pada Niko.
"Udah, udah." Berlian mencoba menengahi.
Pada umumnya, pengujian DNA memakan waktu yang cukup lama. Dua minggu hingga empat minggu. Namun, berhubung ini adalah Steels Care dan Louis memiliki jaringan luas. Hasil tes DNA kali ini cukup memakan waktu dua puluh empat jam saja.
Setelah melakukan serangkaian tes kemarin, hari ini hasilnya akan keluar. Maka, tidak heran jika para pria selain Niko sangat tegang hari ini.
Dalam kepala Louis sibuk memikirkan bagaimana jika bayi itu adalah miliknya? Apa yang harus dia katakan pada Jessie? Lalu, bagaimana dengan Geva? Menyesal tentu saja dia akan sangat menyesal karena harus kehilangan darah dagingnya.
Tanpa sadar, setelah cukup lama mengepal kedua tangan. Pria itu membuat telapak tangan menjadi sangat merah, nyaris terluka karena kuku jarinya sendiri yang ditekankan begitu kuat pada kulitnya.
Mencoba untuk mengatur napas, menyeimbangkan oksigen yang dia hirup dan masuk ke dalam rongga paru-parunya.
"Aku beli kopi dulu," ucapnya sambil bangkit dari sofa.
"Ada yang mau?"
"Aku nggak ngopi dulu, deh," ujar Geva.
"Kalau nggak ngerepotin, aku butuh Americano," sambar Niko dengan cengiran lebar. Louis mengangguk kemudian ke luar dari ruangan.
"Kenapa kamu nggak ikut aja?" tanya Geva dengan nada ketus pada Niko.
"Kenapa kamu berharap aku akan ikut dengan temanmu yang bule itu?"
"Karena kamu penyuka sesame jenis."
"Sinting!"
"Cukup! Astaga! Kalian ini kayak anak kecil, deh."
"Dia!" Geva dan Niko menjawab bersamaan dan saling tunjuk.
"Oh, ya ampun ....," keluh Berlian yang tidak lagi sanggup berada di tengah-tengah Geva dan Niko saat ini.
.
.
.
Tak lama setelah Louis kembali dengan dua buah gelas americano dan satu Rustica Chicken Cranberry Sandwich yang dia berikan untuk Berlian. Pria itu mendapat kabar bahwa hasil tes DNA sudah keluar.
Wajah Louis sepucat kertas, begitu pula dengan Geva yang seketika menegang di tempatnya. Jika bertanya-tanya, apa yang sedang dilakukan Niko pada saat ini?
Maka jawabannya adalah, pria itu sedang memocel bagian Rustica Chicken Cranberry Sandwich milik Berlian diam-diam yang tergeletak begitu saja di atas pangkuan wanita tersebut.
"Kamu siap?" tanya Louis pada Geva.
Geva menoleh pada Berlian. Wanita itu meremas tangan Geva dan tersenyum pilu untuk dirinya sendiri. "Siap." Geva menjawab.
Setelah mendaratkan satu kecupan singkat pada kening Berlian, pria itu bersama Louis pergi keluar dari ruangan. Untuk mengambil hasil tes DNA mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Berlian || Liam Payne
Fiksi Ilmiah18+ 》Follow sebelum membaca《 》Pilihlah bacaan yang sesuai《 》Jadilah pembaca yang bijak《 . . . Gevariel percaya cinta, tapi Berlian, tidak. Bagi Berlian, cinta hanyalah omong kosong yang tujuannya untuk mencari pasangan yang dapat memuaskan hasrat...